RUANGAN kecil berukuran empat kali empat meter yang terletak di bawah tanah perguruan mawar putih terliat cukup terang oleh dua buah lampu minyak yang menempel di dinding, di dalam ruangan itu hanya ada sebuah dipan yang terbuat dari kayu beralaskan tikar lusuh. Di atas dipan itu terliat seorang wanita paruh baya berjubah warna kuning gading sedang duduk bersila entah bersemedi atau tidak, wajah wanita itu pucat sekali seperti orang menderita sakit berat, meski wajahnya pucat namun tidak melunturkan sisa sisa kecantikannya saat muda dulu. Rambutnya yang panjang dan biasa di gelung rapi terliat tergerai agak awut awutan.
"Hmmm. Uhuk.uhuk.uhuk." suara wanita itu seperti bergumam di sertai batuk berat.
Tidak lama dari arah pintu muncul seorang wanita cantik yang tidak lain adalah lasmi, murid tertua di perguruan mawar putih. "Guru!" ucapnya memanggil guru pada wanita tua yang duduk di atas dipan.
Wanita tua berjubah kuning gading mengangkat kepalanya sedikit meliat lasmi. "Kau sudah datang, lasmi." ucapnya.
"Guru." sapa lasmi mendekati gurunya. "Bagaimana keadaan guru? Apakah guru sudah jauh lebih baik?" tanyanya terliat mengkuatirkan gurunya.
"Duduklah. Guru ingin bicara padamu." ucap sang guru dengan suara parau.
Lasmi segera duduk di depan gurunya.
"Uhuk.uhuk.uhuk." sang guru terbatuk batuk sejenak sambil memegangi dadaya. "Lasmi. Dua puluh tahun lebih kau mengikuti aku, seluruh ilmu silat yang ku miliki juga sudah ku turunkan padamu. Sudah saatnya kau menggantikan kedudukan ku untuk memimpin perguruan mawar putih, perguruan yang susah payah aku dirikan. Aku sudah tidak kuat jika harus terus memimpin perguruan ini, luka dalam yang ku derita terlampau berat, harapan untuk di sembuhkan juga sudah sangat kecil. Uhuk.uhuk.uhuk." ucapnya parau.
"Guru?" seru lasmi terkejut mendengar ucapan gurunya. "tidak guru. Guru pasti akan sembuh, guru jangan bicara seperti itu. Lasmi yakin guru pasti akan baik baik saja." ucapnya.
"huhuhu. Masalah hidup dan mati adalah persoalan yang remeh, untuk apa kau risaukan? Uhuk.uhuk." kata sang guru getir.
Lasmi menatap gurunya dengan tatapan mata yang sudah merah dan mengembang air matanya, hatinya sangat berduka mendengar ucapan gurunya yang mengatakan jika harapan untuk sembuh sudah sangat kecil sekali. "Guru..." ucapnya sengau karna menahan rasa sedih.
"Lasmi. Berlututlah!" kata sang guru menyuruh lasmi untuk berlutut.
Lasmi segera berlutut di hadapan gurunya menuruti perintah sang guru.
"Lasmi. Atas nama penguasa jagat raya ini, demi langit dan bumi. Mulai hari ini aku mengangkat mu menjadi ketua perguruan mawar putih! Apa kau bersedia mengemban amanat dari guru ini, lasmi?"kata sang guru terliat begitu angker penuh kharisma yang luar biasa.
"Guru?" seru lasmi terkejut sekali mendengar gurunya benar benar mengangkatnya jadi ketua perguruan mawar putih.
"Jawab! Kau bersedia atau tidak menerima amanat ini?" seru sang guru tegas sekali.
Lasmi tidak bisa menjawab bersedia atau tidak, karna jika dia menjawab bersedia itu sama saja gurunya benar benar sudah tidak bisa di tolong lagi tapi bila dia menjawab tidak bersedia maka dia sama saja telah membangkang titah gurunya dan pasti gurunya akan sangat kecewa pada dirinya. Mana yang dia pilih jelas mendukakan hatinya, dia hanya bisa tertunduk terdiam mengucurkan air mata.
Sang guru yang kenal lasmi lebih dari dua puluh tahun sangat mengenal gimana sifat lasmi yang halus dan sangat menyayanginya, dia tahu lasmi pasti sangat sulit untuk menjawab amanat darinya, hati lasmi pasti saat ini bingung dan berduka meliat keadaan dirinya tapi sesulit dan seberat apapun pilihannya, lasmi harus punya ketegasan karna sebagai pendekar dia harus punya keputusan apapun resiko yang akan di ambilnya. Bila ingin menjadi orang besar maka dia harus punya ketegasan sikap dan keteguhan hati yang sangat kuat serta kokoh seperti batu karang.
"Lasmi. Apa kau sudah tidak mau mendengar perintah ku lagi?" tanya sang guru tegas.
"Guru. Maafkan murid mu ini yang tidak becus, murid masih terlalu bodoh untuk mengemban amanat dari guru. Murid masih ingin belajar kepada guru, maafkanlah murid mu ini." kata lasmi sengau dan terisak isak karna menangis.
"hmm." gumam sang guru memahami perasaan lasmi. "Aku memahami perasaanmu itu lasmi, kau sangat menyayangi ku melebihi rasa sayang mu pada mendiang suami mu tapi sampe kapan kau terus begini? Umur manusia itu terbatas, tidak ada manusia yang hidup abadi. Kau harus bisa tabah dan kuat, kalo hati mu lemah bagaimana bisa kau mengembangkan perguruan mawar putih kita ini. Aku harap kau bisa kuat untuk mengambil sebuah keputusan karna keputusan yang kau ambil akan menentukan masa depan mu. Kau mengerti itu, lasmi?" ucapnya.
"Saya mengerti, guru." jawab lasmi sengau.
"hmm. Sudahlah, bantu guru keluar!" kata sang guru.
"Guru? Guru mau kemana?" tanya lasmi terkejut.
"Aku ingin menemui seluruh murid perguruan mawar putih, aku ingin mengumumkan kalo kau sekarang adalah ketua perguruan mawar putih." kata sang guru.
"Guru.." seru lasmi tercekat mendengar gurunya akan mengumumkan dirinya menjadi ketua perguruan mawar putih.
"Ayo cepat bantu aku keluar." kata sang guru beranjak turun dari dipan.
Dengan di bantu oleh lasmi, wanita tua berjubah kuning gading itu berjalan keluar dari ruangan kecil tersebut menuju ke ruangan dimana ki sarkali dan panji serta belasan murid perguruan mawar putih berada.
"ki sarkali!?" seru wanita jubah kuning gading terkejut begitu meliat ki sarkali setelah keluar dari ruangan kecil tempat tadi dia berada.
"Nyai sulasih?" seru ki sarkali terkejut meliat keadaan wanita berjubah kuning yang keluar di papah lasmi, dia buru buru mendekati wanita tersebut. "Apa yang terjadi sama kau, nyai? Kenapa kau seperti ini?" tanyanya merasa keheranan.
Wanita jubah kuning bernama nyai sulasih terliat senang meliat ki sarkali. "Sukurlah aku bisa meliat mu lagi, ki. Belasan tahun kau menghilang tiada kabar tiada berita, aku mencari mu dimana mana tapi aku tidak menemukan mu, jejakmupun juga tidak bisa aku temukan. Sebenarnya kau selama ini kemana? Kau tidak datang kemari mengunjungi aku,apa kau sudah lupa padaku,ki?" ucapnya parau tapi nada suaranya menunjukkan nada suara orang yang sangat senang.
"Maafkan aku, nyai. Selama ini aku tidak mengunjungi kamu dan tidak memberi mu kabar sedikitpun. Maafkan aku!" kata ki sarkali kalem.
"Kau ini sebenarnya kemana?" tanya nyai sulasih.
"Ceritanya panjang, nanti saja aku ceritakan." kata ki sarkali. "Kau terliat terluka dalam berat, apa yang terjadi padamu?" tanyanya.
"Uhuk.uhuk. Aku memang menderita luka dalam yang sangat berat, nanti saja kita ngobrolnya. Sekarang aku harus berbicara dulu pada seluruh murid murid ku, mumpung kau ada disini, aku ingin kau menjadi saksi buat ku." kata nyai sulasih. "Lasmi. Kumpulkan semua murid murid, cepat!" ucapnya pada lasmi.
"Baik, guru!" sahut lasmi mengangguk. "Semuanya ayo berkumpul, cepat!" teriaknya pada seluruh murid perguruan mawar putih.
Serentak seluruh murid perguruan mawar putih berkumpul di hadapan nyai sulasih yaitu guru mereka. Seluruh murid perguruan mawar putih berjumlah sekitar tiga puluh empat orang yang sebagian besar adalah wanita.
"Guru. Silakan!" kata lasmi mempersilakan gurunya.
Nyai sulasih meliat seluruh muridnya dengan pandangan yang tajam dan angker sekali. "Semua murid perguruan mawar putih dengarlah titah ku, hari ini aku akan mengangkat salah satu murid perguruan kita menjadi ketua perguruan mawar putih untuk menggantikan aku memimpin kalian." teriaknya.
Seluruh murid perguruan mawar putih seketika jadi terkejut dan langsung berbisik bisik membicarakan kenapa guru mereka tiba tiba hendak mengangkat sebuah ketua menggantikan sang guru.
"Aku tahu kalian pasti kaget dan bingung kenapa aku ingin mengangkat ketua untuk memimpin perguruan kita, aku terpaksa berbuat itu karna aku tidak mungkin bisa memimpin kalian semua lebih lama lagi. Luka dalam ku sangat berat dan tidak mungkin bisa di tolong lagi, untuk itu sebelum aku mati aku ingin mengangkat seseorang untuk menjadi ahli waris ku." seru nyai sulasih lagi.
Mendengar itu semua murid langsung ribut karna tidak menduga sang gurua akan bicara seperti itu.
"Tenaaaang!" teriak nyai sulasih tegas sekali. "Aku tahu kalian pasti terkejut mendengar ini tapi aku tidak mau berbohong pada kalian, memang itulah yang terjadi padaku." ucapnya.
"Guru. Guru tidak mungkin akan mati. Guru pasti akan berumur panjang. Murid mohon guru jangan bicara seperti itu, kami sangat berduka sekali mendengarnya guru. Kami mohon guru!" kata seorang murid wanita.
"Benar. Guru pasti bisa di sembuhkan!" sahut murid yang lain.
"Benar guru!!!" seru semua murid serentak.
"Diam!" teriak seorang murid wanita tegas. "Kalian semu jangan ribut. Guru berbicara begitu karna guru pasti punya alasan khusus dan yang pasti itu demi kebaikan perguruan kita." serunya.
"Narita, apa maksutmu?" tanya seorang murid yang lain.
"Kalian apa tidak bisa meliat, hah? Guru terluka dalam berat, apa kalian begitu tega dan tidak punya perasaan membiarkan guru tetap memimpin kita, apa kalian juga tega membuat guru pusing dengan persoalan soalan perguruan kita, padahal guru sedang sakit? Guru hendak mengangkat ketua di antara salah satu dari kita adalah bertujuan agar guru bisa fokus dalam mengobati luka dalamnya. Apa kalian mau guru sampe kenapa kenapa hanya gara gara ketika fokus mengobati luka dalamnya beliau di sibukkan oleh masalah perguruan. Hah?" seru murid wanita yang dipanggil dengan nama narita.
"Tentu saja tidak mau." sahut semua murid.
"Kalo begitu diamlah dan dengarkan perintah guru!" seru narita tegas.
"Baik!!!" seru semua murid secara serentak.
"Guru. Silakan di lanjut." kata narita pada gurunya.
"hmm. Terima kasih narita. Kau memang yang paling bisa menenangkan semua murid." kata nyai sulasih tersenyum meliat narita.
"Terima kasih atas pujian dari guru." sahut narita tersenyum girang.
"Baiklah. Aku tidak ingin berbicara panjang lebar, langsung saja aku akan menunjuk seorang murid untuk menjadi ketua perguruan mawar putih." seru nyai sulasih memandang ke semua muridnya.
Sontak seluruh murid perguruan mawar putih langsung terdiam dan tegang menanti siapa orang yang akan di angkat jadi ketua oleh sang guru.
"Lasmi. Mulai hari ini kau adalah ketua perguruan mawar put ih." seru nyai sulasih menyebut nama lasmi sebagai ketua perguruan mawar putih.
Semua murid perguruan mawar putih seketika meliat ke arah lasmi, mereka dari awal memang sudah menduga kalo lasmi pasti yang akan dipilih oleh gurunya untuk menjadi pemimpin perguruan mawar putih. Semua orang sudah tahu gimana kedekatan lasmi dan sang guru, selain sebagai murid tertua namun lasmi juga cukup bijaksana terhadap semua murid perguruan mawar putih. Memang hanya lasmilah yang pantas untuk duduk menjadi pemimpin perguruan mawar putih.
"APA?!" seru narita terkejut mendengar gurunya menyebut nama lasmi. "Guru. Mohon maaf, apa guru tidak salah pilih?" tanyanya.
"Narita, apa maksut mu?" seru murid wanita yang lain meliat narita. "Guru memilih kak lasmi memang apa ada yang salah? Kak lasmi pantas kok menjadi ketua perguruan mawar putih." ucapnya.
"Ya benar!!!" sahut semua orang.
"huh. Kalian kalo tidak tahu apa apa sebaiknya diam saja!" bentak narita jengkel. Dia lalu membungkuk hormat pada sang gurunya. "Mohon maafkan saya, guru. Kenapa guru memilih lasmi yang menjadi ketua perguruan kita?" tanyanya.
"Memang apa ada yang salah aku memilih lasmi?" tanya nyai sulasih.
"Tidak ada, guru." jawab narita.
"Lalu?" tanya nyai sulasih.
"Maaf guru, jika di ijinkan bolehkah saya mengutarakan pendapat saya?" kata narita.
"Katakan saja. Apa yang hendak kau utarakan?" tanya nyai sulasih ingin tahu.
"Begini, guru. Menurut saya, perguruan mawar putih kita adalah perguruan lain dari yang lain, kita memiliki aliran ilmu silat tersendiri yang berdiri sendiri tidak mengadopsi ilmu silat dari aliran silat manapun di dunia persilatan ini. Walaupun perguruan kita bukan perguruan besar namun saya percaya dan yakin suatu saat perguruan kita pasti akan menjadi besar dan di segani serta di hormati di dunia persilatan." kata narita.
"hmm. Lalu?" tanya nyai sulasih kalem.
"Agar perguruan kita bisa menjadi besar dan di segani serta di hormati maka di butuhkan pula figur pemimpin yang besar pula, berilmu tinggi, pintar dan memiliki pengalaman luas dalam dunia persilatan. Selama ini guru adalah orang yang tepat memimpin perguruan kita tapi jika guru tidak lagi memimpin kita, siapa lagi orang yang pantas memimpin perguruan kita?" kata narita berapi api.
"Narita. Aku setuju dengan pendapat mu tapi jika kau mengatakan figur yang cocok untuk memimpin perguruan kita adalah orang yang besar, berilmu tinggi, pintar dan memiliki pengalaman luas, itu tidak ada di antara kita. Orang dengan figur yang kau maksut hanya di miliki oleh si dewa tengah, apa kau bermaksut hendak meminta dewa tengah untuk menjadi pemimpin perguruan kita?" seru salah seorang murid.
"Kau ini bodoh atau apa, hah?" bentak narita keras pada murid yang bicara tadi. "kita ini sedang bicara tentang masalah perguruan kita, kenapa kau malah mengait ngaitkan orang luar segala. Huh, dewa tengah. Memang apa hebatnya dia? Aku yakin guru kita jauh lebih hebat dari pada dewa tengah. Dia hanya beruntung saja menang di turnamen pedang puncak lawu, jika saja guru kita tidak berhalangan hadir dalam turnamen pedang itu, aku yakin guru kitalah yang menjadi pemenangnya dan mungkin guru kita jugalah yang memimpin lima kedudukan di dunia persilatan." serunya mengagulkan kehebatan gurunya.
Panji yang mendengar itu hanya diam saja tidak memperliatkan reaksi apa apa, tersenyum tipispun juga tidak. Raut wajahnya tetap biasa biasa saja seolah tidak terpengaruh oleh ucapan narita yang jelas jelas merendahkan dirinya. ki sarkali sendiri agak tersinggung mendengar ucapan narita, dia ingin sekali memarahi gadis tidak tahu diri itu karna berani merendahkan dewa tengah dimana orangnya ada di sampingnya namun dia jadi lega dan bisa menahan diri setelah melirik panji dan meliat panji tidak menunjukkan reaksi apa apa alias biasa biasa saja.
"Narita. Kau ini sedang memuji guru atau sedang menyindir guru? Kalo guru sehebat apa yang kau katakan tentu guru tidak akan terluka seberat ini,guru bisa terluka seberat ini tentu saja itu artinya ilmu silat gurumu ini masih rendah. Kau jangan bicara besar yang hanya bisa membuat guru malu saja,apa lagi disini ada dua orang tamu kita, janganlah membuat guru semakin malu kepada mereka." hardik nyai sulasih.
Meski di luarnya terliat seperti orang yang tidak senang tapi di dalam hatinya dia merasa senang karna narita begitu memuji ilmu silatnya. Setidaknya dia bisa sedikit terhibur hatinya oleh pujian tinggi narita.
"Maafkan saya guru, saya sengaja bicara begitu agar dua orang tamu kita tahu kalo ilmu silat guru memang hebat." kata narita terliat agak jumawa.
"Sudahlah. Teruskan apa yang tadi hendak kau utarakan!" hadrdik nyai sulasih agar narita tidak bicara semakin ngelantur tidak karuan.
"Baik, guru." kata narita mengangguk. "Adapun maksut saya bicara seperti tadi agar guru bisa mempertimbangkan kembali pilihan guru tadi, pengalaman lasmi di dunia persilatan sangat sedikit, saya tahu lasmi adalah murid tertua disini tetapi seperti yang kita sama sama ketahui, lasmi jarang sekali keluar dari perguruan, sehari harinya dia hanya merawat guru saja. Lasmi juga tidak memiliki ketegasan dalam bersikap, dia terlalu lembek orangnya. ilmu silat lasmi juga tidak berbeda jauh dengan saya, jangan hanya dia dekat dengan guru lantas guru begitu saja memilih lasmi menjadi pewaris guru. ini tidak adil bagi kami namanya." ucapnya.
"Narita. Apa maksut mu tidak adil? Di antara para murid perguruan mawar putih kak lasmilah yang memang pantas menjadi perwaris guru untuk memimpin perguruan." kata murid wanita berbadan agak gemuk.
"Ya. Aku sependapat dengan warti. Kak lasmi memang paling pantas, kalo bukan dia lalu siapa lagi? Kamu. Hah?" seru murid wanita bertubuh tinggi kurus.
"Sudah sudah kalian tidak usah ribut!" hardik nyai sulasih menenangkan murid muridnya.
"Guru. Apa yang di katakan narita itu memang benar, saya tidak pantas menjadi pewaris guru. Saya terlalu lemah untuk menjadi pemimpin, pengalaman sayapun juga sedikit. Saya tidak mau malah akan membuat perguruan kita jadi hancur, saya mohon guru mempertimbangkan lagi memilih saya." kata lasmi dengan suara bergetar dan tertunduk.
"hmm. Luar biasa." gumam panji manggut manggut tanpa sadar memuji lasmi karna mendengar ucapan lasmi.
Semua orang seketika meliat ke arah panji dengan pandangan heran. Apa yang luar biasa? Pikir mereka tidak mengerti dan heran dengan ucapan panji.
Ki sarkali menatap panji dengan heran sekali. "Panji. Apanya yang luar biasa?" tanyanya.
"hm?!" panji jadi tersadar telah kelepasan bicara, dia jadi salah tingkah sendiri karna semua orang memandang ke arahnya. "Maaf. Maaf. Saya kelepasan bicara. Maaf." ucapnya tertawa kecil karna jengah.
"Kau ini kenapa? Kau lagi ngigau ya?" tanya ki sarkali.
"Tidak. Saya tadi hanya merasa kagum saja mendengar ucapan nyai lasmi, saya salut sekali dengan kerendahan hatinya. Calon pemimpin yang bijaksana, luar biasa!" kata panji tersenyum lebar.
"hmm. Begitu?" kata ki sarkali manggut manggut.
"Ya sudah dari pada saya disini mengganggu rapat penting kalian lebih baik saya tunggu di luar saja. Permisi!" kata panji segera keluar dari ruang rahasia bawah tanah perguruan mawar putih.
Di luar ternyata hari sudah hampir mendekati senja dan di luarpun ternyata masih ada beberapa murid wanita, ada yang berjaga ada juga yang duduk di atas batu pinggir sungai jatilarang yang airnya berubah warna menjadi kuning kemerahan akibat terkena sinar mentari yang hendak kembali ke peraduannya di ufuk barat. Sungguh indah juga pemandangan senja di pinggir sungai jatilarang tersebut.
Panji langsung melompat di atas batu cukup besar dan berdiri tenang menatap ke arah matahari senja yang hampir menghilang di ufuk barat, jubahnya berkibar di terpa angin senja, wajahnya yang tampan semakin terliat tampan saat terkena cahaya mentari senja, sosoknya yang gagah berdiri di atas batu di terpa cahaya mentari senja telah menjadi pusat perhatian para murid wanita perguruan mawar putih yang sedang berjaga di luar ruang rahasia bawah tanah perguruan.
"Ekh. Coba liat pemuda itu, gagah dan tampan sekali ya?" bisik gadis muda yang duduk di batu tidak begitu jauh dari tempat panji berada.
"iya. Dia seperti pangeran dari suatu kerajaan, gagah, tampan dan berkharisma." bisik gadis muda yang lain.
"kalo aku punya kekasih seperti dia, huuuh.. Pasti aku akan bahagia sekali. Seperti terbang sampe ke langit ketujuh." kata gadis muda yang lain lagi.
"huuu. Memangnya kau saja yang mau, aku juga mau punya kekasih seperti dia." seru gadis muda yang pertama.
Mereka langsung tertawa bersama namun tidak berani kencang kencang karna takut di marahi oleh senior mereka.
"hmm." panji hanya tersenyum saja mendengar obrolan tiga gadis murid perguruan mawar putih tersebut.
Tiba tiba panji merasakan sesuatu yang datang dari arah timur perguruan mawar putih.
"hmm. Sepertinya ada tiga orang yang akan datang ke tempat ini." gumam panji lirih.
Benar saja tidak begitu lama ada beberapa orang yang muncul di tempat itu,kali ini dugaan panji sedikit meleset karna yang datang lebih dari tiga orang yaitu ada tujuh orang yang muncul. Dua orang tua berjenggot putih memake jubah merah darah, tiga orang berbaju hitam dan dua orang wanita baju biru tua. Panji agak terkejut meliat kehadiran dua orang tua berjubah merah darah karna dia merasakan dua orang tua itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa besar.
"hmm. Dua orang tua jubah merah itu bukan orang biasa, mereka memiliki tenaga dalam yang tidak bisa di pandang remeh. Siapa dua orang tua jubah merah itu? Kenapa semakin lama aku bertemu para tokoh yang memiliki kekuatan tinggi, para tokoh yang hadir di turnamen pedang kemarin aku kira adalah orang orang yang terhebat ternyata masih banyak tokoh kelas satu yang tidak aku ketahui. Hmm, menarik juga. Jika memang masih banyak para tokoh hebat yang belum ku ketahui akan semakin membuat aku tertarik menjalani kehidupan di jaman ini. Hehehe." gumam panji tersenyum penuh arti.
Para murid perguruan mawar putih yang berjaga di luar seketika berkumpul menghadang tujuh orang yang muncul tadi.
"Siapa kalian? Ada urusan apa kalian ke tempat kami?" seru salah satu murid wanita.
"Dimana guru kalian? Cepat suruh dia keluar!" bentak orang tua jubah merah yang bertubuh pendek.
"Ada urusan apa kalian mencari guru kami?" tanya salah sa tu murid wanita.
"Jangkrik!" umpat orang tua jubah merah betubuh pendek. "Tidak usah banyak tanya, cepat suruh guru kalian keluar!" bentaknya keras.
"Kurang ajar! Kami tanya baik baik kalian malah bersikap tidak sopan disini." geram murid wanita itu. "Serang!" teriaknya.
Seketika murid murid perguruan mawar putih menghunus pedang mereka dan langsung menerjang tujuh orang itu. Terjadilah pertempuran seru di tempat itu, panji hanya diam saja meliat pertempuran itu.
"hmm. Rupanya benar apa yang di katakan narita, jurus jurus silat perguruan mawar putih memang jurus dari aliran yang berdiri sendiri. Pada umumnya jurus jurus silat para pendekar yang aku temui pasti slalu bersumber pada ilmu 8 unsur ku yang mereka kembangkan sendiri tapi jurus silat perguruan mawar putih murni jurus silat dari aliran yang berdiri sendiri. Hmm, hebat juga." batin panji meliat pertempuran itu.
Pertempuran itu makin seru ketika murid murid perguruan mawar putih bergabung dalam satu formasi, formasi yang tadi sempat membuat panji kerepotan dalam menahannya. Kali inipun tujuh orang yang datang ke tempat itu juga di buat kerepotan oleh serangan unik formasi tersebut. Panji sekarang jadi bisa meliat dengan jelas gimana bentuk formasi tersebut, setelah mengamati dengan serius dan coba memecahkan formasi itu panji baru mengerti kenapa tadi dia begitu kerepotan melawan formasi tersebut.
"Owh, ternyata begitu. Formasi itu bergerak seperti itu rupanya, pantas aku tidak bisa segera memecahkan formasi itt. Hmm, cerdik juga." gumam panji sudah dapat menyelami gerakan formasi para murid perguruan mawar putih.
Pertempuran masih terus berlangsung sengit namun rata rata murid murid perguruan mawar putih belum punya pengalaman banyak di dunia persilatan sehingga semakin lama mereka semakin terdesak hingga pada suatu ketika formasi itu pecah karna beberapa murid berhasil di robohkan dan terluka cukup parah.
"hahahaha." tawa dua orang tua jubah merah meliat murid murid perguruan mawar putih roboh. "itu akibatnya berani melawan kami. Cepat suruh guru kalian keluar, kalo tidak aku akan membakar tempat ini. Cepat!" bentaknya keras.
Salah seorang murid buru buru masuk ke dalam ruang rahasia bawah tanah untuk melaporkan kejadian tersebut.
"Hai. Ada apa kalian datang ke tempat ini? Apa kalian hendak mengacau?" seru panji dari atas batu meliat tujuh orang tadi.
Ketujuh orang itu serentak menoleh ke arah panji.
"heh, bocah. Siapa kau? Sepertinya kau bukan murid perguruan ini." teriak orang tua jubah merah yang bertubuh pendek.
"Memang bukan. Aku hanya tamu disini." kata panji santai.
"Kalo kau bukan murid perguruan ini sebaiknya kau diam saja, tidak usah ikut campur urusan kami." bentak orang tua jubah merah bertubuh pendek.
"Siapa yang mau ikut campur urusan kalian? Urusan kalian saja aku tidak tahu mana bisa aku ikut campur. Dasar orang orang aneh kalian!" kata panji.
"Apa kau bilang? Orang aneh katamu? Mau ku pecahkan kepala mu ya berani mengatai kami orang aneh. Hah!" bentak jubah merah tubuh pendek.
"Ya kalo bukan orang aneh lalu apa namanya? Datang memberi salam saja tidak, langsung marah marah tidak karuan. itukan aneh namanya!" kata panji.
"huh. Untuk apa kami datang memberi salam pada bocah ingusan seperti kau? Sudah, kau minggat saja dari hadapan kami, cepat!" bentak jubah merah tubuh pendek.
"Kalo aku tidak mau kalian mau apa?" tanya panji tenang.
"Kalo kau tidak mau itu artinya kau tidak sayang nyawamu." sahut jubah merah tubuh pendek dingin.
"Jadi kalian mau membunuhku? Hmm, menarik juga." kata panji santai.
"Jangkrik!" umpat jubah merah tubug pendek gusar. "Dua siluman sungai condet. Kalian singkirkan bocah busuk itu, cepat!" teriaknya pada dua wanita baju biru.
"Baik, ki." sahut dua wanita baju biru serentak.
"Tunggu!" cegah panji cepat. Dia melompat turun dari atas batu dengan gerakan ringan. "Sebelum kalian membunuh ku, apa aku boleh tahu siapa kalian dan dari golongan apa kalian?" tanyanya.
"hahahaha." ketujuh orang itu tertawa terbahak bahak mendengar pertanyaan panji.
"Panji. Mereka adalah dua iblis jubah merah, tiga pedang sesat dan dua siluman sungai condet. Mereka dari golongan hitam yang sangat keji." teriak ki sarkali yang ternyata sudah keluar bersama nyai sulasih dan para murid perguruan mawar putih.
"hahahaha. Ki sarkali, rupanya kau juga ada disini. Pantas saja aku datangi tempatmu kau tidak ada disana, rupanya kau lagi bersenang senang dengan gendakmu itu. Haha!" seru jubah merah tubuh pendek mengenali ki sarkali.
"huhuh. Untuk apa kau datang ke tempat ku?" tanya ki sarkali dingin.
"Tentu saja untuk mencabut nyawa busukmu itu, rupanya kau ketakutan dan meminta perlindungan pada gendakmu itu. Hahahaha!" seru jubah merah tubuh pendek.
"Tutup mulutmu! Aku tidak pernah takut pada siapapun termasuk manusia busuk seperti kau." bentak ki sarkali gusar.
"Bagus. Ayo kita bertarung. Majulah bersama gendak mu itu, biar sekalian kami tidak repot repot membunuh kalian satu per satu!" tantang jubah merah tubuh pendek.
"Baik. Aku terima tantangan mu jubah merah!" sahut ki sarkali geram.
"Ei.Tunggu dulu!" cegah panji cepat. "Tadi kalian bilang mau membunuhku kok sekarang malah mau membunuh mereka, yang benar yang mana? Kenapa jadi plin plan begitu? Aku jadi bingung." ucapnya garuk garuk kepala.
"Jangkrik! Dasar bocah busuk. Dua siluman sungai condet, cepat kalian singkirkan bocah busuk itu. Dia hanya membuat sepet mataku saja, cepat!" teriak jubah merah tubuh pendek keras.
"Baik, ki." sahut dua wanita siluman sungai condet.
"Ki. Muridmu dalam bahaya, dua siluman sungai condet sangat berbahaya, kalo kau tidak mencegah mereka aku takut murid mu bisa celaka. Cepat kau cegah mereka menyerang murid mu itu. Cepat ki!" seru nyai sulasih pada ki sarkali cepat karna kuatir akan keselamatan panji.
"Kau ini bicara ngawur apa, nyi? Pemuda itu bukan murid ku." kata ki sarkali.
"Bukan murid mu? Lalu siapa pemuda itu ki?" tanya nyai sulasih cepat.
"Sudah, kau diam saja. Jangan banyak bicara, lukamu bisa tambah parah nanti." kata ki sarkali.
"Tapi ki kalo kita tidak mencegah mereka maka pemuda itu bisa celaka." kata nyai sulasih.
"Yang celaka bukan panji tapi mereka.Kita liat saja! Mereka tidak tahu siapa panji sebenarnya, kali ini mereka kena batunya." kata ki sarkali.
"Memang siapa pemuda itu sebenarnya, ki?" tanya nyai sulasih jadi penasaran.
Ki sarkali tidak menjawab pertanyaan nyai sulasih karna dua siluman sungai condet sudah bersiap menyerang panji.
Dua siluman sungai condet bersiap siap membuka jurus di hadapan panji. " Keluarkan semua ilmu yang kau miliki bocah!" teriaknya menatap panji tajam.
Panji hanya tersenyum manis saja meliat dua wanita siluman sungai condet, dia tetap berdiri saja tidak membuka jurus untuk melawan dua siluman sungai condet. Malah dia berdiri santai dengan kedua tangan seperti terikat ke belakang. "Ayo pilih bagian tubuh mana yang akan kalian serang untuk membunuh aku!" ucapnya memancing amarah dua lawannya.
"Bocah busuk sialan. Kau meremehkan kami. Mati kau! Hyeat!" teriak dua siluman sungai condet gusar diremehkan panji.
Dua siluman sungai condet bergerak serentak dalam gerakan jurus kombinasi yang sangat cepat sekali mengarah ke dua titik mati panji yaitu ke arah jantung dan lambung, gerakan kombinasi yang sangat cepat itu membuat semua orang berdecak kagum akan hebatnya jurus dua siluman sungai condet.
Semua orang malah menjadi tegang sekali oleh tingkah konyol panji yang sama sekali tidak berusaha menghindar dari serangan cepat dua siluman sungai condet, sejengkal lagi serangan di dua titik mati panji akan sampe namun panji tetap berdiri diam saja dengan senyum semakin lebar. Apa yang terjadi selanjutnya?!
Dua siluman sungai condet merasa memukul udara kosong belaka padahal jelas jelas mereka memukul tubuh panji seolah olah tubuh panji hanya seperti bayangan saja yang mereka pulul sampe tembus. Bukan hanya dua siluman sungai condet saja yang terkejut tapi semua orang yang menyaksikan itu juga di buat kaget dan heran.
Dua siluman sungai condet tiba tiba muntah darah lalu roboh tidak sadarkan diri. Lagi lagi semua semakin kaget dan heran meliat dua siluman sungai condet muntah darah dan roboh tidak bergerak padahal semua jelas jelas meliat panji tidak melakukan gerakan sedikitpun tapi kenapa dua siluman sungai condet bisa muntah darah dan roboh tidak bergerak.
"Ayo siapa lagi yang akan maju untuk membunuh ku?" tanya panji berdiri di tempatnya tanpa mengubah gayanya. Dia menatap lima orang di hadapannya dengan tersenyum saja.
Dua iblis jubah hitam dan tiga pedang sesat sampe tersurut mundur kebelakang menatap panji, seolah mereka seperti meliat hantu di siang bolong.
"Kenapa kalian malah jadi ketakutan begitu? Ada apa? Kemana sikap garang kalian yang tadi hendak membunuh aku? Ayolah siapa lagi yang akan maju membunuh aku. Hm?" tanya panji dengan senyuman mengejek lima orang itu.
"Bocah. Siapa kau ini sebenarnya? ilmu siluman apa yang gunakan untuk mengalahkan dua teman kami itu?" tanya salah satu dari tiga pedang sesat.
"Ya. Jika kau berani, ayo lawan kami tiga pedang sesat secara ksatria, jangan gunakan ilmu siluman mu itu!" seru salah satu tiga pedang sesat yang lain.
"Loh. Kalian ini bagaimana? Yang siluman itukan dua teman kalian itu, julukan mereka apa tadi? Oh ya, dua siluman sungai condet. Kenapa sekarang kalian menuduh aku memake ilmu silumana? Kalian ini plin plan sekali, tidak konsisten sama sekali. Aneh sekali kalian ini." sahut panji garuk garuk kepala.
"Kau membunuh dua teman kami tanpa menyentuh mereka sama sekali, kalo bukan ilmu siluman lalu ilmu apa?" seru salah satu tiga pedang sesat.
"Apa kalian pernah mendengar jurus sentilan jari dewa langit?" tanya panji santai.
"Sentilan jari dewa langit?!" seru semua orang terkejut.
"Jurus sentilan jari dewa langit? Jangan jangan kau...?!" kata tiga pedang sesat tercekat.
"Tadi kalian bilang menantang ku secara ksatria dan tidak boleh memake ilmu siluman, baik. Aku terima tantangan kalian. Kalian di juluki tiga pedang sesat maka aku akan melawan kalian dengan jurus pedang juga. Gimana jika aku menggunakan jurus pedang tarian naga langit saja, hm?" kata panji santai sekali tersenyum menatap tiga pedang sesat.
Tiga pedang sesat saling pandang, mereka semakin yakin jika pemuda di hadapan mereka adalah si dewa tengah, tokoh nomer satu dunia persilatan yang paling di segani di dunia persilatan.
"Sungguh mata kami ini buta tidak mengetahui tingginya gunung di depan kami, kami tidak menduga jika kami berhadapan dengan tokoh besar jaman ini. Dewa tengah, harap maafkan sikap kami yang lancang tadi. Kami tidak berani mengagulkan ilmu kami yang rendah ini di hadapan Dewa tengah." kata tiga pedang sesat langsung berubah bersikap sangat hormat kepada panji. Mereka menjura dalam dalam sebagai tanda penghormatan paling tinggi buat panji.
Panji hanya mengangguk saja membalas penghormatan tiga pedang sesat.
"Tuan Dewa tengah. Di antara kita tidak ada silang sengketa apa apa, untuk itu kami mohon undur diri saja. Permisi!" kata tiga pedang sesat menjura dalam dalam. "Dua iblis jubah merah, maaf. Kami tidak mau lagi bergabung dengan pendeta sesat kalawija, kami masih sayang pada nyawa kami. Kalo kalian ingin mati konyol di tempat ini silakan saja!" ucap mereka pada dua iblis jubah merah lalu melesat pergi.
Dua iblis jubah merah saling pandang seperti saling meminta pendapat.
"Tolo. Gimana? Kita ikuti saja apa kata tiga pedang sesat atau gimana menurut mu?" tanya jubah merah bertubuh jangkung.
"Kau ini bodoh atau apa? Apa kau percaya begitu saja kalo bocah itu adalah si dewa tengah? Aku yakin bocah itu hanya menggertak kita saja." jawab jubah merah bertubuh pendek.
"Tapi, kau liat sendiri tadi. Dia mengalahkan dua siluman sungai condet dalam sekejap dan malah tanpa menyentuh sama sekali. Masa kau masih tidak percaya kalo dia si dewa tengah." kata jubah merah bertubuh jangkung.
"Halah. Aku tetap tidak percaya kalo dia si dewa tengah. Sekalipun dia dewa tengah masa kita takut begitu saja, kita punya ilmu pamungkas yang jarang kita gunakan. ini kesempatan kita mendapat gelar tertinggi di dunia persilatan jika kita mengalahkan dewa tengah. Apa kau tidak mau menjadi pendekar nomer wahid dunia persilatan?" tanya jubah merah bertubuh pendek.
"Ya mau. Tapi?" kata jubah merah bertubuh jangkung masih ragu ragu.
"Tidak usah tapi tapian, kita gunakan ilmu pelebur bumi kita untuk mengalahkan bocah itu." kata jubah merah bertubuh pendek.
"Baiklah." sahut jubah merah bertubuh jangkung mengikuti apa kata temannya.
Jubah merah bertubuh pendek yang bernama asli ki tole menatap panji tajam sekali. "Anak muda. Aku mengakui ilmu silat mu sungguh di luar dugaan ku, jika aku boleh tahu apakah benar kau orang yang selama ini di sanjung sanjung oleh kaum persilatan yaitu orang yang bergelar Dewa tengah?" tanyanya.
Panji tersenyum simpul meliat dua iblis jubah merah. "Aku hanya manusia biasa saja bukan dewa." ucapnya.
"Jadi kau bukan dewa tengah?" tanya ki tole si iblis jubah merah bertubuh pendek.
"Nama ku panji. Dewa tengah hanya gelar guyonan para sahabat dunia persilatan belaka, padahal gelar dewa tidak sepantasnya di sematkan padaku. Saya sungguh malu hati mendapat gelar itu, padahal masih banyak para pendekar persilatan yang ilmunya jauh lebih tinggi di atas saya. Benarkan nisanak?" kata panji menoleh ke arah narita yang maksutnya hendak menyindir narita karna ucapan narita tadi saat di ruang bawah tanah.
Narita yang di pandangi panji langsung jadi salah tingkah karna dia tau maksut perkataan panji yang menyindirnya. Semua orangpun jadi meliat ke arah narita yang semakin membuat narita jadi semakin salah tingkah hingga dia hanya tertunduk malu saja.
"Huh. Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan tapi jika benar kau dewa tengah, kebetulan sekali aku memang sedang ingin tahu sehebat apa orang yang katanya mampu menaklukkan empat tokoh besar dunia persilatan. Anak muda, aku dengar jurus 9 jalur neraka mu hebat luar biasa, aku ingin sekali berkenalan dengan jurus mu itu. Apa kau bisa memberi petunjuk kepada kami?" seru ki tole.
"Akh. Lagi lagi jurus 9 jalur neraka, jurus itu hanya jurus biasa saja, saya takut malah membuat kalian kecewa setelah tahu kalo itu hanya jurus biasa." kata panji.
"hahahaha. Katakan saja kau takut kalo kami berhasil mematahkan jurus 9 jalur neraka mu." jengek ki tole.
Panji tertawa kecil mendengar itu. "Apa kalian pernah mendengar ilmu dewa petir?" tanyanya.
"ilmu dewa petir?!" seru ki tole tersentak kaget.
"Ya. Apa kalian pernah mendengar ilmu dewa petir atau kalian malah tahu ilmu itu?" tanya panji.
"Tentu saja kami tahu tentang ilmu dewa petir, itu ilmu hebat yang pernah ada di dunia persilatan dua ratus tahun lalu. Apa hubungan ilmu dewa petir dengan ilmu 9 jalur neraka?" tanya ki tole.
"ilmu 9 jalur neraka adalah nama lain dari ilmu dewa petir." jawab panji.
"APA?!" seru dua iblis jubah merah terkejut. "Kau jangan becanda bocah. ilmu dewa petir sudah punah sejak dua ratus tahun yang lalu jadi tidak mungkin ilmu muncul lagi." kata ki tole.
"Terserah kalian percaya atau tidak. Masih berminat melawan ilmu 9 jalur neraka?" tanya panji tetap santai.
"Tole. Jika benar ilmu 9 jalur neraka adalah ilmu dewa petir lebih baik jangan melawan ilmu itu, kita lawan saja ilmu dia yang lain." bisik ki tolo si jubah merah bertubuh jangkung.
"hmm." ki tole mengerti apa maksut ki tolo. ilmu 9 jalur neraka pasti ilmu pamungkas pemuda itu jadi jika mereka melawan ilmu yang lain maka kesempatan menang bisa lebih besar. "Baik. Kalo begitu kau ingin memake ilmu apa? Kami memiliki ilmu pelebur bumi." serunya.
"Aku tidak punya ilmu andalan apapun, aku hanya sedikit menguasai ilmu yang aku ciptakan sendiri yaitu ilmu tangan dewa. Aku gunakan ilmu tangan dewa saja untuk melawan ilmu kalian yang hebat itu." kata panji.
"Baik. Ayo kita mulai saja pertarungan kita!" sahut ki tole.
Ki tole dan ki tolo segera membuat gerakan jurus pembuka dari ilmu pelebur bumi, panjipun juga melakukan gerakan jurus pembuka dari ilmu tangan dewa.
"hyeaat!"
"hyeaat!"
"hyeaat!"
Dua iblis jubah merah segera melancarkan serangan dari dua arah menyerang panji, satu mengarah ke kepala dan yang satu mengarah ke dada. Serangan itu terliat agak lambat namun mengandung tenaga dalam yang cukup besar, ini terliat dari sambaran angin yang cukup kuat keluar dari jurus jurus mereka.
Panji tahu dua lawannya mengandalkan tenaga dalam besar maka dia tidak mau meladeni dengan tenaga keras juga, dia bergerak ringan dan mengandalkan kelincahan jurusnya. Dia bermaksut untuk mengukur seberapa tinggi ilmu silat lawannya maka itu dia jarang sekali beradu fisik dan memilih menghindar saja.
"Ki. Pemuda itu gerakan jurusnya sepertinya berdasarkan ilmu perubahan arah. Kau liatlah gerakan kakinya itu, dia bergerak dengan keseimbangan yang sempurna yaitu antara bertahan dan menyerang. Aku pikir hanya kita saja yang menguasai jurus silat berdasarkan ilmu perubahan arah, ternyata pemuda itu juga menguasai ilmu perubahan arah itu. Bagaimana menurut mu, ki?" kata nyai sulasih membaca gerakan jurus jurus panji.
"hmm. Ya kau benar, nyi. itu artinya ilmu silat kitapun bisa merajai dunia persilatan. Panji mendapat gelar dewa tengah karna ilmu silatnya berdasar pada ilmu perubahan arah, tentu kita juga bisa melakukan hal yang sama seperti panji. Mendapat nama besar di dunia persilatan dengan ilmu kita." kata ki sarkali.
"Kau benar,ki." sahut nyai sulasih langsung terliat girang. "kalo begitu harapan ku membuat perguruan mawar putih menjadi perguruan besar dan di segani bukanlah mimpi belaka." ucapnya senang.
"hmm." gumam ki sarkali mengangguk tersenyum.
Mereka kembali fokus memperhatikan pertarungan antara dua iblis jubah merah melawan panji, awalnya mereka senang karna ilmu silat mereka sama seperti panji yaitu bersumber pada ilmu perubahan arah namun mereka jadi bingung sendiri karna gerakan panji sekarang jadi lebih rumit dan sulit di tebak serta sangat berbeda dengan ilmu perubahan arah yang mereka pelajari dan pahami. Hal itu wajar saja karna mereka hanya mempelajari ilmu perubahan arah baru hanya sebatas kulitnya saja belum mencapai intisari dari ilmu perubahan arah yang sebenarnya. Mereka terlalu terfokus pada gerakan jurus luar panji saja, tidak mengetahui pengaturan tenaga dalam panji yang juga berdasarkan ilmu perubahan arah.
Mereka tidak tahu kalo panji juga menciptakan jurus jurusnya berdasarkan teori meminjam tenaga untuk memukul tenaga yang dia padukan dengan ilmu perubahan arah maka jurus panji menjadi jauh lebih rumit dan hebat luar biasa. Jika orang terlalu fokus pada gerakan jurus panji saja maka sejatinya orang itu telah termakan jurus silat panji, karna jurus jurus panji memiliki perubahan perubahan yang tidak terduga dan perubahan jurus itu tidak terhitung berapa jumlahnya. itu makanya ki sarkali dan nyai sulasih menjadi heran dan bingung sendiri dengan perubahan jurus jurus panji.
"Tolo. Habisi dia dengan jurus pukulan pelebur bumi. Ayo!" seru ki tole.
"Ayo!" sahut ki tolo cepat.
Dua iblis jubah merah segera mengerahkkan tenaga dalam mereka sampe ke puncaknya untuk mengeluarkan pukulan pamungkas mereka yaitu pukulan pelebur bumi.
"Pukulan pelebur bumi. Hyeat!!" teriak dua iblis jubah merah menghantamkan pukulan sakti bertenaga dalam tinggi ke arah panji.
Satu hempasan angin dengan kekuatan tenaga dalam tinggi langsung menghantam ke arah panji.
"Hupz!" panji melenting tinggi mengelak dari serangan pukulan bertenaga dalam tinggi dari dua orang lawannya.
"DUARR!"
Suara ledakan dahsyat mengguncang tempat itu, pukulan pelebur bumi dua iblis jubah merah menghantam tanah tempat panji tadi berada hingga tanah itu berlubang cukup besar. semua orang sampe berdiri goyang karna efek getaran suara ledakan dahsyat dari pukulan pelebur bumi yang menghantam tanah.
Dua iblis jubah merah tidak menyia nyiakan kesempatan dimana panji sedang melenting tinggi di udara, mereka segera menghantamkan lagi pukulan pelebur bumi ke arah panji karna tidak mungkin bagi panji untuk bisa menghindar.
"Pukulan pelebur bumi. Hyeat!!" teriak dua iblis jubah merah menghantamkan kembali pukulan pelebur bumi mereka ke arah panji yang sedang di udara.
Kembali hempasan angin berkekuatan tenaga dalam tinggi melesat ke arah panji.
Panji tidak tinggal diam begitu saja, dia buru buru mengeluarkan pukulan saktinya juga.
"Pukulan tangan dewa merajam bumi. Hyeaa!" teriak panji lantang memukul ke arah pukulan sakti lawan.
Tiada suara, tiada hempasan angin dan tiada lesatan aura yang keluar dari tangan panji, inilah keistimewaan pukulan tangan dewa merajam bumi milik panji ya ng tidak berwujud. Tiba tiba hempasan angin pukulan pelebur bumi milik dua iblis jubah merah buyar terkena satu kekuatan tidak terliat.
"Nguiing. BUMMM!"
Suara menguing seperti nyamuk terbang di dekat telinga terdengar sangat nyaring sekali yang lalu di susul suara ledakan mantap di tempat dua iblis jubah merah berada.
"Aaakh! Aaakh!"
Jerit dua iblis jubah merah melengking tinggi terdengar keras di tempat itu, tampak di tanah tempat dua iblis jubah merah tadi berada jadi berlubang besar dan di tengah lubang itu terliat dua iblis jubah merah terkapar namun tidak pingsan atau mati.
"hupz!" panji mendarat ringan di tanah. Dia segera mengatur aliran darah dan tenaga dalamnya yang bergejolak akibat benturan dengan tenaga dalam pukulan sakti dua iblis jubah merah tadi.
"Cepat kalian pergi dari tempat ini, bilang pada pemimpin kalian jika dia tidak menghentikan rencanya hendak membuat kacau dunia persilatan maka aku dewa tengah akan menghabisi dia dan pengikutnya satu per satu. Camkan itu!" kata panji dengan nada suara sangat angker sekali menatap tajam dua iblis jubah merah yang meringis kesakitan.
"Ba.. Baik.. Baik!" sahut dua iblis jubah merah tergagap menahan sesak di dada.
"Bawa juga dua teman kalian yang tidak berguna itu." kata panji dingin.
Dua iblis jubah merah segera beranjak berdiri seraya menahan sakit, dia segera mengangkat tubuh dua siluman sungai condet dan membawanya pergi dari perguruan mawar putih.
Ki sarkali dan nyai sulasih serta para murid perguruan mawar putih mendekati panji.
"Panji. Kau tidak apa apa?" tanya ki sarkali.
"Sepertinya perguruan ini juga tidak luput dari incaran pendeta sesat kalawija, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja. Aku akan ke markas mereka dan menghancurkan mereka." kata panji dengan nada suara penuh tekanan.
"Panji. Tenanglah! Kau harus bersabar, kau jangan bertindak gegabah." seru ki sarkali menasehati panji.
Panji menoleh menatap ki sarkali sejenak kemudian beralih menatap nyai sulasih. "Nyai. Saya kemari sebenarnya hendak meminta bantuan mu namun meliat lukamu yang cukup berat dan keadaan perguruanmu yang sedang tidak baik maka saya mengurungkan niat ku itu. Terpaksa saya akan bergerak sendirian." ucapnya.
Nyai sulasih menghela nafas panjang dan terbatuk batuk beberapa kali. "Aku merasa senang dan merasa terhormat tempatku ini di kunjungi tokoh besar seperti tuan panji, apa lagi tuan panji datang kemari bermaksut meminta bantuan kami tentu ini suatu kehormatan besar bagi perguruan mawar putih." ucapnya parau.
"Panji. Aku minta maaf pada mu, aku mengajakmu kemari untuk meminta bantuan perguruan mawar putih ternyata perguruan inipun juga di serang oleh orang orang jahat itu hingga kau malah terlibat pertarungan dengan mereka." kata ki sarkali.
"Tuan panji, walaupun aku sedang terluka berat dan perguruan ku juga sedang sedikit tidak baik tetapi tentu saja kami tidak mau mengecewakan kau, bantuan apa yang kau minta silakan katakan saja." kata nyai sulasih parau.
"Panji. Sekarang yang menjadi pemimpin perguruan mawar putih adalah lasmi, kau langsung saja bicara sama dia dan bicarakan apa yang menjadi tujuan kita kesini sama dia." kata ki sarkali.
"Lasmi. Antar tuan panji ke aula perguruan!" seru nyai sulasih pada lasmi.
"Baik, guru!" sahut lasmi.
"Lasmi. ingat, kau jangan sampe mengecewakan tuan panji apa lagi sampe membuat malu perguruan kita." kata nyai sulasih.
"Saya pasti akan slalu mengingat nasehat guru." sahut lasmi.
"Panji. Sepertinya aku tidak akan bisa bergabung bersama sama dengan para sahabat yang lain di pertemuan para pendekar besok, sampekan permintaan maafku pada ki jaludra dan yang lain. Aku akan membawa nyai sulasih ke lembah tengkorak untuk menemui salah satu sahabat kami yaitu si tabib sakti delapan penjuru, hanya dia yang mampu menyembuhkan luka dalam nyai sulasih, jadi aku tidak mungkin bisa hadir dalam pertemuan pendekar itu. Aku harap kau mengerti." kata ki sarkali.
Panji tertawa kecil meliat ki sarkali dan nyai sulasih secara bergantian. "Rupanya kalian adalah sahabat ki jalasena.Hmm." ucapnya manggut manggut.
"Kau kenal ki jalasena?" tanya nyai sulasih menatap panji.
Panji mendekati nyai sulasih meliat raut wajah nyai sulasih dengan teliti. "hmm. Maaf nyai, boleh saya periksa nadi nyai?" tanyanya.
Meski tidak mengerti apa yang hendak panji periksa tetapi nyai sulasih mengangkat tangan kanannya juga ke arah panji.
Panji tiba tiba menarik tangan nyai sulasih dan secara beruntun menotok ke seluruh titik jalan darah vital di tubuh nyai sulasih lalu bergerak cepat sekali mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh nyai sulasih hingga ki sarkali yang memegangi tubuh nyai sulasih di buat terdorong beberapa langkah ke belakang.
"Panji, apa yang kau lakukan?" teriak ki sarkali kaget sekali meliat apa yang panji lakukan pada nyai sulasih.
Seluruh murid perguruan mawar putih juga tersentak kaget dengan apa yang panji lakukan pada guru mereka, untuk sejenak mereka hanya terdiam saja karna kaget namun teriakkan narita membuat semua tersadar dari keterkejutan mereka.
"Semuanya! Cepat selamatkan guru!" teriak narita lantang.
Serentak murid murid perguruan mawar putih mencabut pedang dan langsung menerjang ke arah panji namun kibasan tangan panji membuat mereka terpental bergulingan ke tanah.
"Panji hentikan!" teriak ki sarkali keras namun panji tidak menghiraukan teriaknya. "Panji, jika kau tidak berhenti maka terpaksa aku akan menyerang mu. Hentikan!" teriaknya tegas mengancam.
Panji tetap tidak menghiraukan ancaman ki sarkali dan terus mengerahkan tenaga dalamnya ke tubuh nyai sulasih dan teriakan kesakitan nyai sulasih membuat ki sarkali jadi gelap mata.
"Panji. Ku bunuh kau!" teriak ki sarkali langsung melesat menyerang panji namun sebuah kekuatan maha dahsyat membuat ki sarkali terpental jauh dan terkapar di tanah dengan dada merasa sesak.
Sebenarnya apa yang tengah dilakukan panji pada nyai sulasih hingga semua orang kaget lalu menyerang panji?!
Panji tanpa memberi tahu semua orang telah berusaha mengobati nyai sulasih dengan ilmu jurus jari mataharinya, karna semua orang tidak tahu apa yang diperbuat panji membuat semua orang salah paham dan mengira panji hendak mencelakai nyai sulasih sehingga mereka menyerang panji bertujuan menolong guru mereka. Semua orang jadi tidak bisa berbuat apa apa karna tidak bisa mendekati panji, mereka hanya bisa menonton saja apa yang tengah panji lakukan pada nyai sulasih.
"Jurus jari matahari. Hyeaa!" teriak panji lantang langsung mengerahkan tenaga dalam ilmu 9 mataharinya.
"Hoeghk!" nyai sulasih menyemburkan cairan putih berbuih dan darah hitam kental dari mulutnya pertanda darah beku yang menyumbat peredaran telah berhasil di keluarkan.
Panji kembali menotok di beberapa titik jalan darah di tubuh nyai sulasih, kali ini dia mengubah tenaga dalam dari ilmu 9 matahari menjadi ilmu 9 bulan maka seketika tubuh nyai sulasih jadi menggigilkan kedinginan.
"Jurus formasi bintang utara. Hupz hyeaa!" teriak panji mengerahkan jurus formasi bintang utara dimana dia menotok tujuh titik jalan darah di tubuh nyai sulasih.
"hoegkh!" nyai sulasih kembali memuntahkan cairan yang kali berwarna biru agak kehitaman pertanda racun jahat yang mengendap berhasil di keleluarkan oleh panji.
Panji kembali menotok di beberapa titik jalan darah di tubuh nyai sulasih yang kali ini bertujuan membuka totokan yang dia lakukan tadi. Dia mengalirkan hawa murni ke tubuh nyai sulasih bertujuan menentramkan aliran tenaga dalam di tubuh nyai sulasih yang bergolak, setelah beberapa lama dia menarik hawa murninya karna pengobatan terhadap nyai sulasih telah selese dia lakukan.
"Bersemedilah untuk memulihkan semangatmu. Kau sudah sembuh total." kata panji lalu melesat ke arah batu besar di pinggir sungai. "hoegkh!" panji tiba tiba muntah darah segar tanda dia mengalami luka dalam. "Aku lupa jika tiga ilmu dewaku sudah di kunci, sekarang malah aku yang terluka dalam." gumamnya.
Panji buru buru duduk bersila guna mengobati luka dalamnya dan memulihkan tenaga dalamnya yang terkuras habis untuk menyembuhkan nyai sulasih.
Para murid perguruan mawar putih serentak berlari mendekati guru mereka.
"GURU?!" teriak mereka memanggil manggil guru mereka namun guru mereka diam saja seperti patung karna tengah memusatkan seluruh jiwa raganya untuk memulihkan tenaga dalamnya.
Narita yang mengira gurunya telah meninggal seketika jadi gusar sekali. "Panji. ku bunuh kau! Hyeaat!" teriaknya keras langsung melesat ke arah panji dengan pedang terhunus di tangan, dia menusuk dada panji yang tengah bersemedi.
"Narita, jangaaan!" teriak lasmi dan ki sarkali kaget sekali meliat narita menusuk dada panji.
Panji yang tengah memusatkan seluruh konsentrasinya dalam semedi tidak sempat lagi mengelak dari tusukan pedang narita maka tak pelak pedang narita menusuk dada panji sampe tembus ke belakang.
"Kau?!" seru panji tertahan menatap narita dengan pandangan yang tidak percaya kalo wanita itu menusuk dadanya.
"Kau telah membunuh guruku maka kau juga harus mampus. Hyeaa!" dengus narita dingin mencabut pedangnya dari dada panji.
"Puaaghk." panji muntah darah segar.
"Mati kau!" teriak narita bagai orang kalap langsung menendang tubuh panji hingga terpental terjun ke sungai.
"Aaagkh!" jerit panji menyayat hati yang suaranya langsung lenyap setelah tubuhnya tercebur ke sungai dan hanyut terbawa arus sungai yang deras.
"PANJI?!" teriak ki sarkali melesat cepat hendak menolong panji namun terlambat karna tubuh panji sudah lenyap hanyut terbawa arus sungai yang deras. "Panji. Panji. Panjiiiii." teriak teriaknya.
"Semua murid dengarkan perintahku!" teriak lasmi lantang sekali. "Cepat kalian cari tuan panji sampe ketemu. Cepat!" perintahnya.
"Baik!!!" sahut seluruh murid serentak dan langsung menyebar menyusuri sungai untuk mencari panji yang hanyut.
"Lasmi. Untuk apa kau menyuruh semua murid mencari orang yang telah membunuh guru? Percuma saja dia sudah mati." teriak narita.
"Diam kau, narita!" bentak lasmi keras dan tegas.
"Narita. Murid bodoh. Murid tolol kau!" bentak ki sarkali terliat gusar menatap narita.
Narita jadi heran dan bingung kenapa di bentak bentak oleh lasmi dan ki sarkali.
"Kau membunuh orang yang telah menolong gurumu. Dasar murid bodoh kau!" bentak ki sarkali terliat benar benar murka sekali menatap tajam narita.
"Paman guru. Biarlah kami saja yang menghukum narita, ini semua menjadi tanggung jawab kami. Mohon paman guru tidak turun tangan sendiri." seru lasmi.
Ki sarkali mengepalkan tangan erat sekali menahan rasa gusar yang teramat sangat. Seketika dia melesat pergi menyusuri sungai untuk mencari panji yang hanyut tadi.
* * *
RUANG Aula perguruan mawar putih pagi jelang siang hari ini terliat semua murid berkumpul, meski aula perguruan dipenuhi oleh seluruh murid namun terdengar sunyi karna tidak ada yang berani sedikitpun membuka suara. Mereka semua tertunduk dan berduka, sang guru juga terliat berduka sekali.
"Guru." kata lasmi memberanikan diri membuka suara.
"Diam!" bentak sang guru yaitu nyai sulasih keras sekali.
Lasmi seketika diam tidak berani buka suara lagi.
Nyai sulasih menatap tajam ke semua muridnya, ada hawa kemurkaan, kegusaran dan kekecewaan serta kedukaan yang sangat dalam terliat di pancaran matanya. "Bertahun tahun aku menjadi guru disini tidak pernah sekalipun aku merasakan perasaan sekecewa ini pada kalian. Hari ini aku benar benar sangat kecewa sekali pada kalian semua. Aku benar benar kecewa!" teriaknya.
BRAKKK!
Meja kecil di samping nyai sulasih hancur berantakan dipukul nyai sulasih karna saking gusar sekali.
"Nyai. Kau jangan terlalu mengumbar amarahmu, kau belum pulih benar tenagamu. Jangan sampe kau mengalami luka dalam lagi, itu akan sangat berbahaya buatmu." kata ki sarkali yang duduk di samping nyi sulasih.
"Biarlah aku sakit lagi, matipun aku juga tidak apa apa. Hari ini aku benar benar merasakan kekecewaan yang sangat dalam, karna ketidak becusanku dalam mendidik murid membuat tuan panji mati sia sia." dengus nyai sulasih benar benar gusar sekali.
"Sudahlah. Semua sudah terjadi, menyesalpun juga tidak ada gunanya. Muridmu berbuat demikian juga karna tidak sengaja, dia gusar karna menyangkau kau telah di celakai panji jadi ini sepenuhnya bukan kesalahan mu saja. Tenanglah!" kata ki sarkali.
"Ki. Panji adalah salah satu pendekar besar dunia persilatan, dia adalah pemimpin lima kedudukan dan dia juga adalah ketua dunia persilatan. Jika semua pendekar tahu panji mati konyol disini maka kau bisa bayangkan sendiri apa akibatnya. Dunia persilatan pasti gempar, tidak hanya wilayah barat saja yang gempar tapi semua wilayah akan menjadi gempar, perguruan mawar putih akan di salahkan oleh seluruh kaum persilatan. Hancur sudah reputasi ku di dunia persilatan yang aku bangun selama puluhan tahun hanya gara gara ketidak becusan ku mendidik seorang murid." kata nyai sulasih.
"Aku mengerti apa yang menjadi kekuatiran mu, tapi mau gimana lagi? Semua sudah terjadi, apapun yang terjadi kita harus siap menerima resikonya. Sudahlah, lebih baik kita cari gimana jalan keluar terbaik untuk mengatasi masalah ini." kata ki sarkali.
"itulah yang membuatku pusing ki. Bagaimana caranya untuk menjelaskan masalah ini kepada kaum persilatan, mereka pasti tidak akan mau mengerti." kata nyai sulasih.
"Ya kau benar." kata ki sarkali.
"Guru. ijinkan saya untuk mengutarakan pendapat." kat lasmi memberanikan diri untuk ikut berbicara.
"Kau mau bicara apa?" tanya sang guru penuh tekanan.
Lasmi membungkuk sejenak baru bicara. "Sebelumnya murid minta maaf jika lancang dan tidak tahu diri ingin mengutarakan pendapat..."
"Tidak usah banyak bicara, langsung saja katakan apa yang mau kau katakan. Cepat!" hardik sang guru memotong ucapan lasmi.
"Bab..bab..baik, guru." kata lasmi tergagap. "Begini, menurut murid lebih baik kita rahasiakan saja masalah ini dari orang luar agar tidak timbul masalah dan kegemparan di dunia persilatan." ucapnya.
"Huh. Jadi menurutmu kita rahasiakan masalah ini dari orang luar? Apa kau pikir gurumu ini seorang pengecut yang tidak berani bertanggung jawab. Hah?" bentak sang guru tegas.
"Bukan begitu maksut murid, guru. Kita rahasiakan dulu masalah ini untuk sementara waktu karna jika kita gegabah memberitahukan kabar ini maka yang ada akan membuat keruh dunia persilatan. Dunia persilatan saat ini tengah kacau, saya kuatir masalah ini akan di manfaatkan pihak orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengadu domba kita dengan kaum persilatan yang lain. Akan lebih baik jika kita memberitahukan masalah ini jika keadaan sudah benar benar kondusif." ucapnya.
"Benar. Aku setuju dengan pendapatmu, lasmi. Untuk sementara ini kita rahasiakan dulu masalah ini, jika pihak pendeta sesat kalawija mengetahui masalah ini maka aku takut mereka akan semakin leluasa dan merajalela seenak hati." seru ki sarkali menyetujui pendapat lasmi.
"hmm. Jika menurut mu itu yang terbaik untuk saat ini maka aku ikut saja apa katamu ki." kata nyai sulasih.
"Aku akan membicarakan masalah ini pada para sahabat yang lain untuk meminta pendapat mereka dan jalan keluar yang terbaik dan untuk kalian semua tolong teruskan pencarian kalian karna selama belum di temukan mayatnya aku punya firasat tuan panji belum mati." kata ki sarkali.
"hm. Aku mengerti, ki." kata nyai sulasih. "Kalian semua dengarkan perintah ku. Sekali lagi cari tuan panji di sepanjang sungai jatilarang, hidup atau mati dia hari kalian temukan. Kalian mengerti?" teriaknya.
"Mengerti!" sahut semua murid serentak.
"Bagus. Cepat laksanakan!" perintah nyai sulasih.
"Baik!" sahut semua murid yang ada di dalam aula serentak, mereka bergegas keluar dari dalam aula untuk melaksanakan perintah guru mereka.
"Nyai. Lusa adalah hari dimana pertemuan para pendekar akan di laksanakan, aku akan kesana sekarang juga." kata ki sarkali.
"Ki. Apa tidak sebaiknya besok saja kau berangkatnya? Kau istirahat saja dulu disini karna dari semalam kau belum istirahat. Besok kita sama sama berangkat kesana." kata nyai sulasih.
"Kau juga mau hadir dalam pertemuan para pendekar itu? Kau kan belum sembuh benar." kata ki sarkali.
"Aku sudah jauh lebih baik, paling juga bersemedi sebentar seluruh tenagaku akan pulih seperti sedia kala." kata nyai sulasih.
"hmm. Dewa tengah memang luar biasa, dia mampu menyembuhkan luka dalam mu yang sudah hampir mustahil di sembuhkan. Jujur aku semakin kagum sama dia." kata ki sarkali memuji panji.
"Yach,tapi sayang sekali dia celaka akibat kebodohan murid ku, jika mengingat itu aku jadi merasa malu pada diriku sendiri, kenapa aku memiliki murid sebegitu bodohnya." kata nyai sulasih terliat berduka.
"Sudahlah. Lebih baik kau istirahat saja agar tenaga dalammu cepat pulih. Lasmi, antar gurumu ke kamarnya." kata ki sarkali.
"Baik, paman guru." sahut lasmi mengangguk.
Lasmi segera mengantar gurunya menuju kamarnya, sementara ki sarkali masih duduk terdiam di tempat duduknya merenungkan semua kejadian yang menimpa panji dan berusaha mencari cara agar masalah ini tidak menimbulkan perpecahan antar sesama golongan putih.
* * *
BERITA kematian panji yang seharusnya hanya di ketahui oleh ki sarkali dan nyai sulasih serta para murid perguruan mawar putih ternyata bocor juga, berita itu tersebar luas di dunia persilatan hingga jauh ke daerah selatan, utara dan tengah. Sontak berita itu membuat gempar seluruh kaum persilatan baik golongan putih maupun golongan hitam serta dari kaum bangsawan kerajaan. Akibatnya kaum golongan hitam sebagian besar menjadi lebih berani membuat angkara murka dan ini juga membuat kelompok pendeta sesat kalawija jadi semakin leluasa menjalankan rencana mereka namun bukan berarti kaum golongan putih tinggal diam begitu saja, partai kecil sampe partai besar serentak bergerak untuk menghancurkan angkara murka yang di buat oleh pendeta sesat kalawija.
Kaum golongan putih bukan berarti juga tanpa masalah, mereka juga terlibat pertempuran antar sesama golongan akibat permasalahan berita kematian panji. Beberapa kali perguruan mawar putih di datangi orang untuk mencari dimana narita berada namun ternyata narita sudah tidak ada lagi di perguruan mawar putih, entah melarikan diri atau memang sengaja di sembunyikan oleh para murid perguruan mawar putih.
Sepuluh hari setelah kejadian panji di tusuk pedang oleh narita dan tercebur di sungai jatilarang hingga hanyut terbawa arus sungai yang deras.
Di sebuah bukit kecil yang tidak banyak di tumbuhi pohon besar yang terletak di antara perbatasan kerajaan giliwarna dan kerajaan karang setra yaitu bernama bukit puyuh. Bukit itu dinamakan bukit puyuh karna bentuknya yang hampir menyerupai pusaran angin puyuh.
Di lereng bukit puyuh itu terdapat sebuah rumah kecil yang bisa juga di katakan sebuah pondok. Di halaman pondok itu terliat dua orang gadis berbaju biru muda tengah berlatih ilmu silat pedang di bawah pengawasan seorang kakek berjubah coklat.
"Ranti, gerakan jurus mu kurang cepat, dara kau juga masih terlalu lambat. Ayo lebih cepat lagi." teriak kakek jubah coklat memberi arahan pada dua orang muridnya.
"Baik!!" sahut dua gadis itu serentak.
Dua gadis itu segera mempercepat gerakan jurus pedang mereka hingga terliat kilatan kilatan pedang yang terkena sinar matahari.
Dari dalam pondok seorang pemuda bertelanjang dada dimana dadanya di balut kain tanda kalo pemuda terluka, pemuda itu berjalan keluar pondok agak tertatih tatih sambil memegangi dadanya yang sakit, dia lalu duduk di lantai serambi pondok dan bersandar pada tiang meliat ke arah dua gadis yang tengah berlatih jurus pedang.
"hmm. Jurus pedang yang lumayan hebat tapi sayang ada beberapa jurus yang kurang pas dalam jurus pedang mereka. Jika beberapa jurus pedang itu lebih di sempurnakan pasti akan jauh lebih mantap jurus pedang mereka." batin pemuda itu dalam hatinya.
Siapa pemuda yang dadanya di lilit kain itu?! Dia tidak lain adalah panji. Panji di temukan oleh dua gadis yang sedang berlatih pedang itu ketika dua gadis itu mencuci baju di sungai dimana saat itu panji yang dalam keadaan pingsan tersangkut di celah batu pinggir sungai. Dua gadis itu segera menolong panji dan membawa panji ke tempat tinggal mereka di lereng bukit puyuh tersebut, oleh guru mereka panji mendapat perawatan dan pengobatan ala kadarnya serta semampu mereka.
"Cukup!" teriak si kakek jubah coklat menyuruh dua muridnya menyudahi latihannya. "kalian istirahat dulu, nanti baru kita lanjutkan latihannya." ucapnya.
"Baik, guru!!" sahut dua gadis tersebut.
Kakek jubah coklat berjalan ke arah serambi pondok dimana panji berada. "Owh. Kau sudah bangun anak muda? Lukamu masih belum benar benar kering, lebih baik kau jangan terlalu banyak bergerak agar lukamu tidak terbuka kembali." ucapnya pada panji.
"Saya sudah jauh lebih mendingan ki. Terima kasih atas pertolongan aki pada saya." kata panji sopan.
"Sama sama." kata kakek itu tersenyum, dia lalu duduk di atas tikar lusuh. "Ranti. Dara. Tolong siapkan makanan dan minuman buat kami." serunya pada dua muridnya.
"Baik, guru." sahut dua gadis itu segera menuju ke belakang pondok.
"hmm. Anak muda, siapa namamu dan dari mana kau ini berasal? Kenapa kau bisa terluka? Apa kau bertarung melawan musuh yang hebat?" tanya kakek itu memberondong beberapa pertanyaan sekaligus ke panji.
"Akh. Tidak, ki. Lawan saya bukan orang hebat tapi memang ilmu silat saya saja yang terlalu lemah, jadi ya seperti inilah saya jadi terluka. Untung saja ada aki dan dua murid aki yang menolong saya, kalo tidak ada kalian mungkin saya benar benar akan mati di sungai." kata panji.
"hmm. Apa kau baru turun gunung?" tanya kakek itu.
"Begitulah, ki." kata panji.
"hmm. Pantas. Hal itu biasa terjadi pada seseorang yang baru turun gunung. Dunia persilatan memang keras dan penuh tipu muslihat, jika tidak hati hati maka celakalah yang kita dapat." kata kakek itu.
"Benar, ki. Mungkin ini juga tidak lepas dari kebodohan saya karna saya terlalu jumawa dan menganggap bekal ilmu yang dapat sudah lebih dari cukup untuk mengarungi dunia persilatan, ternyata saya salah, di atas langit ternyata masih ada langit. Saya jadi sadar kalo ilmu silat saya ini tidak ada apa apanya. Saya jadi malu pada diri saya sendiri yang terlampau jumawa." kata panji tertunduk.
"Anak muda. Jika kau sadar akan kesalahan mu itu bagus, jadi kau bisa memperbaiki akan kesalahan mu itu. Anggap saja kejadian yang menimpa mu sebagai pengalaman yang berharga untuk mu." kata kakek itu.
"iya, ki. Terima kasih atas nasehat aki." kata panji.
"sama sama." kata kakek itu mengangguk.
Dua gadis murid kakek jubah coklat itu muncul sambil membawa makanan dan minuman untuk panji dan kakek itu.
"ini guru makanan dan minumannya." kata gadis yang berambut lurus panjang sambil meletakkan makanan dan minuman di atas tikar.
"Anak muda. Aku kenalkan, ini dua muridku. Mereka bernama ranti dan dara, aku sendiri ki paliman." kata kakek itu memperkenalkan diri dan kedua orang muridnya.
"Akh. iya, ki." kata panji mengangguk. "Nona berdua, terimalah salam hormat saya." ucapnya sedikit membungkuk.
Dua gadis itu tersenyum manis dan mengangguk pelan pada panji.
"Kau belum memberi tahu nama dan asal mu tadi. Apa kau keberatan memberi tahu kami siapa nama dan dari mana asalmu. Hm?" tanya kakek itu yang bernama ki paliman.
"Tentu tidak, ki. Nama saya..." belum sempat panji mengenalkan dirinya tiba tiba terdengar suara teriakan dari arah bawah bukit memanggil manggil nama ki paliman.
"Ki paliman. Apa kau ada di rumah? ini aku ki projo hendak berkunjung!" teriak suara dari arah bawah bukit.
"Ki projo. Hmm, ada apa dia datang ke tempat ku?" gumam ki paliman. "Aku ada di rumah, naiklah!" serunya lantang.
Tidak lama dari arah bawah bukit puyuh terliat seorang pria berbaju hijau berlari ringan ke arah pondok ki paliman dan dalam sekejap sudah tiba di depan pondok ki paliman.
"Ki projo. Tumben kau datang ke tempat ku ini, tidak biasanya kau kesini. Apa ada kabar penting yang hendak kau sampekan pada ku?" tanya ki paliman. "mari silakan duduk dulu." ucapnya mempersilakan orang baju hijau duduk.
Orang baju hijau bernama ki projo segera duduk di atas alas tikar. "Ada yang hendak aku kabarkan padamu ki. Pertama, apa kau sudah mendengar kabar tentang dewa tengah?" tanyanya.
"Dewa tengah? Memangnya ada kabar apa tentang dewa tengah? Oh iya, bukankah kau ikut menghadiri pertemuan para pendekar di perguruan jari sakti milik ki lodaya. Bagaimana pertemuan itu? Apa yang kalian bahas dan apa benar dewa tengah juga hadir?" tanya ki paliman.
"itu dia yang hendak aku beri tahu ke kamu ki. Pertemuan para pendekar kemarin terjadi kekacauan yang cukup besar, ki." jawab ki projo.
"Kekacauan cukup besar? Yang benar ki? Memangnya kekacauan seperti apa itu?" tanya ki paliman.
"Pertemuan para pendekar itu di susupi oleh pihak musuh yang coba menghasut para pendekar untuk saling bertikai, suasana semakin memanas saat terdengar berita kalo..." ki projo menghentikan ucapannya sejenak.
"Kalo apa ki?" tanya ki paliman penasaran.
"Kalo.. Kalo.." ki projo agak ragu ragu untuk mengatakannya.
"kalo apa ki? Kenapa kau jadi ragu ragu begitu? Ada apa?" tanya ki paliman semakin jadi penasaran.
"Kalo dewa tengah mati." kata ki projo akhirnya.
"APA?!" seru semua orang terkejut mendengar itu.
"ki projo. Kau ini bergurau atau sedang ngibul? Dewa tengah mati? itu tidak mungkin. Kau pasti bergurau, jangan bergurau seperti itu." kata ki paliman.
"Aku tidak bergurau ki. ini berita sungguhan." kata ki projo meyakinkan.
"Tidak. Aku tidak percaya. Ki projo, Dewa tengah itu bukan manusia biasa. ilmu silatnya nomer satu di dunia persilatan, dia adalah pemimpin lima kedudukan penting dunia persilatan. Pendekar mana yang sanggup membunuh dewa tengah? Rasa rasanya hampir tidak ada yang bisa membunuhnya, kalopun dia tewas itupun pasti musuh berbuat licik dan curang. Aku masih meragukan berita yang kau sampekan itu ki projo." kata ki paliman.
"Cerita begini ki..." ki projo menceritakan kejadian tewasnya dewa tengah dari cerita yang dia dengar saat pertemuan pendekar yaitu dari ki sarkali. "..begitu ki ceritanya. ki sarkali sendiri yang cerita." ucapnya mengakhiri cerita.
Ki paliman jadi terdiam setelah mendengar cerita dari ki projo, kejadian itu memang masuk akal juga jika dewa tengah bisa tewas.
"Maaf, paman. Sampe sekarang mayat dewa tengah belum juga di temukan?" tanya gadis berambut ikal bernama ranti.
"Belum nimas. Pihak perguruan mawar putih dan di bantu oleh para pendekar yang lain sampe sekarang masih mencari dimana mayat dewa tengah namun hasilnya masih nihil." jawab ki projo.
"ki projo. Urusan kematian dewa tengah mungkin memang sudah takdir, aku sekarang jadi ingin tahu gimana perkembangan dunia persilatan setelah kematian dewa tengah." kata ki paliman.
"Dunia persilatan jadi semakin kacau ki. Golongan hitam sekarang bergabung dengan pihak pendeta sesat kalawija, mereka berencana akan menghancurkan golongan putih." kata ki projo.
"hmm. Banjir darah tidak bisa di hindari lagi, kita sebagai orang dari golongan putih harus bersatu melawan mereka, jika tidak maka celakalah dunia persilatan." kata ki paliman.
"Ya, kau benar ki." kata ki projo mengangguk.
"Lalu keputusan apa yang di ambil dalam pertemuan para pendekar itu?" tanya ki paliman.
"Dalam pertemuan para pendekar tersebut diputuskan seluruh pendekar golongan putih di wajibkan bersatu dan untuk sementara melupakan ganjelan yang ada sesama golongan putih. Datuk barat di angkat menjadi pemimpin tertinggi dunia persilatan wilayah barat. Hari delapan bulan depan antara golongan putih dan golongan hitam akan mengadakan pertempuran besar untuk mengetahui siapa yang berkuasa di wilayah barat ini, golongan hitam atau golongan putih. Begitu ki." jawab ki projao.
"hm. Pertempuran besar sudah di tetapkan, kita tidak bisa diam saja berleha leha. Menghadapi kaum sesat butuh setrategi khusus dan terukur karna aku yakin pihak golongan hitam pasti sudah merencanakan semua ini dengan matang, kita tidak boleh gegabah dalam menghadapi mereka." kata ki paliman.
"Benar." sahut ki projo mengangguk cepat. "Ya sudah ki, kalo begitu aku pamit dulu. Aku harus buru buru memberitahu kabar ini pada yang lain. Permisi ki." ucapnya pamit.
"Ya. Silakan ki projo. Terima kasih sudah memberiku kabar, secepatnya aku akan bergabung dengan kawan kawan yang lain." kata ki paliman.
"Sama sama, ki." kata ki projo yang langsung melesat pergi menuruni bukit puyuh.
"Guru. Apa guru percaya kalo dewa tengah beneran mati? Bukankah dia pendekar terhebat jaman ini guru, masa bisa mati begitu saja." tanya ranti setelah ki projo tidak terliat lagi menghilang di kaki bukit puyuh.
"Entahlah. Guru sendiri tidak tahu mau percaya atau tidak. Terkadang memiliki ilmu silat tinggi bukan berarti menjadi yang paling hebat,bisa juga kalah hanya dengan hal hal yang sepele. Hidup ini sudah ada yang mengatur jadi apapun yang terjadi di dunia ini memang sudah menjadi garis takdir dari sang pemberi hidup di dunia ini." kata ki paliman.
"Dewa tengah itu juga manusia biasa, dia bukan dewa yang tidak bisa mati. Kalopun dewa tengah mati toh tidak ada yang aneh, setiap manusia pasti suatu saat akan mati juga." kata panji ikut bicara.
"Kau memang benar, setiap manusia pasti akan mati tapi dewa tengah itu memiliki ilmu yang luar biasa, rasanya aneh sekali kalo mati semudah itu." kata ranti.
"Umur manusia mana ada yang tahu panjang pendeknya, jangankan kematian seperti dewa tengah itu, orang kita duduk seperti ini saja bisa mati tanpa ada sebabnya. Jadi tidak perlu ada alasan khusus manusia itu mati, setiap makhluk hidup pasti akan mati juga gimanapun caranya." kata panji ringan saja.
"Kalo kami tidak menolong mu waktu di sungai, kau pasti mati atau tidak?" tanya ranti.
"Ya mana aku tahu, bisa saja aku mati, bisa juga aku hidup. Toh garis nasib seseorang tidak ada yang tahu." kata panji santai.
"Kalo kau beneran mati karna tidak kami tolong, bagaimana perasaan mu? Apa kau akan menyalahkan kami karna tidak menolong mu?" tanya ranti.
"Orang sudah mati mana bisa menyalahkan, kalo bisa menyalahkan berarti masih hidup." kata panji ringan saja.
"Benar juga ya? Orang mati mana bisa menyalahkan ya, bodoh sekali aku ini bertanya seperti itu." kata ranti.
"Kau tidak bodoh tapi sedikit kurang pintar." kata panji tertawa kecil.
"Yach. Kurang pintar dan bodoh itu sama saja, tidak ada bedanya." sahut ranti cepat.
"Beda dong. Bodoh itu berarti tidak punya otak tapi kalo kurang pintar itu masih punya otak tetapi kurang tajam. Begitu." kata panji.
"Akh. Sama saja. Tetap saja tidak ada bedanya." sahut ranti tetap ngeyel.
"Ya sudah terserah kau sajalah. Begini saja deh, misal aku menyebut mu bodoh kira kira kau tersinggung tidak?" tanya panji.
"Jelas tersinggunglah, mana ada orang di katain bodoh tidak tersinggung, pasti akan marah." jawab ranti cepat.
"Nah, jika aku menyebut kau kurang pintar, kau marah tidak?" tanya panji.
"Emp. Nggak sih. Kalo di katain kurang pintar itu terdengar tidak menyakitkan jadi yang nggak bakalan marahlah." kata ranti.
"Jadi. Bodoh dan kurang pintar sama tidak?" tanya panji.
"Ya samalah." jawab ranti tetap pada pendiriannya.
"Hufh. Terserah kaulah." kata panji mengalah tidak mau berdebat lagi.
"hehehehe. Aku menang." seru ranti tertawa cengengesan merasa menang berdebat dengan panji.
"Ekh. Namamu siapa sih? Kau belum memberi tahu nama mu dari tadi." tanya dara gadis yang berambut lurus panjang.
"Benar. Kau belum memberi tahu nama dan asal mu. Cepat beri tahu kami, ayo!" seru ranti.
Panji meliat ke arah kejauhan dimana terbentang panorama bawah bukit puyuh. "Nama ku panji dari lembah tengkorak." ucapnya.
"Panji lembah tengkorak." gumam dua gadis itu pelan.
"Panji tengkorak. Hmm, nama mu serem sekali. Biasanya nama tengkorak dipake oleh orang orang dari kaum sesat, jangan jangan kau orang dari goloogan sesat." kata ranti menatap panji tajam.
Panji tertawa kecil meliat ke arah ranti. "Kalo kau mengira aku dari kaum sesat, ya kau tinggal bunuh saja aku. Hm." ucapnya santai sekali.
"Kau tidak takut mati?" tanya ranti.
"Mati hidup seseorang sudah ada mengatur, kalo aku mati di tangan mu ya anggap saja itu memang takdir ku. Hm" kata panji tenang.
"huh. Aku tidak percaya kalo kau tidak takut mati." dengus ranti di hidung.
Ranti jadi ingin tahu apakah benar panji tidak takut mati atau hanya pura pura berlagak tegar saja, dia memukul panji dengan cepat bertujuan menguji apa pemuda itu serius dengan ucapannya. Jika panji menangkis atau mengelak dari pukulannya maka panji hanya berkata bohong tapi jika tidak maka panji beneran akan terkena pukulan darinya.
BUGK!
"Aaagkh!" teriak panji terguling ke tanah terkena pukulan ranti tepat di punggungnya yang terluka.
"Ekh?!" Dara dan ki paliman terkejut sekali meliat ranti beneran memukul panji.
"Ranti. Apa yang kau lakukan? Kau mau membunuh panji. Hah?" bentak ki paliman.
"Ekh?! Aku.. Aku.." ranti jadi binungung sendiri tidak bisa menjawab apa apa karna dia sendiri juga kaget tidak menduga kalo panji tidak mengelak dari pukulanoya.
"Panji." teriak dara langsung menolong panji yang terkapar. "Kau tidak apa apa? Apa kau baik baik saja?" tanyanya membantu duduk.
"hoegkh." panji muntah darah segar tanda lukanya kembali jadi parah lagi.
"Panji?!" seru dara dan ki paliman kaget meliat panji memuntahkan darah segar.
Ki paliman buru buru menotok titik jalan darah di dada panji untuk mengurangi rasa sakit. Terliat kain yang membalut luka di dada panji menjadi basah oleh darah yang keluar dari luka di dada panji.
"Gawat. Lukanya kembali terbuka. Dara ayo cepat bantu guru membawa panji ke dalam!" kata ki paliman cepat.
"Baik, guru!" sahut dara segera memapah panji.
"Ranti. Kenapa diam saja, cepat bantu dara!" teriak ki paliman pada ranti yang hanya berdiri diam saja.
"Ba.. Baik, guru!" sahut ranti buru buru juga ikut memapah panji.
Mereka membawa panji masuk ke dalam pondok dan membaringkan panji di atas dipan. Ki paliman segera memeriksa nadi panji untuk mengetahui seberapa parah luka panji.
"Guru. Bagaimana luka panji? Apa cukup parah?" tanya dara.
"Entahlah." jawab ki paliman. "Guru bukan ahli dalam pengobatan jadi tidak begitu tahu seberapa parah lukanya." ucapnya.
"Apa perlu aku panggil tabib kemari guru?" tanya dara.
"hm. Baiknya memang seperti itu." kata ki paliman.
"Kalo begitu saya akan memanggil tabib dari desa terdekat." kata dara segera hendak pergi.
"Tunggu!" seru panji mencegah dara pergi. Dia beranjak untuk duduk dengan susah payah. "Tidak usah. Aku tidak apa apa." ucapnya.
"Heh. Lukamu sangat parah, kalo tidak diperiksa sama tabib nanti makin parah." hardik ranti memarahi panji.
Panji tersenyum meliat ranti. "tidak apa apa. Kalo lukaku makin parah paling juga aku mati. Hehe." ucapnya tertawa.
"heh. Jangan becanda. Lukamu itu sangat serius, kau harus di obati sama tabib agar cepat sembuh." seru ranti memarahi.
Panji hanya tersenyum saja meliat ranti.
"Panji. Lukamu cukup parah, jika tidak segera di obati tabib maka luka itu bisa makin parah." kata ki paliman.
"Saya tidak apa apa, ki. Kebetulan saya juga ahli dalam ilmu pengobatan jadi saya tahu seberapa parah luka saya ini." kata panji kalem.
"Kau ahli ilmu pengobatan? Sukurlah kalo begitu." kata ki paliman lega.
"Ekh. beneran kau ini ahli ilmu pengobatan?" tanya ranti masih ragu.
"he-em." jawab panji mengangguk.
"Kalo begitu apa yang harus kami lakukan agar bisa menyembuhkan lukamu?" tanya ranti.
"Emp. Cukup buatkan ramuan obat saja." kata panji lalu menyebutkan bahan bahannya dan cara membuatnya.
Setelah sepuluh hari rajin minum ramuan obat dan bersemedi, kesehatan panji sudah berangsur angsur pulih. Lukanya juga sudah mengerin dan tidak berbahaya lagi. Berarti panji tinggal di pondok ki paliman genap dua puluh hari dan selama dua puluh hari itu terjadi banyak perubahan di dunia persilatan yang tidak di ketahui panji.
Pagi ini seperti biasa panji duduk di serambi pondok meliat latihan ranti dan dara berlatih jurus pedang.
"Panji. Gimana keadaan mu? Apa sudah pulih?" tanya ki paliman.
"Sudah sembuh seperti sedia kala, ki. Berkat pertolongan ki paliman, ranti dan dara saya jadi bisa cepat pulih. Terima kasih banyak." kata panji.
"hahahaha. Kami tidak merasa melakukan apa apa, sukurlah jika kau sudah sembuh." kata ki paliman tertawa lebar.
Panjipun tertawa ringan saja.
"Panji. Bagaimana kalo kita sedikit bermain main? Tubuhmu pasti jadi kaku karna selama dua puluh hari ini tidak pernah berlatih. Bagaimana?" kata ki paliman mengajak panji mengadu ilmu silat.
"Baik." sahut panji. "Tapi tolong jangan terlalu serius, ki. Jurus silat saya sangat buruk, saya takut mengecewakan aki." ucapnya merendah.
"hahahaha. Kau terlalu merendah. Ayo!" kata ki paliman tertawa lebar.
Panji segera berdiri berhadap hadapan dengan ki paliman. Ranti dan dara menghentikan latihan mereka dan menonton pertarungan antara gurunya melawan panji.
"Ayo guru hajar saja panji sampe babak belur!" seru ranti menyemangati gurunya.
"hust. Mereka cuma latih tanding saja, mana ada sampe babak belur segala." hardik dara.
"Biarin saja." sahut ranti mencibir.
"Ya sudah kalo gitu aku dukung panji saja. Ayo panji kamu pasti bisa!" seru dara.
"Loh. Kau malah dukung panji bukan guru, gimana sih." protes ranti.
"Biarin saja." sahut dara balas mencibir.
"ikh. Dasar." dengus ranti. "Ayo guru hajar saja panji sampe babak belur!" teriaknya.
"Ayo panji kamu pasti bisa, jangan mau kalah!" seru dara tidak mau kalah.
"Ayo mulai, panji!" seru ki paliman membuka jurus.
"Ayo, ki!" sahut panji juga membuka jurus asal asalan.
"Ayo serang aku!" seru ki paliman menyuruh panji menyerang.
"Baik. Hyeaat!" sahut panji langsung maju menyerang.
Panji menyerang ki paliman dengan jurus asal asalan saja, dia sengaja tidak mengeluarkan jurus aslinya karna tidak mau kalo ki paliman dan yang lainnya mengetahui kehebatan ilmu silatnya, biarlah semua orang menganggap kalo ilmu silatnya sangat rendah.
"hupz!" ki palmin menahan serangan jurus panji dengan mudah sekali. "Ayo serang aku lebih serius lagi, keluarlah seluruh kemampuan mu!" serunya.
Panji sedikit mempercepat serangannya namun tetap dalam jurus asal asalan sehingga berkali kali ki paliman mampu mematahkan serangan panji dan panji berkali kali juga terkena pukulan dan tendangan jurus ki paliman hingga panji ambruk dengan nafas ngos ngosan seolah sudah kehabisan tenaga.
"hahahaha. Kau ini lemah sekali anak muda, masa baru segitu saja sudah kelelahan, padahal aku baru mengeluarkan dua jurus saja tapi kau sudah kalah. Kau ternyata masih pemula, kau masih harus banyak belajar ilmu silat." kata ki paliman tertawa meliat panji yang ambruk kelelahan. "Ayo bangunlah, kita sudahi saja main mainnya." ucapnya lalu berjalan ke serambi pondok dan duduk di alas tikar.
Dara dan ranti mendekati panji yang beranjak berdiri.
"Kau ini payah sekali, masa baru segitu saja sudah kewalahan. ilmu silat mu ternyata cuma masih dangkal, kirain sudah sangat tinggi, ternyata.." ledek ranti menertawakan panji.
"heh, ranti. Tidak boleh begitu, panjikan baru saja sembuh jadi wajar kalo tenaganya masih lemah." hardik dara. "Kau tidak apa apa, panji? Mari aku bantu kamu." ucapnya pada panji.
"Tidak usah, terima kasih. Aku masih kuat kok." kata panji menolak halus.
"Cieee, belain terus. Kayaknya lagi ada yang jatuh hati nih." goda ranti pada dara.
"Ranti. Kau ini bicara apa sih? Jangan ngaco kamu." hardik dara memarahi ranti.
"hehe." ranti hanya menahan tawa saja meliat dara.
Panji tidak menghiraukan obrolan dua gadis itu, dia berjalan perlahan ke arah serambi pondok lalu duduk bersandar pada tiang serambi pondok.
"hehe. Tenaga mu belum sepenuhnya pulih, lebih baik kau banyak istirahat saja agar tenaga mu pulih seanteronya." kata ki paliman.
"Terima kasih, ki." kata panji kalem. "Sepertinya hari ini juga saya mau minta pamit pada ki paliman, saya terlalu lama disini, takutnya saya malah semakin banyak merepotkan ki paliman, ranti dan dara." ucapnya.
"hahahaha. Tidak apa apa anak muda, kami tidak merasa di repotkan. Kalo kau mau tinggal disini juga tidak apa apa, kami menerima dengan senang hati." kata ki paliman.
"Terima kasih atas maksut baik ki paliman tapi saya harus segera pulang ke lembah tengkorak, sudah terlalu lama saya meninggalkan rumah. Saya rindu sekali dengan rumah saya." kata panji.
"Owh. Begitu. Jika itu memang keputusan mu ya silakan saja. Memang sebaiknya kau jangan terlalu lama berkelana di dunia persilatan, terlalu berbahaya untuk mu." kata ki paliman.
"Ekh. Kau mau pergi?" tanya ranti menatap panji.
"Ya." jawab panji mengangguk.
"Memang kau mau kemana?" tanya ranti ingin tahu.
"Pulang ke lembah tengkorak. Sudah lama sekali aku tidak pulang, aku kangen rumah." kata panji.
"Owh." gumam ranti manggut manggut.
"Dara. Ambilkan barang barang milik panji dan siapkan juga bekal buat panji." seru ki paliman pada dara.
"Baik, guru." sahut dara.
"Tidak usah repot repot ki. Saya sudah terlalu banyak merepotkan kalian. Biar saya ambil sendiri saja." kata panji buru buru.
"Sudahlah tidak usah sungkan. Biar dara yang mengambil barang barang mu dan membuatkan bekal buat perjalanan mu pulang." kata ki paliman.
"Ya sudah kalo begitu, terima kasih." kata panji kalem.
Dara segera membuatkan bekal buat panji dan mengambilkan barang barang milik panji.
"Panji. ini barang bara ng milik mu dan ini bekal buat mu." kata dara menyerahkan pedang tengkorak dan buntalan kain pada panji, dia juga memberika sebuah buntalan kain yang berisi makanan.
"Terima kasih ya dara. Maaf merepotkan kamu." kata panji.
"Sama sama." kata dara tersenyum manis.
"Panji. Jika kau hendak pulang ke lembah tengkorak aku sarankan kau lewat saja ke desa ampel terus melewati pinggir hutan kayu urip, nanti kau akan ketemu pertigaan jalan, kau ambil saja arah ke kanan yaitu menuju arah lembah bangkai, jangan ambil arah kiri karna itu menuju ke wilayah kerajaan galuh. Disana sedang tidak aman jadi kau ambil saja arah lembah bangkai, meski lembah bangkai juga tidak begitu aman tapi bila kau berhati hati maka pasti kau akan baik baik saja, setelah keluar dari lembah bangkai kau akan bertemu kotaraja kerajaan karang setra. Nah, dari sana kau bisa langsung menuju ke daerah tengah dan pulang ke lembah tengkorak." kata ki paliman.
"Baik, ki. Terima kasih atas petunjuk ki paliman." kata panji mengangguk cepat.
"Ya sudah, berangkatlah. Hati hati di jalan." kata ki paliman.
Panji yang bertelinga tajam sedikit menoleh ke arah kanan belakang, dia mendengar suara langkah kaki orang cukup ringan dari arah bawah bukit.
"Panji. Ada apa?" tanya ranti heran meliat sikap panji yang sedikit aneh.
"Ada sekitar sepuluh orang menuju ke sini, dari pancaran aura yang keluar dari tubuh mereka sepertinya mereka datang dengan niat tidak baik." batin panji dalam hati.
"Panji. Panji. Heh. Panji!" tegur ranti berkali karna panji diam saja seperti orang melamun.
"Ehm. Ada apa?" tanya panji tersadar dari lamunannya.
"Kau melamun, ya?" tanya ranti meliat panji heran. "Haaa.. Aku tahu kenapa kau melamun. Kau merasa berat ya meninggalkan tempat ini karna disini ada seorang gadis cantik, imut dan menyenangkan. Kau beratkan ninggalin dara, yakan? Haha." serunya menggoda panji.
"Ranti. Kau ini bicara ngaco apa lagi. Hah? Sembarangan saja kalo ngomong." hardik dara memarahi ranti.
"halaaaah, bilang saja kau senangkan panji merasa berat ninggalin kamu disini." kata ranti menggoda dara.
"hust. Ssstt." hardik panji memberi isyarat pada ranti agar diam tidak berisik. "Ada orang datang, ada sekitar sepuluh orang menuju kemari." ucapnya.
"Orang datang? Mana?" tanya ranti celingukan mencari cari."Mana? Tidak ada orang yang datang satupun begitu." ucapnya.
Panji tidak menghiraukan ranti yang memang suka banyak bicara dan bawel.
"Ada orang datang!" seru dara menunjuk ke arah bawah bukit.
Dari arah bawah bukit terliat ada sekitar sepuluh orang berlari ke atas menuju ke arah pondok ki paliman dan tak lama mereka sudah tiba di depan pondok ki paliman. Ternyata sepuluh orang itu adalah para prajurit dan dua perwira tinggi serta seorang panglima suatu kerajaan yaitu dari kerajaan giliwarna.
Ki paliman yang mengetahui siapa orang orang tersebut buru buru berdiri. "Hahahaha. Panglima rakarsa, angin apa yang membawa mu jauh jauh dari kotaraja sampe ke tempat ku ini." serunya terliat gembira.
"hahahaha. Tentunya bukan angin puyuh ki." sahut pria paruh baya berseragam panglima yang dipanggil panglima rakarsa oleh ki paliman.
"Kalo angin puyuh tentunya kalian tidak akan sampe ke tempat ku ini. Hahahaha." kata ki paliman tertawa. "Panglima rakarsa, mari masuk ke gubuk reyot ku ini kalo panglima tidak merasa risih atau jijik." ajaknya.
"haha. Mana berani aku bersikap tidak hormat padamu ki. Terima kasih." kata panglima rakarsa.
"Mari mari. Silakan!" kata ki paliman mengajak panglima rakarsa.
Panglima rakarsa segera duduk di atas alas tikar bersama ki paliman.
"Panglima. Mari aku perkenalkan pada mereka. dua gadis itu adalah murid ku bernama ranti dan dara, kalo pemuda itu bernama panji tengkorak." kata ki paliman memperkenalkan ranti, dara dan panji pada panglima rakarsa. "Ranti. Dara. Panji. ini adalah panglima rakarsa, beliau panglima dari kerajaan giliwarna. Ayo beri salam hormat pada beliau!" ucapnya.
"Panglima!" ucap ranti, dara dan panji memberi salam pada panglima rakarsa.
"hmm." panglima rakarsa mengangguk membalas salam ranti, dara dan panji.
"Oh iya, gerangan apakah yang membuat mu jauh jauh dari kotaraja ke tempat ku ini?" tanya ki paliman merasa penasaran dengan kedatangan panglima rakarsa.
"Begini, ki. Maksut kedatangan ku kesini karna mendapat perintah dari pangeran hanucakra atas titah gusti prabu yaitu untuk menyampekan titah beliau padamu." kata panglima rakarsa.
"Titah dari pangeran untukku? Titah apa itu, panglima?" tanya ki paliman agak terkejut.
"Ki paliman diminta datang ke istana, pangeran hanucakra hendak membicarakan sesuatu masalah yang sangat penting sama ki paliman." kata panglima rakarsa.
"hm. Pangeran hendak membicarakan sesuatu masalah penting sama aku. Masalah penting apa itu kira kira?" gumam ki paliman.
"Saya tidak tidak tahu masalah apa persisnya tapi menurut dugaan ku pasti masalah yang berkaitan dengan keamanan istana dan keamanan kerajaan giliwarna pada umumnya." kata panglima rakarsa.
"Memangnya apa yang terjadi di istana panglima? Apa di istana ada yang mengacau?" tanya ki paliman.
"Ya. Beberapa hari yang lalu ada orang tidak di kenal menyusup ke istana, dia hendak mencuri keris pusaka naga sona di ruang pusaka namun ki ageng bangka berhasil menggagalkan pencuri itu, akan tetapi ki ageng bangka juga terluka cukup parah oleh senjata rahasia pencuri itu. Menurut dugaan ki ageng bangka, pencuri itu adalah salah satu dari anak buah pendeta sesat kalawija dan kemungkinan besar istana giliwarna juga tidak luput dari incaran pendeta sesat kalawija." kata panglima rakarsa.
"APA?!" seru ki paliman kaget sekali. "Lalu gimana keadaan ki ageng bangka dan istana sekarang?" tanyanya.
"Ki ageng bangka sudah di obati oleh tabib istana, keadaan istana saat ini masih cukup aman dan gusti prabu memperketat penjagaan di istana." kata panglima rakarsa.
"hmm. Baiklah. Aku akan ikut kau ke istana sekarang juga." kata ki paliman. "Ranti. Dara. Bersiap siaplah, kita akan ke istana sekarang juga." serunya pada ranti dan dara.
"Ke istana? Mau ngapain kita ke istana, guru?" tanya ranti ingin tahu.
"Sudaaah jangan banyak tanya, siapkan saja bekal buat kita. Ayo cepat!" kata ki paliman.
"Baik, guru!" sahut ranti segera masuk ke dalam pondok bersama dara.
"Panji. Kita berangkat bersama sama saja, nanti di desa puring kita baru berpisah." kata ki paliman pada panji.
"Baik, ki." kata panji.
* * *
DESA PURING Adalah sebuah desa kecil yang terletak tepat di perbatasan antara wilayah kerajaan giliwarna dan kerajaan karang setra. Di desa puring inilah panji berpisah dengan rombongan ki paliman karna istana giliwarna terletak ke arah barat dari desa puring sedang panji harus ke arah timur jika hendak menuju ke wilayah tengah yaitu harus masuk dulu di wilayah kerajaan karang setra.
Panji terus melanjutkan perjalanan menuju ke timur dan sore hari dia sudah melewati perbatasan kerajaan giliwarna, dia berjalan menyusuri jalan setapak di pinggiran hutan. Senja hari dia tiba di pertigaan jalan yang bilamana dia ke kanan maka dia akan menuju ke lembah bangkai dan jika ke kiri maka dia akan menuju ke perbatasan kerajaan galuh.
"Aku pilih jalan yang mana ya? Ke kiri kembali ke wilayah kerajaan galuh atau ke kanan ke lembah bangkai untuk menjemput mei ling? Kenapa aku jadi bingung ya? Hm. Payah!" gumam panji bingung hendak menuju kemana.
Panji masih bingung hendak menuju kemana, padahal hari sudah hampir gelap namun setelah berpikir dengan penuh pertimbangan akhirnya dia memilih ke lembah bangkai untuk menjemput mei ling yang di bawa nyai sika mawarni alias si cakar berbisa penguasa lembah bangkai.
"Akh. Lebih baik aku ke lembah bangkai saja, urusan dunia persilatan biarlah menjadi urusan datuk barat beserta para pendekar persilatan wilayah barat ini. Hm. Ya itu lebih baik, lagi pula semua orang sudah mengira kalo aku sudah mati. Hehe." gumam panji tersenyum senyum sendiri.
Panji meliat ke arah matahari yang sudah tenggelam di ufuk barat tanda senja sudah hampir berganti dengan malam. Dia berjalan agak cepat agar bisa lebih cepat sampe di lembah bangkai. Setelah cukup jauh dia berjalan, dia meliat ada sebuah kereta kuda yang berhenti di tengah jalan. Dia buru buru mendekati kereta kuda tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kereta kuda tersebut.
"Paman!" tegur panji begitu sampe di pinggir kereta kuda kepada seorang laki laki paruh baya yang merupakan kusir kereta kuda tersebut.
Orang tua kusir kereta kuda tersebut terlonjak kaget oleh kemunculan panji yang tiba tiba itu.
"Maaf mengejutkan paman." kata panji tersenyum.
"Heh. Siapa kau? Mau apa kau? Pergi. Jangan ganggu kami. Cepat pergi!" bentak kusir kereta kuda tersebut.
"Tenang. Saya bukan orang jahat. Saya orang baik. Paman jangan takut!" kata panji menenangkan kusir kereta kuda itu.
"Kau jangan bohong! Cepat pergi, jangan ganggu kami. Kalo tidak, aku pecahkan batok kepala mu! Pergi." bentak kusir kereta kuda tersebut tidak percaya pada panji.
Panji hanya mengerutkan kening heran meliat kusir kereta kuda itu yang ketakutan meliat dirinya.
"Bedul. Ada apa? Kau bicara sama siapa?" tanya suara pria dari dalam kereta kuda.
"Maaf, gusti. Ada pemuda asing hendak merampok kita. Mohon gusti jangan keluar, biar hamba bereskan pemuda ini dahulu." seru kusir kereta kuda menyahuti.
"Apa? Perampok?" seru suara dari dalam kereta kaget.
"Ya. Mohon gusti jangan sampe keluar dari dalam kereta, hamba takut pemuda itu sengaja memancing gusti keluar dan teman temannya menangkap gusti dang gusti putri." sahut kusir kereta kuda.
"Baik!" kata suara dari dalam kereta kuda.
Kusir kereta kuda itu langsung mencabut golok dan melompat turun dari atas kereta kuda.
"Heh. Maling kecil, cepat pergi kau dari hadapan ku sebelum ku tebas leher mu dengan golok ku ini. Ayo cepat!" bentak si kusir kereta mengacungkan goloknya ke arah panji.
Panji sebenarnya tidak mau meladeni kusir kereta kuda itu tapi dia jadi jengkel di katakan sebagai maling kecil, timbul niat di hatinya untuk mengerjai kusir kereta kuda itu.
"heh. Paman muka pantat kuda. Coba saja tebas leher ku kalo kau sanggup. Ayo majulah!" seru panji mengejek si kusir kereta kuda.
"Kurang ajar. Dasar maling kecil, berani sekali kau mengatai ku muka pantat kuda. Sudah bosan hidup kau.Hah?" bentak si kusir kereta kuda naik pitam di katai muka pantat kuda oleh panji.
"Ayo maju. Nih, leherku. Ayo coba tebas saja." ejek panji sambil menyondongkan kepalanya ke arah si kusir kereta kuda.
Si kusir kereta kuda benar benar gusar di ejek panji, seketika dia menyerang panji. "Mampus kau, maling busuk!" teriaknya.
Kusir kereta kuda bernama bedul yang sangat gusar di ejek panji benar benar menebaskan goloknya ke arah leher panji tapi dia hanya menebas angin saja karna panji tiba tiba sudah menghilang dari hadapannya.
"Kemana maling busuk itu?" gumam bedul celingukan mencari cari panji.
"Kau mencari siapa hei paman muka pantat kuda? Aku ada di sini." kata panji yang sudah duduk di atas kereta kuda.
"hah?" bedul kaget meliat panji sudah ada di atas kereta kuda.
"hehehe." panji tertawa mengejek.
"heh. Turun kau. Hadapi aku kalo berani, jangan hanya bisanya menghindar seperti monyet hutan. Turun kau!" teriak bedul.
"huh." dengus panji jengkel dimaki maki bedul. "hei. Paman muka pantat kuda. Rupanya mulut mu tidak pernah di ajari tata krama ya. Memakki maki orang seenaknya." ucapnya jengkel.
Panji melompat turun dari atas kereta kuda lalu berjalan tenang mendekati bedul dengan tatapan mata yang sangat dingin sekali. Bedul sampe bergidik meliat tatapan panji yang sangat dingin sekali itu, dia jadi nekat menyerang panji secara membabi buta. Panji menyentil golok bedul hingga golok itu terpental sangat jauh, dia juga menyentil tangan dan kaki bedul hingga bedul mengerang kesakitan dengan tubuh gemetaran.
"Ayo coba katakan lagi, kau mengatai aku apa. Hah? Ayo cepat katakan." bentak panji sangat dingin sekali. "Orang tua kok mulutnya sangat busuk. Aku robek mulut mu baru tahu rasa kau. Mulut cuma satu, jaga dan berkatalah yang baik, bukan buat mengatai orang seenak udel mu sendiri." ucapnya.
Bedul tidak bisa bicara apa apa karna menahan sakit di kaki dan tangannya, dia juga gemetaran karna takut panji akan membunuhnya.
"Kenapa diam? Tidak bisa bicara kau? Mana nyalimu yang mau menebas leher ku? Mana kata kata makian mu itu. Hah?" bentak panji.
"A.. A.. Amp.. pun.. Ampun.. Tuan." kata bedul gemetar ketakutan.
"Kalo aku beneran orang jahat, sudah ku potong lidah mu itu biar tidak bisa memaki orang seenakmu sendiri." kata panji sangat dingin sekali.
"Hentikan!" teriak suara dari arah pintu samping kereta kuda.
Panji menoleh ke arah suara tersebut, di pintu samping kereta kuda tampak berdiri seorang pria gagah berpakaian indah khas petinggi istana.
"Ayah. Jangan keluar. Ayah! Nanti ayah bisa celaka." seru suara wanita dari dalam kereta dan secara sekilas di dalam kereta terliat seorang gadis muda sangat cantik sekali berpakaian indah dan mewah.
"kumala. Kau diam saja di dalam kereta! Ayah akan membereskan pemuda yang hendak merampok kita itu." kata pria paruh baya yang masih gagah itu yang ternyata ayah dari gadis dalam kereta kuda.
Pria paruh baya itu berjalan mendekati panji dengan sorot mata sangat tajam. "Kisanak. Apa mau mu? Kau hendak merampok kami?" teriaknya.
Panji balas menatap tajam dan dingin sekali ke arah pria paruh baya tersebut. "Hei. Pak tua, apa kau pikir tanpang ku ini ada potongan seorang perampok. Hah?" ucapnya.
"Jika kau tidak ingin merampok kami lalu mau apa kau datang kemari?" tanya pria tersebut.
"Aku hanya lewat tempat ini saja, bukankah ini jalan umum? Apa aku tidak boleh lewat tempat ini?" kata panji.
"Boleh saja. Siapapun boleh lewat tempat ini. Kalo kau hanya lewat tempat ini lalu kenapa kau mengganggu kami?" kata pria itu.
"Siapa yang mengganggu kalian? Aku lewat tempat ini dan kebetulan meliat kereta kuda di tempat ini, aku hanya penasaran dan heran kenapa di tempat sesepi ini ada kereta kuda, apa salahnya aku mencari tahu kenapa ada kereta kuda di tempat sesepi ini. Hm?" kata panji.
"Kalo memang tidak berniat jahat hendak mengganggu kami lalu kenapa kau menyakiti bedul kusir kereta kuda kami?" tanya pria itu.
"Dia pantas menerimanya. Mulutnya tidak bisa dia jaga, memaki maki dan mengatai orang seenaknya sendiri. Aku bertanya dengan baik baik malah di maki maki dan di katai maling kecil, memang apa yang sudah aku curi dari kalian. Hah?" kata panji.
"kalo kau memang orang baik dan tidak punya niat jahat pada kami, tolong biarkan kami pergi. Anggap saja kami yang salah, kami minta maaf telah membuat kau tersinggung." kata pria tersebut.
Panji mundur beberapa langkah ke belakang. "Silakan saja!" ucapnya.
"Bedul. Ayo pergi." kata pria itu pada si kusir kereta kuda.
Bedul si kusir kereta tidak bisa bergerak karna tangan dan kakinya telah terkena totokan, dia hanya bisa merintih dengan tubuh gemetar.
"Bedul?" seru pria itu terkejut meliat bedul yang gemetaran tidak bisa bergerak. "kisanak. Apa yang telah kau lakukan pada bedul?" tanyanya menatap panji.
"Huh. itu pelajaran buat orang yang tidak bisa menjaga perkataannya." kata panji.
Pria itu memeriksa tubuh bedul, setelah diperiksa dia jadi tahu apa penyebab bedul gemetaran tidak bisa bergerak yaitu bedul telah di totok di titik jalan darah kaki dan tangannya. Buru buru pria itu membebaskan totokan itu namun tidak berhasil, berkali kali dia coba tetap tidak berhasil juga. Pria itu jadi sadar jika tengah berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki ilmu sangat sakti, ini dapat dia liat dari totokan unik di tubuh bedul yang di lakukan pemuda itu.
"Tuan. ilmu totokan tuan sangat unik dan hebat, maafkan kami yang telah membuat tuan menjadi tersinggung tadi. Saya mohon tuan sudi membebaskan totokan di tubuh bedul." kata pria itu menyoja ke arah panji.
Panji hanya mendengus di hidung saja dan hendak melangkah pergi.
"Tuan!" panggil pria itu mencegah panji yang hendak pergi.
"Kau tadi bilang hendak pergi, silakan saja. Aku tidak akan menghalangi kalian. Silakan!" kata panji.
"Tapi tuan.." kata pria itu.
"Dia mendapatkan ganjaran atas apa yang telah dia ucapkan. Jika kau sanggup menolong dia ya silakan saja. Permisi!" kata panji acuh tak acuh langsung melangkah pergi.
"Tuan!" panggil suara gadis dari pintu kereta, gadis itu turun dari dalam kereta lalu berjalan ke tempat ayahnya.
"Kumala. Kenapa kau turun? Cepat masuk ke dalam kereta. Di luar berbahaya. Ayo!" hardik pria itu pada putrinya.
"Tidak apa apa,ayah.saya yakin tuan itu adalah orang baik." kata gadis bernama kumala tersebut. "Tuan. Mohon bebaskan totokan tuan di tubuh paman bedul, dia sudah mendapatkan ganjaran dari tuan atas perkataannya yang telah menyinggung tuan. Saya yakin paman bedul sudah menyadari akan kesalahannya, jadi saya mohon tuan berbesar hati untuk membebaskan paman bedul. Apakah permintaan maaf kami belum cukup?" ucapnya halus pada panji.
Panji tidak menoleh ke arah gadis itu, dia menyentilkan jarinya beberapa kali ke arah titik jalan darah di kaki dan tangan bedul membebaskan totokan yang dia lakukan tadi. "Dia sudah ku bebaskan totokannya. Permisi." ucapnya.
Ayah dan anak itu terkejut sekali meliat cara panji membebaskan totokan di tubuh bedul, tanpa menyentuh sama sekali dan hanya menyentilkan jari dari jarak jauh sudah mampu membebaskan totokan di tubuh bedul. Bedul bangkit berdiri dan sudah bisa bergerak seperti semula.
"Paman bedul. Apa kau baik baik saja?" tanya kumala.
"Paman tidak apa apa gusti putri. Terima kasih atas pertolongan dari gusti putri." kata bedul.
"Sukurlah kalo paman bedul tidak apa apa. Cepatlah paman bedul minta maaf pada tuan itu." kata kemala.
"Baik gusti putri." kata bedul mengangguk cepat. "Tuan muda. Maafkan perkataan saya tadi, saya yang salah. Mohon tuan muda sudi memaafkan saya." ucapnya pada panji.
"Sudahlah. Tidak apa apa. Saya permisi dulu!" kata panji langsung hendak melangkah pergi.
"Tuan, tunggu!" cegah kumala cepat.
Panji tidak jadi melangkah dan meliat kumala. "Ada apa?" tanyanya.
"Tuan hendak pergi kemana? Jika kita searah dan satu tujuan kenapa kita berangkat bersama sama saja?" kata kumala.
"Kumala?" hardik sang ayah terkejut mendengar itu. "Kau jangan percaya begitu saja pada orang yang tidak kita kenal, jangan gegabah." ucapnya.
"Tidak apa apa ayah. Saya yakin dan percaya tuan itu pasti orang baik." kata kumala.
"Kau jangan menilai seseorang baik atau tidak pada orang yang baru pertama kali kau temui, luarnya baik tapi kita tidak gimana hatinya. Kita harus slalu waspada dan berhati hati." kata ayah kumala.
"Benar apa yang di katakan ayah mu. Jangan mudah percaya pada orang yang belum pernah kau kenal, orang baik itu dapat di hitung tapi orang berpura pura baik tidak dapat di hitung." kata panji ikut menasehati kumala.
"Tapi aku percaya kalo tuan adalah orang baik." sahut kumala meliat panji.
"Huh. Kau percaya aku orang baik tapi aku tidak percaya kalian orang baik." dengus panji.
"Kenapa kau bisa berkata kami bukan orang baik? Apa alasan mu?" tanya kumala.
"huh. Permisi." dengus panji langsung melangkah pergi.
"Ekh. Tuan, tunggu!" seru kumala mencegah namun panji tidak mengacuhkannya dan terus berjalan pergi.
"Yach. Dia pergi." ucap kumala menghela nafas.
"Sudahlah. Sebaiknya kita juga pergi dari tempat ini. Bedul, ayo pergi." seru ayah kumala.
"Baik, gusti. Tapi..." sahut bedul ragu ragu.
"Kenapa?" tanya ayah kumala.
"Anu gusti. Apa kita akan tetap nekat meneruskan perjalanan? Apa tidak akan apa apa jika kita meneruskan perjalanan karna lembah bangkai sangat berbahaya jika di lewati pada malam hari jika lewat hutan kayu urip sama berbahayanya. Saya takut terjadi apa apa sama kita, gusti." kata bedul.
"Aku tahu itu, bedul. Tapi kita juga tidak mungkin bermalam di tempat ini karna tempat ini juga sangat sepi dan kita tidak tahu bahaya apa yang sedang mengintai kita." kata ayah kumala.
"Lalu bagaimana sebaiknya, gusti?" tanya bedul.
"Ayah. Kita ikuti saja pemuda tadi, dia berani sendirian melewati lembah bangkai berarti dia pemuda sakti." kata kumala.
"Tapi gusti putri. Gimana kalo pemuda tadi adalah orang jahat, kita pasti akan celaka." kata bedul sangsi.
"Kita berdoa saja dia orang yang baik, kalo dia memang orang jahat maka sudah dari tadi kita celaka oleh pemuda itu. Buktinya dia tidak ngapa ngapain kita, itu sudah cukup menandakan dia orang baik. Aku yakin itu." kata kumala.
"Ya benar. Kita ikuti pemuda tadi saja mumpung belum jauh. Kita pasrahkan nasib kita pada sang hyang widi, mudah mudahan kita akan baik baik saja. Ayo bedul kita jalan!" kata ayah kumala.
"Baik, gusti." sahut bedul.