Teya Salat

08:33 | 07-05-2024
HomeGebeMenu
MATAHARI pagi sudah semakin meninggi tanda hari akan beranjak menjadi siang, di bawah pohon rindang gadis berbaju biru bernama cempaka masih hanyut dalam ratapan sedihnya yang apabila ada orang mendengar ratapannya itu akan menjadi tersentuh dan ikut larut dalam kedukaan hati yang gadis itu rasakan. Tidak jauh dari tempat cempaka, tepatnya di atas pohon panji terus mengawasi dan mendengarkan ratapan gadis tersebut. Mendengar ratapan pilu gadis itu membuat panji jadi lebih tahu latar belakang tentang gadis tersebut, dia tidak menghiraukan apa yang menjadi ratapan gadis tersebut, baginya yang patut di kasihani bukan nasib si gadis tetapi lemahnya hati gadis itu yang mudah sekali patah semangat dan putus asa oleh masalah yang di hadapinya.
Panji turun dari pohon lalu berjalan mendekati cempaka yang sedang menangis pilu, karna tengah menangis sedih membuat cempaka tidak menyadari kalo panji sudah duduk di samping kirinya.
"Ck.ck.ck. Kasihan, sungguh kasihan sekali." gumam panji berdecak sambil geleng geleng kepala pelan.
Cempaka tersentak kaget mendengar ada suara orang di dekatnya, dia semakin kaget setelah tahu siapa yang bicara tadi.
"KAU?!" seru cempaka kaget meliat panji.
Panji tersenyum meringis meliat cempaka yang terkejut.
"Sejak kapan kau berada disini? Bukankah tadi kau bilang mau pergi dari sini meninggalkan aku sendirian di tempat ini biar aku di gigit ular berbisa dan tubuh ku di makan binatang berbisa tempat ini, kenapa kau kembali lagi? Apa kau menyesal dan tidak tega meninggalkan gadis lemah seperti ku? Huh, dasar orang aneh. Orang tidak punya pendirian, bilangnya mau pergi tapi tidak jadi. Benar benar orang aneh." seru cempaka dengan nada tinggi memarah marahi dan ketus pada panji.
Cempaka meski di mulut terdengar marah marah dan ketus tetapi di dalam hatinya sangat senang ternyata panji tidak jadi pergi meninggalkan dirinya, tadinya dia menduga panji benar benar tega meninggalkan dirinya sendirian di tempat itu. karna sifatnya yang keras kepala dan egonya juga sangat tinggi maka enggan menunjukkan rasa senangnya itu.
Panji sebenarnya tahu gadis itu hanya berpura pura marah dan ketus padanya tapi karna ego gadis itu yang sangat tinggi dan juga keras kepala maka gadis itu enggan menunjukkan betapa senang hatinya dia ternyata kembali lagi. Panji tertawa di dalam hati meliat sikap gadis itu yang berlagak marah marah dan ketus, panji jadi ingin mengetes gadis itu apakah gadis itu tetap akan bertahan pada egonya yang sangat tinggi itu atau gadis itu akan berubah menurunkan egonya tersebut, tetapi jika gadis itu tetap bertahan pada egonya maka panji tidak bisa apa apa lagi, itu artinya gadis itu memang benar benar tidak mau dia tolong dan terpaksa dia akan pergi beneran.
"Awalnya aku mengira kau akan berubah pikiran jika aku kembali untuk menolong mu tapi ternyata aku salah, rupanya kau memang benar benar tidak mau aku tolong, kau memilih tetap ingin mati di tempat ini dimakan binatang berbisa dari pada aku tolong agar tetap hidup. Jika tekad mu memang sudah bulat tidak ingin tetap hidup, Yach... Aku bisa apa lagi. Aku doakan kau cepat mati seperti apa yang kamu harapkan. Selamat tinggal." kata panji datar.
Panji segera beranjak berdiri dan tanpa melirik sedikitpun ke arah cempaka dia berjalan meninggalkan tempat itu.
Cempaka langsung kebingungan karna panji ternyata merasa tersinggung atas ucapannya yang kasar dan ketus, padahal dia hanya berpura pura marah saja tadi karna dia tidak ingin panji tahu jika betapa senang hatinya meliat panji kembali, kalo panji tahu maka dia akan merasa malu sekali. Karna merasa panji akan benar benar pergi maka cempaka tidak bisa lagi bertahan dengan egonya, mau tidak mau dia harus membuang egonya kalo tidak mau panji benar benar pergi meninggalkannya sendirian di tempat sepi ini.
"Tunggu!" teriak cempaka cepat mencegah.
Panji menghentikan langkahnya, dia berdiri tenang tanpa membalikkan badan. "Ada apa? Apakah ada yang ingin kau sampekan?" tanyanya datar.
"Jangan pergi." kata cempaka setengah bergumam sehingga terdengar kurang jelas.
"Apa? Kau bilang apa?" tanya panji merasa kurang jelas.
"Aku bilang jangan pergi!" teriak cempaka dengan kesal. "bicara begitu keras pura pura tidak dengar, dasar oraang aneh." gerutunya dengan wajah cemberut, karna sejatinya dia merasa malu meminta panji untuk tidak pergi.
Panji tersenyum menahan tertawa karna berhasil membuat gadis keras kepala itu mau mengalah, tapi karna tidak mau terliat menang yang bisa membuat gadis itu tersinggung maka dia bersikap biasa saja. Panji balik badan kembali berjongkok di dekat cempaka.
"Aku tadikan tidak dengar karna suara mu tidak begitu jelas, wajar sajakan jika aku tanya lagi untuk memastikan." kata panji kalem.
"Cih. Aku bicara keras begitu di bilang tidak jelas, kau pasti hanya pura pura saja tidak dengarkan supaya aku malu karna meminta mu jangan pergi. Sudah puas kau berhasil membuat aku malu, dasar." kata cempaka kesal.
"Yaaa, lumayanlah." sahut panji biasa saja.
"Ei. Jangan merasa menang dulu kamu, liat saja nanti kalo aku sudah pulih akan ku balas kau. ingat itu." seru cempaka marah marah.
"Sudah jangan marah marah terus, memang kau tidak capek apa marah marah terus. Kau kan baru saja siuman dari tidur nyaman mu di sungai, jadi kau harus hemat tenaga mu itu." kata panji sedikit bercanda.
"Apa kau bilang? Tidur nyaman di sungai? Heh. Aku pingsan bukan lagi tidur nyaman di sungai. Mana ada orang tidur nyaman di sungai, yang benar saja kau." omel cempaka jengkel.
"iya iya, pingsan. Orang becandapun tidak boleh." kata panji.
"Orang becanda juga ada saatnya yang tepapt, orang lagi dalam keadaan begini malah di ajak becanda." semprot cempaka ngomel ngomel.
Panji diam saja tidak bicara lagi karna tidak mau meladeni ocehan gadis keras kepala itu, karna kalo terus di ladeni dia sendiri yang akan merasa capek, jadi panji memilih diam saja.
"kenapa kau diam? Kau marah padaku? Kau kesal padaku? Kau ini pria atau wanita sih, gampang banget ngambek. Ya sudah aku minta maaf kalo begitu, aku memang salah karna terus memarahi mu. Aku minta maaf telah bicara kasar dan ketus padamu, kau maukan memaafkan aku?" seru cempaka merasa heran panji tidak membalas omelannya, dia merasa panji pasti tersinggung oleh ucapannya yang kasar dan akhirnya dia jadi merasa bersalah telah membuat panji tersinggung lalu memita maaf.
Panji tidak menyahuti ucapan cempaka, dia meliat ke atas langit dimana matahari sudah tinggi, dia meliat di arah barat ada awan hitam cukup besar pertanda mungkin siang atau sore hari pasti turun hujan. Dia meliat di tempat itu tidak ada tempat yang bisa di jadikan tempat untuk berlindung jika benar nanti turun hujan.
"hm. Tempat ini sangat sepi dan jauh dari kampung, tidak ada tempat di sekitar sini yang bisa di jadikan tempat berteduh jika terjadi hujan. Mumpung hari belum begitu siang dan awan hitam belum bergerak ke tempat ini lebih baik aku harus pergi dari sini guna mencari tempat berlindung." batin panji.
Cempaka semakin heran karna panji terus diam tidak menghiraukannya dan hal ini membuat dia jadi timbul lagi kejengkelan di hatinya.
"heh. Akukan sudah minta maaf kenapa kau masih marah? Apa perminta maafanku belum cukup? Lalu aku harus apa lagi agar kau memaafkanku? Hei, jawab! Jangan diam saja!" seru cempaka.
"kita harus pergi dari sini." kata panji tiba tiba tanpa meliat cempaka, dia meliat ke arah lembah yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berada.
"pergi? Pergi kemana?" tanya cempaka tidak mengerti.
Panji tidak menjawab, dia mengambil gelas bambu yang berisi ramuan obat yang dia letakkan di tanah tadi.
"Minumlah ramuan obat ini agar tenaga mu cepat pulih, setelah itu kita pergi dari sini." kata panji.
"jawab dulu kita mau pergi kemana? Memang ada apa?" tanya cempaka bingung.
"kau ini cerewet sekali, cepat minum ramuan obat ini, tidak usah banyak tanya." kata panji merasa kesal sendiri dengan cempaka yang cerewet.
"tidak mau! Jawab dulu pertanyaan ku tadi." kata cempaka menolak.
"Dasar keras kepala. Terpaksa aku harus memaksamu." kata panji merasa jengkel dengan sifat keras kepala cempaka.
Tanpa menghiraukan penolakan cempaka, panji langsung mengangkat badan cempaka agar duduk, dia menotok urat di leher cempaka agar mulut cempaka terbuka dan dengan perlahan dia menuangkan ramuan obat itu ke mulut cempaka, mau tidak mau cempaka menelan ramuan obat itu tanpa bisa menolak, dia hampir saja tercekik karna ramuan obat itu rasanya pahit sekali namun dia tidak bisa berbuat apa apa selain menelan seluruh ramuan obat di mulutnya. Setelah semua ramuan obat tertelan ke dalam perut baru panji membebaskan totokannya.
"uhuk.uhuk.uhuk." cempaka terbatuk batuk. "heh. Kau mau membunuhku ya? Ramuan apa tadi, pahit sekali. Jangan jangan itu bukan ramuan obat tapi racun. Ya kan?" teriaknya.
Panji tidak menghiraukan omelan cempaka yang marah marah karna merasa pahit, dia segera mengangkat tubuh cempaka untuk di gendong. Tanpa peduli cempaka yang teriak teriak marah, panji langsung melesat cepat ke arah lembah dimana tadi dia datang. Karna merasa seperti terbang dalam gendongan panji membuat cempaka jadi ngeri sendiri, dia memejamkan matanya tidak berani meliat ke depan, dia membenamkan kepalanya di dada panji dan entah kenapa dia jadi merasa nyaman dan tenang seolah dia merasa di lindungi oleh pemuda bernama panji tersebut.

* * *

ORANG TUA berjubah putih dengan rambut, kumis, alis dan jenggot yang semua berwarna putih duduk di depan serambi sebuah gubuk sederhana hanya beralaskan tikar kusam, orang tua yang keliatannya sudah sangat berumur terliat masih gagah meski seluruh kulitnya sudah terliat keriput. Orang tua itu duduk seraya memandangi sesuatu di tangannya yaitu sebuah benda yang terbuat dari bahan kulit dan sangat tipis sekali, benda yang sangat tipis yang entah apa bentuknya itu berwarna hitam tidak pekat dan putih seperti tulang. Orang tua itu terus memperhatikan benda di tangannya itu tanpa sedikitpun memalingkan kepalanya ke arah lain, helaan nafas sesekali terdengar dari hidungnya pertanda orang tua itu seperti tengah memikirkan sesuatu yang entah apa itu hanya dia sendiri yang tahu.
Di pangkuan orang tua itu terdapat sebilah pedang yang masih terbungkus di dalam warangkanya dengan rapi, ujung gagang pedang terdapat
bulatan yang membentuk sebuah tengkorak berwarna putih. keliatannya pedang itu adalah sebilah pedang pusaka entah milik orang tua itu atau bukan.
"hmm. Akhir penantian ku selama lima puluh tahun sepertinya akan tiba, amanah para leluhur yang turun temurun akhirnya akan berakhir, ini berarti aku akan terbebas dari amanah para leluhur yang di beban ku kepada diriku." ucap orang tua itu setengah bergumam.
Orang tua itu kembali menekuri dua benda di tangannya tidak bersuara lagi.
"Eyang!" sapa suara orang dari arah pintu gubuk.
Dari arah pintu gubuk tampak ada dua orang anak muda yaitu seorang pemuda tampan berbaju warna putih dan seorang gadis cantik jelita berbaju warna kuning emas berjalan mendekati orang tua berjubah putih yang duduk di depan gubuk. Dua orang anak muda itu berlutut memberi hormat pada orang tua berjubah putih tersebut lalu duduk dengan sikap hormat.
"Eyang guru resi atmajaya. Maafkan atas kelancangan kami berdua mengganggu ketenangan eyang, Gerangan apakah yang telah membuat eyang hari ini seperti sedang gelisah memikirkan sesuatu, bolehkah kami berdua mengetahui apa yang tengah eyang pikirkan itu?" kata pemuda tampan baju putih begitu sopan sekali.
"Benar, eyang. Kami meliat hari ini eyang tampak tidak seperti biasanya. Apakah kegelisahan eyang ada hubungannya sama dua benda pusaka yang saat ini eyang pegang?" kata gadis baju kuning emas halus sekali.
Perawakan dan tutur kata dua anak muda itu tidak seperti orang biasa pada umumnya, mereka berdua seperti dari kalangan bangsawan biru suatu kerajaan. Entah mereka anak seorang raja atau anggota keluarga istana yang entah kerajaan mana.
Orang tua berjubah putih bernama resi atmajaya menghela nafas panjang tanda bahwa dia memang seperti tengah memendam suatu kegelisahan di dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya memandang ke atas langit agak lama lalu memejamkan matanya seperti orang tengah berpikir keras. Tidak lama orang tua itu membuka matanya dan memandang dua anak muda di hadapannya itu bergantian.
"hmm. Cucuku nakmas Pakualam dan nimas kemuning wulan. Eyang tidak sedang gelisah atau memikirkan sesuatu yang membuat ku gelisah, justru eyang tengah merasa lega karna sebentar lagi amanah turun temurun dari leluhur eyang akan berakhir dan dengan berakhirnya amanah itu maka eyang bisa bernafas lega karna tugas berat yang eyang emban dari para leluhur sudah selese. Begitulah nakmas, nimas." kata orang tua itu kalem.
"Maaf eyang. Jika eyang berkenan bolehkah kami tahu amanah apa yang eyang emban dari para leluhur itu? Sekali lagi kami mohon maaf jika kami lancang bertanya seperti itu." kata pakualam bertanya dengan sikap hormat.
Resi atmajaya tersenyum lembut menatap pakualam. "tidak apa apa cucuku nakmas pakualam. Eyang paham, tentunya kalian berdua ingin tahu dan penasaran dengan dua pusaka yang eyang pegang ini karna selama ini eyang selalu melarang kalian untuk memegang apa lagi sampe mengambil dua pusaka ini dari tempatnya tanpa ijin. ketahuilah alasan eyang melarang memegang atau mengambil dua pusaka ini tanpa ijin karna dua pusaka ini sangat berbahaya sekali buat kalian. Dua pusaka ini bisa mencelakai kalian dan eyang tidak mau kalian celaka oleh dua pusaka ini." ucapnya.
"Memangnya apa yang terjadi eyang jika kami memegang dua pusaka itu?" tanya kemuning wulan ingin tahu.
Resi atmajaya tersenyum menatap kemuning wulan, dia paham betul dengan sifat anak muda yang keingin tahuannya sangat tinggi tanpa mempedulikan akibat yang terjadi. "Begini. Sebelum eyang memberi tahu apa akibat dari jika kalian memegang atau mengambil dua pusaka ini tanpa ijin, eyang akan bercerita asal usul tentang dua pusaka ini." ucapnya.
Orang tua berjubah putih bernama eyang resi atmajaya memandangi sebentar dua buah benda di tangannya lalu mengambil nafas dalam dan menghembuskannya kuat kuat. Pakualam dan kemuning wulan menunggu dengan sabar apa yang hendak resi atmajaya ceritakan.
Resi atmajaya mulai bersiap untuk bercerita tentang asal usul dua pusaka di tangannya itu. "Dahulu kala di tanah jawa ini hidup seorang tokoh sakti mandraguna yang memiliki ilmu luar biasa tinggi, dia berkelana malang melintang di dunia persilatan tidak hanya di tanah jawa saja tetapi juga sampe ke negeri jauh di seberang lautan. Sepak terjangnya sangat di takuti lawan dan di segani kawan. Karna kehebatan ilmu silatnya yang luar biasa tanpa tanding membuat semua orang menggelarinya Dewa langit ke tujuh, semua orang tidak tahu siapa nama asli tokoh sakti tersebut hingga orang orang memanggilnya Datuk tanpa nama atau Datuk tanpo asmo yang artinya juga sama yaitu Datuk tanpa nama. Datuk tanpa nama tidak tahu kenapa tiba tiba menghilang dari dunia persilatan dan hal ini membuat seluruh tokoh persilatan jadi geger, angkara murka yang saat itu sudah berhasil di tekan atau bisa di katakan sudah tidak ada seperti mendapat angin segar maka angkara murka kembali berkobar dimana mana. Kejahatan, pembunuhan, pengkhianatan, perampokan, pemerkosaan dan semua yang namanya angkara murka kembali berkuasa. Dunia jadi kacau balau dengan merajalelanya kejahatan dimana mana,pokoknya semua kacau balau." ceritanya lalu berhenti sejenak untuk mengambil nafas sebentar.
"Kaum golongan putih yang terlena oleh kedamaian dan ketentraman dunia persilatan akhirnya tidak siap oleh merajalelanya angkara murka akhirnya tidak bisa berbuat banyak, satu per satu tokoh tokoh golongan putih berguguran hingga semakin besarlah angkara murka di dunia ini. Orang orang golongan putih akhirnya bersepakat untuk mencari tahu dimana keberadaan Datuk tanpa nama tetapi tidak satupun yang tahu dimana datuk tanpa nama mengasingkan diri dari dunia persilatan, namun dengan seiring berjalannya waktu akhirnya teka teki menghilangnya Datuk tanpa nama terungkap juga, Datuk tanpa nama ternyata moksa atau dia meninggalkan raga kasarnya, dia hidup tapi tidak memiliki raga kasar. Konon dia meninggalkan raga kasar ketika dalam pengasingan diri dari dunia persilatan di sebuah goa, nama goa itu adalah goa lima warna yang konon juga goa itu adalah goa gaib yang tidak pernah ada yang tahu dimana keberadaan goa tersebut." ceritanya lagi.
Resi atmajaya terdiam sejenak guna memikir kata kata yang tepat untuk melanjutkan ceritanya. Pakualam dan kemuning wulan terus menunggu kelanjutan cerita dari sang resi atmajaya dengan penuh perhatian.
"Dengan tidak adanya datuk tanpa nama maka dunia di selimuti awan hitam bernama angkara murka, dunia persilatan kembali di guncang hebat oleh seorang tokoh jahat yang memiliki ilmu dahsyat luar biasa, Orang itu bernama mangkurejo bergelar iblis raga hitam, dia menebar angkara murka di seluruh penjuru negeri dengan tiga ilmu iblisnya yaitu ilmu hawa neraka, ilmu penghancur jagat dan ilmu sukma merah. Tiada seorangpun tokoh persilatan yang mampu menahan ketiga ilmu iblis tersebut, selama puluhan tahun dunia persilatan slalu di banjiri darah orang orang yang tak berdosa, hingga suatu ketika iblis raga hitam tiba tiba lenyap begitu saja, tiada seorangpun yang tahu kenapa iblis raga hitam bisa menghilang begitu saja tanpa meninggalkan kabar berita sedikitpun juga, jelas hal tersebut membuat heran semua orang dan juga membuat gempar dunia persilatan." cerita resi atmajaya.
"Maaf eyang, apa hubungan dua pusaka di tangan eyang sama cerita itu? Kok saya belum mengerti." tanya kemuning wulan sedikit tidak sabaran.
"Adik, eyang guru resi atmajaya belum selese bercerita, bersabarlah sebentar, biarkan eyang guru menyelesekan ceritanya." kata pakualam kalem menasehati kemuning wulan.
"Maafkan saya eyang." kata kemuning meminta maaf pada resi atmajaya.
Resi atmajaya tersenyum lembut menatap kemuning wulan. "Benar apa yang nakmas pakualam bilang, bersabarlah sebentar karna eyang belum selese bercerita." ucapnya.
"Baik, eyang." kata kemuning wulan mengangguk pelan.
Resi atamajaya menarik nafas sebentar lalu mulai bercerita lagi. "Semenjak menghilangnya iblis raga hitam, dunia persilatan bisa sedikit bernafas lega tapi entah siapa yang memulai dan menyebarkan sebuah kabar burung yang membuat dunia persilatan jadi bergolak kembali. Kabar burung itu adalah konon Datuk tanpa nama meninggalkan sebuah benda pusaka yang sakti mandraguna dan barang siapa memiliki benda pusaka tersebut maka dia akan menjadi pendekar hebat tak terkalahkan. Sontak seluruh kalangan persilatan beramai ramai mencari benda pusaka peninggalan datuk tanpa nama yang sangat sakti luar biasa, banjir darah secara besar besaran terjadi di dunia persilatan hanya karna benda pusaka yang belum tentuk kabar beritanya, benda pusaka apa yang sebenarnya di cari dan sampe di perebutkan oleh seluruh pendekar persilatan? Benda pusaka itu adalah pedang kepala tengkorak atau sering di sebut pedang tengkorak. Konon kabarnya pedang tengkorak adalah pedang yang dipake datuk tanpa nama untuk memasung kekuatan jahat iblis raga hitam, konon kabarnya juga untuk memasung kekuatan jahat iblis raga hitam, datuk tanpa nama sampe mengorbankan ilmunya ikut terpasung di dalam pedang tengkorak ini. Bayangkan saja, betapa dahsyatnya kekuatan yang terpasung di dalam pedang tengkorak ini, hal itulah yang membuat para pendekar persilatan berlomba lomba ingin menguasai pedang tengkosak ini. Sekian tahun banjir darah terus mengalir di dunia persilatan akhirnya semua orang sadar kalo benda pusaka yang selama ini mereka perebutkan ternyata tidak ada yang tahu gimana wujudnya sampe suatu ketika muncul pendekar yang mengaku telah berhasil mendapatkan benda pusaka pedang tengkorak tersebut. Awalnya semua orang tidak percaya kalo itu adalah pedang tengkorak asli, bisa saja pendekar itu hanya membual saja tetapi tidak di duga pendekar itu membuktikan kebenarannya dengan cara merajai dunia persilatan. Akhirnya semua orang mengakui kalo pedang yang di bawa pendekar itu memang pedang tengkorak asli, gelombang badai di dunia persilatan akhirnya semakin besar, pedang tengkorak terlepas dari pendekar tersebut dan jatuh ke tangan orang lain tetapi siapa pemegang pedang tengkorak itu tidak hidup lama karna di rebut orang lain dan selama puluhan tahun pedang tengkorak tidak pernah lama di pegang oleh pemegangnya dan selalu berpindah pindah pemiliknya, hingga semua orang menjuluki pedang tengkorak sebagai pedang kutukan karna si pemiliknya tidak penah bisa hidup l
ama, terakhir orang yang berhasil memiliki pedang itu adalah leluhur eyang yaitu eyang buyut empu pasek putih. Beliau langsung menyembunyikan pedang tengkorak agar tidak lagi membawa malapetaka bagi dunia persilatan, Dengan kesaktian beliau yang tinggi maka pedang tengkorak beliau kunci dengan sebuah ilmu gaib yang bilamana pedang tengkorak di pegang bukan oleh pewarisnya yang sah maka pedang itu akan terasa panas dan tenaga dalamnya akan tersedot oleh pedang itu, tetapi bilamana pewaris yang sah memegang pedang itu maka pagar gaib yang mengunci pedang itu akan hilang dengan sendirinya dan kekuatan jahat yang tersimpan di dalam pedang akan musnah. Setelah pedang tengkorak tidak terdengar lagi di dunia persilatan maka dunia kembali tenang dan banjir darah juga sudah tidak ada lagi. Begitulah asal usul pedang pusaka ini." ucapnya mengakhiri cerita.
Pakualam dan kemuning wulan saling pandang merasa ngeri setelah mendengar asal usul pedang tengkorak yang ada di tangan eyang guru mereka, mereka tidak menduga jika pedang tengkorak itu memiliki sejarah yang begitu panjang dan mengerikan sampe sampe pedang itu di sebut pedang kutukan.
"Maaf eyang. Bolehkah saya bertanya karna ada sesuatu yang saya tidak mengerti dari cerita eyang tadi." tanya pakualam.
"silakan nakmas." kata resi atmajaya.
"begini eyang. Saya masih bingung kenapa datuk tanpa nama bisa memasung kekuatan jahat tiga ilmu iblis dari iblis raga hitam? Padahal datuk tanpa nama telah moksa atau hidup tanpa raga kasar jauh sebelum iblis raga hitam muncul, itukan hal yang sangat janggal eyang?" kata pakualam bertanya.
"benar. Selain itu kenapa bisa muncul pedang tengkorak yang katanya berisi kekuatan dari datuk tanpa nama dan iblis raga hitam? Lalu gimana bisa pedang tengkorak di miliki oleh orang lain? Bukankah itu juga sangat janggal?" sahut kemuning wulan menambahi.
"hmm." gumam resi atmajaya seraya manggut manggut. "soal itu eyang juga tidak tahu nakmaz nimas, tetapi menurut cerita dari guruku sesungguhnya pedang tengkorak tidak ada hubungannya dengan di pasungnya kekuatan datuk tanpa nama dan iblis raga hitam. Pedang tengkorak sesungguhnya pedang milik seorang empu sakti pembuat benda pusaka dan karna ada seorang murid si empu yang memiliki niat jahat maka pedang itu di curi oleh murid durhaka tersebut, murid durhaka tersebut mengaku ngaku kalo pedang tengkorak itu berisi kekuatan datuk tanpa nama dan iblis raga hitam yang telah berhasil di pasung gurunya ke dalam pedang tengkorak tersebut agar dia mendapat nama besar di dunia persilatan. karna ulahnya itu dunia persilatan jadi geger dan di mulailah banjir darah dalam usaha memperebutkan pedang tengkorak itu, mengetahui kalo pedang miliknya telah di curi oleh muridnya maka si empu jadi murka dan bersabda bahwa barang siapa yang berniat jahat memiliki pedang tengkorak maka hidupnya tidak akan lama, pedang tengkorak akan menjadi pedang kutukan bagi siapa saja yang berniat jahat ingin menguasai pedang tersebut. Maka sejak saat itulah siapa saja yang berniat menguasai pedang tengkorak pasti hidupnya tidak akan lama yaitu entah terkena musibah, penyakit, mati mendadak ataupun terbunuh oleh orang lain. Nah, begitulah nakmas nimas." ucapnya.
Pakualam dan kemuning emas saling pandang dengan mimik muka bingung karna sang resi bercerita berbeda dengan yang pertama tadi.
"hehehem." resi atmajaya tersenyum meliat mimik muka bingung dua anak muda di hadapannya itu. "Eyang tahu kalian pasti bingung dengan ceritaku, kalian tidak perlu bingung, yang perlu kalian pahami adalah dari cerita itu memberitahu jika pedang tengkorak adalah pedang kutukan yang berbahaya." ucapnya menjelaskan.
"Maaf eyang. Jika benar pedang tengkorak itu berbahaya kenapa tidak musnahkan saja?" tanya kemuning wulan.
"hm. Jika bisa dimusnahkan tentu sejak dulu pedang tengkorak ini sudah dimusnahkan oleh leluhurku tetapi pada kenyataannya pedang ini tidak bisa dimusnahkan atau mungkin lebih tepatnya belum ada satu kekuatan yang bisa memusnahkan pedang tengkorak ini." jawab resi atmajaya.
"Jikalau begitu pedang tengkorak itu benar benar pedang yang luar biasa." kata kemuning wulan.
"Maaf eyang. Jika memang tidak bisa dimusnakan kenapa tidak di lemparkan saja ke kawah gunung berapi? Kawah gunung berapi sangat panas sekali, jika di lempar ke dalamnya pasti pedang itu akan meleleh atau minimal tidak ada seorangpun yang bisa menguasai pedang tengkorak itu lagi." kata pakualam.
"itu tidak mungkin nakmas, para leluhur eyang tidak bisa melakukan hal tersebut karna para leluhur sudah terikat satu janji yaitu menjaga pedang tengkorak sampe pedang itu menemukan pewarisnya yang sah. Selama ratusan tahun berlalu pedang tengkorak di amanah turun temurun hingga sampe ke tangan eyang tetapi belum juga eyang bertemu pewaris sah pedang tengkorak ini. konon pewaris sah pedang tengkorak ini adalah seorang pemuda berilmu tinggi yang tengah menjalani kutukan takdir tiga kehidupan. Apa maksut dari menjalani kutukan takdir tiga kehidupan aku sendiri juga tidak tahu, para leluhur juga tidak ada yang tahu. Semua masih penuh misteri." jelas sang resi.
"kutukan takdir tiga kehidupan? Apa itu maksutnya? Kok aneh sekali." tanya kemuning wulan tidak mengerti.
"Maaf eyang. Sebenarnya apa keistimewaan pedang tengkorak itu? Apakah eyang pernah mencoba kehebatan pedang itu?" tanya pakualam merasa penasaran sekali.
"hehehe. Eyang sendiri belum tahu apa keistimewaan pedang tengkorak ini, sekalipun eyang sangat ingin tahu apa kehebatan pedang ini namun eyang tidak bisa membuktikannya karna pedang ini tidak bisa di cabut dari warangkanya, jika kita coba memaksa mencabut dari warangkanya maka yang terjadi adalah kekuatan kita akan tersedot oleh pedang ini. Eyang pernah mencoba mencabut pedang ini tetapi tidak bisa dan tenaga dalam eyang seperti terhisap oleh pedang ini." jawab resi atmajaya tersenyum lembut.
Pakualam dan kemuning wulan tidak bereaksi apa apa, mereka sebenarnya tidak begitu percaya dengan penjelasan resi atmajaya tentang pedang tengkorak itu namun mereka tidak berani untuk membantah eyang guru mereka.
Resi atmajaya sendiri mengetahui gimana isi hati kedua anak muda di hadapannya yang sebenarnya merasa penasaran dengan pedang tengkorak di tangannya itu, tetapi dia tidak bisa menjelaskan lebih rinci lagi tentang pedang tengkorak pada mereka karna ini menyangkut rahasia besar yang tersimpan di dalam pedang tengkorak dan hanya sang pewaris sah pedang itu saja yang bisa membuka kunci rahasia pedang tersebut.
"hmm. Sepertinya sudah saatnya kau harus meninggalkan tempat ini nakmas pakualam, kembalilah ke istana karna sudah cukup bagimu menimba ilmu pada ku disini. Berangkatlah sekarang juga sebelum hari semakin beranjak siang." kata resi atmajaya pada pakualam.
"baik eyang. Saya akan bersiap siap dulu." kata pakualam segera beranjak dari duduknya lalu masuk gubuk untuk mengambil perbekalan, setelah selese dia kembali ke tempat eyang gurunya yaitu resi atmajaya. "Saya sudah siap siap eyang." ucapnya.
"hm. Sebelum kau berangkat kembali ke istana kerajaan jatiluhur di daerah tengah, eyang akan menitipkan dua benda pusaka ini padamu,terimalah!" kata resi atmajaya menyerahkan dua benda pusaka yang sudah di bungkus kain warna putih.
"Apa?! Dua benda pusaka ini di serahkan kepada saya eyang?" kata pakualam terkejut sekali tidak menyangka kalo dua benda pusaka milik eyang gurunya di serahkan pada dirinya.
"Bukan di serahkan padamu nakmas tapi eyang titipkan padamu. Setelah kau tiba di istana kerajaan jatiluhur, kau segeralah pergi ke lembah tengkorak." kata resi atmajaya.
"Lembah tengkorak?" tanya pakualam agak terkejut.
"Ya. Lembah tengkorak." kata resi atmajaya mengangguk.
"Untuk apa eyang? Setahu saya lembah tengkorak adalah kediaman seorang tokoh sakti bernama ki jalasena bergelar tabib sakti delapan penjuru angin." kata pakualam tidak mengerti.
Resi atmajaya tersenyum simpul menatap pakualam. "Pergilah cucuku. Doa ku selalu menyertai mu. Sampekan salamku pada ayahanda mu Gusti prabu Hadi wijoyo diningrat dan ibunda mu Gusti permaisuri Ratna inggil." ucapnya.
"Baik eyang. Saya mohon pamit dulu." kata pakualam berlutut memberi hormat pada eyang gurunya kemudian melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Resi atmajaya meliat pakualam yang berjalan meninggalkan tempatnya dimana pakualam mendapat gemblengan mental dan olah kanuragan, setelah pakualam tidak terliat lagi menghilang di balik kelokan jalan kaki bukit, resi atmajaya baru bisa tertawa lepas karna sebenarnya semenjak tadi dia menahan tawa.
"Eyang. Kenapa eyang tertawa? Apa ada yang lucu eyang?" tanya kemuning wulan merasa keheranan meliat resi atmajaya yang tertawa lepas.
Resi atmajaya tidak menjawab pertanyaan kemuning wulan yang keheranan karna dirinya tertawa lepas. Resi atmajaya melangkah hendak masuk ke dalam gubuk namun tidak jadi karna dia merasakan akan ada seseorang yang datang ke tempatnya.
"hmm. Sepertinya akan datang seorang sahabat lama ke tempatku ini, mau apa dia datang kemari?" batin resi atmajaya.
Benar saja tidak lama muncul seorang wanita tua berjubah kuning lusuh di depan gubuk resi atmajaya.
"Atmajaya. Banyak tahun kita tidak pernah bertemu, aku kira kau sudah menjadi makanan cacing tanah. Hik.hik.hik!" seru wanita tua yang baru datang tersebut lalu tertawa terkikik.
"hahahaha. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, banyak daun sudah berguguran dan banyak tunas tunas muda bermunculan tetapi kau tetap saja tidak berubah. Apa kabar mu rakanini? Baik baik sajakah kau selama ini?" kata resi atmajaya terliat girang meliat kemunculan wanita tua tersebut.
"hik.hik.hik. Kau bertanya apa sedang menyindir ku atmajaya? Apa kau kira aku tidak bisa mengurus diri sendiri sampe sampe kau tanya aku baik baik saja atau tidak." seru wanita tua itu setengah mengomel.
"hehehe. Kau masih saja tetap mudah tersinggung, sebagai kakak tentu hal yang wajar bila bertanya keadaan adiknya yang bertahun tahun tidak pernah bertemu. Ayo masuklah jangan berdiri saja di situ seperti orang orang sawah." kata resi atmajaya tertawa kecil.
"hik.hik.hik. Aku kira kau mau menjadikan ku patung penjaga gubuk reot mu ini. Hik.hik." kata wanita tua bernama rakanini tertawa ngikik.
Rakanini segera berjalan masuk ke gubuk resi atmajaya lalu duduk di alas tikar.
"Rakanini. Jauh jauh ka
u dari bukit kunir datang ke tempat ku ini pasti ada urusan yang sangat penting yang hendak kau sampekan padaku. Urusan penting apakah itu?" kata resi atmajaya bertanya setelah duduk di tikar.
"Tentu saja, jika tidak untuk apa aku jauh jauh datang ke gubuk reotmu ini." kata rakanini.
"Apa itu? Apa ada masalah yang tengah kau hadapi?" tanya resi atmajaya.
"Ya. Aku kesini hendak meminta bantuan mu." kata rakanini.
"Bantuanku? Bantuan apa? Tumben sekali kau minta bantuan ku, apakah masalah yang kau hadapi begitu sulit sampe sampe kau minta bantuanku?" tanya resi atmajaya heran.
"hmm. Ya. Masalah ini sangat besar sekali, aku tidak mungkin bisa menyelesekannya sendiri makanya aku meminta kau membantu aku." kata rakanini.
"Sebentar, rakanini. Masalah apa yang kau hadapi itu? Jika ada hubungannya dengan dunia persilatan, aku pasti akan berusaha membantu mu tapi jika ini berhubungan dengan masalah pemberontakan di kerajaan galuh, maaf saja aku tidak mau ikut campur." kata resi atmajaya.
"Aku mengerti, tetapi ini ada hubungannya dengan dunia persilatan dan pemberontakan di kerajaan galuh. Jika bukan kau yang membantu aku lalu siapa lagi yang bisa aku harapkan? Kau kakak seperguruanku, apa kau tega tidak mau membantu adik mu ini?" kata rakanini.
"ini bukan masalah tega atau tidak tega rakanini, kita memang saudara seperguruan tetapi kalo menyangkut tentang masalah di luar dunia persilatan tentu kita ada kesulitan tersendiri. Seperti yang kau ketahui, aku adalah sesepuh besar dari kerajaan jatiluhur di daerah tengah sedangkan kau mengabdi di kerjaan galuh, tentu hal yang tidak etis jika aku turut campur dalam masalah kerajaan lain. Aku harap kau mengerti hal itu." kata resi atmajaya.
"Aku paham akan hal itu tetapi masalah ini juga tidak terlepas dari dunia persilatan, kau pasti tahukan siapa arga kalayan?" tanya rakanini.
"Ya. Dia adalah si iblis hijau, manusia licik yang sangat beracun, dia juga adik dari junta kalayan si iblis beracun dari barat dan kemampuan keduanya bisa di bilang hampir seimbang. Memang ada apa dengan si arga kalayan? Apa kau bersengketa dengan dia?" kata resi atmajaya bertanya.
"Tidak. Lebih tepatnya belum tapi nanti juga kami pasti akan berbentrok." kata rakanini.
"kenapa bisa begitu?" tanya resi atmajaya.
"Muridnya telah menculik muridku. Secara licik dia telah memperdayai muridku dan membawanya kabur. Aku datang kesini karna ingin kau membantu aku menyelamatkan muridku itu, bila muridnya aku hajar pasti sang guru akan turun tangan dan aku ingin kau menghadapi si iblis hijau itu, hanya kau yang sanggup melawan iblis hijau, aku tidak mungkin sanggup menahan dia." kata rakanini.
"hmm. Begitu. Terus terang saja antara aku dan arga kalayan tiada sengketa apa apa, apa lagi sampe berurusan dengan dia tapi jika memang begitu ceritanya maka aku tidak mungkin berpangku tangan meliatmu bertarung melawan dia." kata resi atmajaya.
"Terima kasih. Aku tahu kau pasti tidak akan tega meliatku bertarung dengan iblis hijau, kau memang kakak seperguruan ku yang paling menyayangi aku." kata rakanini senang.
"Tidak usah bersikap sungkan seperti itu rakanini. Sejak kecil kita slalu bersama di perguruan, andai saja si artamara tidak mati tentu akan sangat menyenangkan bisa berkumpul bersama seperti dulu. Hmm." kata resi atmajaya.
"Ya. Di antara kita bertiga, hanya artamara yang memiliki bakat silat paling baik, bila dia masih hidup tentu aku yakin dia pasti menjadi pendekar hebat yang jauh melampau kita, Akh tapi sayang dia mati muda hanya karna patah hati di khianati kekasihnya. Kasihan dia." kata rakanini agak muram.
"Sudahlah, tidak usah di ungkit ungkit lagi masa kelam itu, yang terpenting dia sudah tentram di alam baka sana sekarang." kata resi atmajaya.
"Ya." rakanini mengangguk.
"Rakanini. Soal muridmu yang di culik murid si iblis hijau ada baiknya kau suruh para pendekar istana galuh untuk mencari dimana keberadaan muridmu di sembunyikan, sedangkan soal si iblis hijau sebaiknya kita datangi dia langsung ke bukit katak, usahakan kita berbicara baik baik sama dia lebih dahulu, jangan langsung mengancam nanti bisa tambah runyam permasalahannya." kata resi atmajaya.
"Aku ikut apa katamu saja. Para pendekar istana dan para prajurit istana sudah di kerahkan oleh yang mulia raja, dalam perjalanan kemari aku bertemu ki ageng putih, dia menceritakan tentang penyerangan yang di lakukan alayuda murid si iblis hijau terhadap tumenggung wirocolo yang bersama nimas melati. Tumenggung wirocolo terluka parah oleh ki langes dan nimas melati di bawa kabur alayuda murid si iblis hijau." kata rakanini.
"Owh, begitu. Untuk apa tumenggung wirocolo dan nimas melati keluar istana?" tanya resi atmajaya.
"haihz. ini semua gara gara ulah nimas cempaka, dia kabur dari istana tanpa pamit. Tumenggung wirocolo bermaksut mencari nimas cempaka dan nimas melati memaksa ikut mencari nimas cempaka tetapi di tengah perjalanan mereka di serang oleh para pasukan pemberontak pimpinan alayuda dan hasilnya tumenggung wirocolo terluka parah serta nimas melati di bawa kabur alayuda murid si iblis hijau." kata rakanini.
"hmm.begitu." gumam resi atmajaya manggut manggut pelan.
"Owh ya, aku mendengar berita yang mungkin akan membuat mu terkejut. Junta kalayan alias iblis beracun dari barat telah tewas." kata rakanini.
"Hah, APA?!" seru resi atmajaya kaget. "Junta kalayan tewas? Bagaimana ceritanya dia bisa tewas? Siapa yang telah membunuhnya?" tanyanya heran.
"Kau pasti tahu soal acara turnamen pedang puncak lawu, junta kalayan berhasil di kalahkan oleh Datuk pulau ular, tokoh sakti dari pulau ular. Junta kalayan terluka dalam sangat parah dan dari kabar yang aku dengar, dia tewas saat hendak kembali ke bukit katak. Entah siapa yang telah membunuhnya aku tidak tahu." kata rakanini.
"hmm. Datuk pulau ular? Ya, aku pernah mendengar nama itu sewaktu ke pulau seberang beberapa tahun lalu. Dia memang sangat sakti, jika junta kalayan saja yang kita ketahui memiliki ilmu sangat tinggi bisa kalah maka sudah pasti ilmu silat Datuk pulau ular jauh lebih tinggi." kata resi atmajaya.
"Ya. Dan sekarang Datuk pulau ular menjadi salah satu dari lima tokoh besar dunia persilatan, dia menduduki posisi barat dengan gelar baru yaitu Datuk barat." kata rakanini.
"Lima tokoh besar dunia persilatan? Setahuku hanya ada empat tokoh besar dunia persilatan, Yaitu pengemis utara, orang aneh timur, raja pedang selatan dan si iblis beracun dari barat. Memangnya siapa lagi yang mampu sejajar dengan mereka?" tanya resi atmajaya.
"Rupanya kau sudah tidak mengikuti perkembangan dunia persilatan akhir akhir ini, kenapa? Apa kau sudah mengasingkan diri dari dunia persilatan?" kata rakanini.
"Bukan begitu. Aku tetap mencari tahu perkembangan dunia persilatan, tapi kau tahu sendirikan kalo tempat ku ini sangat jarang di datangi orang, jadi wajar saja kalo aku slalu telat mendengar tentang perkembangan dunia persilatan." kata resi atmajaya.
"Alasan saja kau ini." gerutu rakanini.
"Sudah, kau jangan menggerutu saja, coba ceritakan padaku perkembangan dunia persilatan akhir akhir ini." kata resi atmajaya cepat.
"Baiklah. Semenjak turnamen pedang puncak lawu berakhir, dunia persilatan mengalami perubahan yang sangat besar yaitu di antaranya tewasnya junta kalayan dan posisi barat menjadi milik Datuk pulau ular atau sekarang di sebut Datuk barat. Untuk posisi utara, timur dan selatan tetap sama tidak berubah. Pengemis utara, orang aneh timur dan raja pedang selatan tetap menduduki posisi tersebut, Nah yang satu ini adalah perubahan yang di luar dugaan yaitu posisi tengah, posisi sentral di antara empat posisi yang sudah ada karna posisi tengah ini menjadi posisi paling tinggi dari empat posisi yang lain. Posisi ini di duduki seorang tokoh digdaya berilmu luar biasa hebat dan oleh orang orang persilatan di juluki si dewa tengah, karna dialah yang mampu menaklukkan empat tokoh hebat di empat posisi tersebut." kata rakanini.
"hmm. Menarik, sangat menarik sekali. Tidak ku sangka ada seseorang yang mampu menaklukkan empat tokoh terhebat dunia persilatan, dewa tengah, pastinya dia tokoh kosen yang berilmu luar biasa tinggi. Mengimbangi salah satu dari empat tokoh hebat dunia persilatan saja sudah sangat sulit apa lagi sampe bisa menaklukkan ke empat empatnya, sungguh sulit dipercaya." kata resi atmajaya.
"kau akan lebih kaget lagi jika tahu siapa si dewa tengah itu. Dia bukan tokoh kosen tetapi dia hanya seorang pemuda yang usianya tidak lebih dari dua puluh tahun." kata rakanini.
"APA?!" seru resi atmajaya sampe terlonjak saking kagetnya. "seorang pemuda belia? Kau..kau jangan bergurau rakanini. Mustahil seorang pemuda mampu menaklukkan empat tokoh kosen dunia persilatan. ini sangat tidak mungkin. Hahahaha, aku tahu kau pasti hanya bergurau rakanini. Kau tidak bisa menipuku. Kau pasti bergurau." ucapnya tidak percaya.
"Atmajaya. Siapa yang tengah bergurau? Aku bicara serius. Tidak mungkin aku bicara yang tidak tidak apa lagi sampe bergurau dalam hal penting." bentak rakanini keras karna di sangka bergurau oleh resi atmajaya.
"kau serius nyai?" tanya resi atmajaya memastikan.
"Ya. Aku serius." sahut rakanini tegas.
"hmm. Jika benar apa yang katakan berarti telah muncul seorang tokoh besar dunia persilatan jaman ini. Siapa sebenarnya pemuda itu? Anak murid siapa dia? Pastilah gurunya adalah pertapa sakti yang tidak pernah muncul di dunia persilatan." gumam resi atmajaya.
"Pemuda itu bernama panji, dia tidak memiliki guru, dia menciptakan semua ilmunya sendiri. Jadi dugaan mu dia murid pertapa sakti itu salah besar karna dia tidak punya guru." kata rakanini serius.
"APA?!" seru resi atmajaya kaget sekali. "Pemuda itu tidak punya guru? Dia menciptakan semua ilmunya sendiri? Tidak mungkin. Mustahil, ini sangat tidak mungkin. Tidak masuk akal." ucapnya tidak percaya.
"Percaya atau tidak, itulah kenyataan yang terjadi." kata rakanini ringan.
"Tapi ini sulit di percaya nyai. Masa kau percaya begitu saja tanpa merasa aneh sedikitpun." kata resi atmajaya.
"Aku juga sama seperti kau tapi aku tidak mau memusingkan hal itu. Nah, coba kau terka sendiri jurus jurus dari mana asalnya jurus yang di gunakan si dewa tengah. Pertama, beberapa pendekar sampe si orang aneh dari timur kalah oleh jurus 9 jalur neraka. Apakah kau pernah mendengar jurus 9 jalur
neraka sebelumnya? Kedua, dewi naga ungu dan ketua partai bunga merah kalah oleh jurus pedang tarian naga langit. Ketiga, si raja pedang dari selatan kalah oleh jurus pedang tangan dewa. Keempat, pengemis utara kalah oleh jurus pukulan tangan dewa merajam bumi dan terakhir yang kelima, si Datuk barat kalah oleh sentilan jari dewa langit. Coba kau kira kira sendiri apakah pernah ada nama jurus jurus itu sebelumnya, hm?" kata rakanini.
Resi atmajaya terdiam merenungkan nama nama jurus yang di sebutkan rakanini. Dia tidak pernah mendengar nama nama jurus itu sebelumnya yang artinya semua jurus itu adalah jurus baru di dunia persilatan.
"hmm. Masa iya seorang pemuda memiliki jurus jurus yang mampu menaklukkan para tokoh kosen dunia persilatan, rasanya kok mustahil. Pasti ada rahasia di balik semua ini karna sangat mustahil seorang pemuda bisa menciptakan ilmu silat sedemikian hebat. Aku yakin pasti ada rahasia di balik semua ini." batin resi atmajaya.
"Sudahlah atmajaya. Tidak usah kau heran atau bingung tentang si dewa tengah, yang terpenting adalah kapan kita ke bukit katak menemui si iblis hijau?" kata rakanini bertanya.
"Secepatnya tapi tidak juga terburu buru karna kita perlu persiapan yang matang untuk mengantisipas segala kemungkinan buruk yang terjadi." kata resi atmajaya.
"Ya. Aku ikut saja apa katamu. Kalo begitu aku tunggu kabar darimu." kata rakanini.
"Ekh. Kau mau kemana? Hari sebentar lagi mau turun hujan, apa kau tidak liat awan mendung di langit, istirahat sajalah dulu disini." kata resi atamajaya mencegah rakanini untuk pergi.
"Aku harus mencari nimas cempaka, dia terjun ke jurang di bukit kunir beberapa hari yang lalu. Kalo tidak segera ku temukan aku takut dia benar benar akan mati." kata rakanini.
"APA?! Nimas cempaka terjun ke jurang? Bagaimana ceritanya dia sampe terjun ke jurang?" seru resi atmajaya kaget.
"Ceritanya panjang, nanti saja aku ceritakan. Sekarang aku mau mencarinya dengan menelusuri sungai tidak jauh dari tempat mu ini, aku sudah menelusuri aliran sungai yang berasal dari bukit kunir dan hanya sungai tidak jauh dari tempat mu ini yang belum aku telusuri, mudah mudahan saja aku bisa menemukannya." kata rakanini.
"Tapi hari sebentar lagi hujan, jika hujan sungai itu slalu banjir, akan sulit kau mencari nimas cempaka jika hujan turun dan sungai banjir." kata resi atmajaya.
"Aku tidak peduli, sekalipun banjir bandang aku akan tetap mencarinya di sana. Aku permisi dulu, ingat aku tunggu kabar dari mu secepatnya!" kata rakanini cepat.
"Ya. Kau berhati hatilah." kata resi atmajaya.
"Eyang guru! Liat ada orang yang datang menuju kemari." kata kemuning wulan memberi tahu eyang gurunya.
Sedari tadi kemuning wulan berada di luar gubuk karna dia tidak ingin mengganggu pembicaraan eyang gurunya dengan nyai rakanini.
"Siapa nimas yang datang?" tanya resi atmajaya dari dalam gubuk.
"Tidak tahu eyang. Sepertinya seorang pria berjubah biru tengah menggendong seseorang." jawab kemuning wulan.
Dari jauh di tengah hujan rintik rintik yang mulai turun tampak seorang pemuda berjubah biru menggendong seseorang menuju ke gubuk resi atmajaya dengan berlari ringan.
"Di liat dari larinya yang sangat ringan sambil menggendong orang sepertinya orang itu bukan orang biasa, ilmu ringan tubuhnya cukup tinggi, dia pasti pendekar persilatan." kata rakanini menengok keluar gubuk meliat siapa orang yang datang ke gubuk resi atmajaya.
"hmm. Ya." gumam resi atmajaya kalem.
Mereka sama sama terkejut karna tahu tahu pemuda berjubah biru yang menggendong seseorang sudah berada di depan gubuk, padahal tadi mereka meliat pemuda itu bisa di bilang masih agak jauh dari gubuk tapi dalam sekejap sudah ada di depan gubuk.
"Permisi, Nisanak! Bolehkah kami numpang berteduh? Teman ku ini sedang sakit, harap nisanak sudi mengijinkan kami berteduh sebentar." kata pemuda berjubah biru sopan.
"Owh. Silakan!" sahut kemuning wulan buru buru.
"Terima kasih." kata pemuda berjubah biru. Dia segera berteduh di depan gubuk, dia lalu perlahan lahan menurunkan orang yang di gendongnya di bawah yaitu di alas tikar lusuh.
Kemuning wulan begitu meliat wajah orang yang di turunkan si pemuda jubah biru jadi kaget sekali, bulu kudungnya langsung bergidik ngeri karna wajah orang itu rusak mengerikan, dia seperti meliat hantu di siang bolong, benar benar menyeramkan. Dengan reflek kemuning wulan mundur ke belakang dan langsung memalingkan muka karna saking ngerinya dia meliat wajah menyeramkan itu.
"Nimas. Siapa yang datang?" seru suara dari dalam gubuk yaitu resi atmajaya.
Kemuning wulan buru buru masuk ke dalam gubuk untuk memberitahu eyang gurunya.
"Dua orang yang numpang berteduh eyang." jawab kemuning wulan.
"Owh. Buatkan mereka minuman hangat, di luar hujan mulai lebat, mereka pasti haus dan kedinginan." kata resi atmajaya.
"Baik." kata kemuning wulan segera menuju belakang gubuk.
"Sebentar nyai, aku mau menemui tamu di luar." kata resi atmajaya segera beranjak keluar dari gubuk.
Di luar gubuk dia meliat seorang pemuda berjubah biru sedang duduk bersila di samping seorang gadis yang terbaring lemah di atas alas tikar.
"Kisanak!" tegur resi atmajaya menyapa halus.
Pemuda berjubah biru yang duduk bersila buru buru berdiri lalu sedikit membungkuk sebagai tanda memberi hormat. "Salam hormat dari kami ki. Maafkan kami telah mengusik ketentraman aki, kami hanya numpang berteduh sebentar dari hujan." ucapnya penuh sopan santun.
Resi atamajaya tersenyum lembut meliat pemuda berjubah biru yang begitu sopan. "Tidak apa apa, kisanak. Tempatku ini terbuka bagi siapa saja termasuk kalian." ucapnya.
"Terima kasih, ki." kata pemuda berjubah biru tersebut.
"Namaku resi atmajaya, siapa nama kalian dan dari mana kalian berasal?" tanya resi atmajaya mengenalkan diri.
"uhuk.uhuk.huk." gadis yang terbaring di alas tikar batuk batuk parau. "Dingin sekali." ucapnya dengan tubuh menggigil kedinginan.
Resi atmajaya meliat ke arah seorang gadis yang terbaring di alas tikar, dia langsung kaget sekali begitu meliat wajah menyeramkan gadis tersebut. "Dia.. Dia kenapa? Wajahnya rusak mengerikan. Apa yang terjadi pada temanmu itu?" tanyanya cepat.
"Entahlah,resi. Saya juga tidak tahu." kata pemuda jubah biru.
Resi atmajaya mendekati gadis yang terbaring di alas tikar, dia mengamati wajah gadis itu yang rusak mengerikan lalu memeriksa nadi di tangan si gadis. "Kondisinya tidak mengkhawatirkan, dia hanya demam biasa. Mungkin ini akibat kehujanan membuat dia jadi demam tapi wajahnya yang rusak seperti itu sangat mengherankan, wajahnya seperti terkena suatu cairan beracun yang sangat ganas. Kasihan sekali dia." ucapnya.
Pemuda berjubah biru yang tidak lain adalah panji hanya diam saja memperhatikan resi atmajaya yang memeriksa keadaan gadis yang dia bawa.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa gadis itu bisa mengalami luka seperti itu di wajahnya, hm?" tanya resi atmajaya penasaran.
"Entahlah resi, saya sendiri juga tidak tahu. Saya menemukan dia pingsan di tengah sungai tadi pagi di sebelah sana, tidak terlalu jauh dari sini." jawab panji.
"Apa? Jadi kau menemukan gadis ini di tengah sungai?" tanya resi atmajaya.
Panji mengangguk pelan.
"hmm. Sudahlah, kita bawa dia dulu ke dalam. Kasihan jika terus di luar, dia bisa semakin kedinginan kena angin." kata resi atmajaya cepat.
Panji segera mengangkat tubuh gadis baju biru yang tidak lain adalah cempaka lalu dia bawa masuk ke dalam gubuk, dia baringkan cempaka di atas dipan bambu.
"Sebentar, akan aku ambilkan obat agar demamnya cepat turun." kata resi atmajaya yang segera beranjak ke dalam kamar untuk mengambil obat.
"Anak muda. Tepat sekali kau membawa kekasih mu itu ke tempat ini, resi atmajaya memiliki ilmu pengobatan tiada duanya di kolong langit ini, aku jamin kekasih hatimu itu pasti akan baik baik saja." seru rakanini bicara dari tempat dia duduk di alas tikar tidak jauh dari dipan bambu.
Panji tersenyum mendengar ucapan wanita tua baju kuning lusuh yang duduk di tikar. Dia mengangguk pelan tanpa bicara apa apa pada wanita tua itu.
"Meliat perawakanmu yang gagah dan kekar, kau pasti dari kalangan persilatan. Apa kau baru saja turun gunung?" tanya rakanini.
"Bagaimana nini bisa tahu kalo saya baru saja turun gunung?" tanya panji berpura pura seperti orang terkejut agar benar benar di kira baru turun gunung.
"hik.hik.hik." rakanini tertawa terkikik. "Meliat usia mu yang masih muda belia, semua orang pasti akan tahu jika pemuda seperti mu pasti baru saja turun gunung. Rimba persilatan sangat keras dan penuh tipu muslihat di dalamnya, sebagai orang yang masih hijau aku beri nasehat padamu agar kau lebih berhati hati dan jangan mudah percaya pada orang lain. Hari kawan besok bisa menjadi lawan, hari lawan besok bisa menjadi kawan. Hal seperti itu sangat lumrah di dunia persilatan." ucapnya.
"Terima kasih atas nasehat nini, nasehat nini pasti akan slalu saya ingat." kata panji menjura.
"hik.hik.hik. Aku suka anak muda yang penuh sopan santun seperti mu. Siapa nama mu dan dari mana kau berasal?" tanya rakanini.
Resi atmajaya keluar dari dalam kamar membawa ramuan obat dalam gelas kecil, bersamaan dengan itu kemuning wulan juga keluar dari dapur membawa empat minuman hangat. Resi atmajaya meminumkan ramuan obat ke mulut cempaka sampe tak tersisa.
"Biarkan dia beristirahat, mudah mudahan besok dia sudah pulih seperti sedia kala." kata resi atmajaya.
"Terima kasih, resi." kata panji.
"Sama sama, anak muda." kata resi atmajaya. "Keadaannya tidak perlu di kuatirkan akan tetapi untuk luka di wajahnya sepertinya sulit untuk di sembuhkan, sekalipun bisa di obati namun obat itu sangat sulit di cari dan di dapatkan. Aku menduga wajahnya terkena cairan beracun yang ganas, kalo tidak salah aku menduga cairan itu pasti racun kala api, cairan beracun itu dapat melepuhkan kulit dan daging manusia apa lagi jika sampe terkena wajah akibatnya sangat fatal, seluruh kulit wajah akan melepuh dan rusak. Hmm, kasihan gadis ini wajahnya rusak akibat terkena cairan itu." ucapnya.
"Racun kala api?! Atmajaya, kau bilang kekasih pemuda itu terkena racun kala api?" seru rakanini terkejut. "Anak muda. Apa kalian bertarung melawan si iblis hijau atau muridnya yaitu si alayuda?" tanyanya menatap panji tajam sekali.
Panji mengerutkan kening tidak mengerti apa maksut pertanyaan rakanini.
"Rakanini,
kau ini bicara apa? Gadis itu bukan kekasih anak muda ini, Justru dia menemukan gadis itu pingsan di sungai yang lalu dia bawa kemari." kata resi atmajaya memberitahu rakanini.
"Di sungai?" kata rakanini mengerutkan kening. Dia beranjak dari duduknya berjalan mendekati dipan bambu dimana gadis baju biru terbaring tidur, begitu meliat jelas gadis yang terbaring di atas dipan bambu, bukan main kagetnya rakanini. "Nimas cempaka?!" serunya langsung menubruk gadis itu memeluknya erat sekali. "Sukurlah kau selamat, cucuku. Terima kasih sang hyang widi KAU telah menyelamatkan cucuku." ratapnya bersukur sekali.
"Jadi gadis itu nimas cempaka, rakanini?" tanya resi atamajaya tidak menduga kalo gadis yang wajahnya rusak itu adalah cempaka.
"Ya." jawab rakanini mengangguk.
"Sukurlah jika dia benar nimas cempaka, kau harus berterima kasih pada anak muda ini karna dia yang telah menemukan nimas cempaka di tengah sungai, jika tidak kau pasti tidak akan meliat lagi muridmu itu." kata resi atmajaya.
Rakanini mengangguk lalu menoleh ke arah panji. "Anak muda. Terima kasih kau telah menolong murid ku cempaka, budi baik mu sungguh sangat besar. Terima kasih banyak." ucapnya.
"Sama sama." kata panji mengangguk pelan seraya tersenyum manis.
"Rakanini. Biarkan murid mu beristirahat, tubuhnya masih lemah, kita jangan mengganggu dia dulu." kata resi atmajaya.
Mereka membiarkan cempaka beristirahat di dipan bambu, mereka lalu duduk di lantai yang beralas tikar untuk ngobrol.

* * *

PANJI berdiri di serambi gubuk milik resi atmajaya, dia memandangi hujan yang turun sejak siang tadi padahal hari sebentar lagi senja. Dia memikirkan keadaan tantri dan mei ling yang belum juga dia temukan, sepanjang aliran sungai dari hutan desa sawangan sampe di lembah dimana resi atmajaya tinggal tidak juga dia mendapatkan jejak apa apa sedikitpun. kemana lagi dia harus mencari keberadaan tantri dan mei ling, satu satunya harapan adalah semoga darma wangsa menemukan mei ling dan tantri atau paling tidak jejak mereka di ketahui.
"hemmhh." gumam panji menghela nafas panjang untuk mengurangi beban pikirannya.
"Tuan panji!" sapa suara dari arah samping belakang panji.
Panji menoleh meliat siapa yang menyapa tadi, ternyata gadis cantik jelita berbaju kuning emas yang bernama kemuning wulan.
"Nona!" sapa balik panji tersenyum ramah.
"Kau sedang apa?" tanya kemuning wulan mendekati panji.
"Tidak ada." kata panji singkat.
"Tidak ada?" tanya kemuning wulan mengerutkan kening menatap panji.
"Benar. Kenapa?" jawab panji bertanya menatap mata kemuning wulan.
"Ee..ee..tidak. Tidak apa apa." jawab kemuning wulun tergagap seraya memalingkan muka karna tidak kuat melawan tatapan mata panji yang begitu tajam teras menusuk di hati. "Perbawa pemuda itu sangat berbeda dengan pemuda pemuda yang pernah aku temui, matanya sangat tajam dan kharismanya sungguh luar biasa seolah dia seperti seorang maharaja yang agung. kakak dan ayahanda saja tidak sekuat itu kharismanya. Siapa sebenarnya pemuda itu? Sungguh sangat misterius sekali." batinnya dalam hati.
"Aku hanya manusia biasa saja, aku juga bukan maharaja yang agung. Hmm." kata panji menatap kemuning wulan dengan senyum mengembang.
Kemuning wulan menatap panji dengan heran karna panji seolah tahu apa yang dia pikirkan tadi. "Kau bisa baca pikiran orang lain?" tanyanya dengan kening berkerut.
Panji hanya tertawa kecil saja tidak menjawab pertanyaan kemuning wulan, dia kembali meliat ke arah luar dimana hujan deras masih mengguyur bumi.
"pemuda ini sungguh misterius sekali, aura yang keluar dari dalam tubuhnya bukan aura orang jahat, aura itu sangat hangat seolah mampu membuat siapa saja merasa nyaman bila berada di dekatnya." batin kemuning wulan melirik ke arah panji.
"Jangan mencuri curi pandang seperti itu, tidak baik untuk seorang gadis terhormat seperti diri mu." kata panji tanpa meliat ke arah kemuning wulan.
Kemuning wulan tergugup salah tingkah karna di ketahui sedang mencuri pandang, dia memalingkan muka ke arah lain dengan wajah memerah karna merasa malu. "ikh. Siapa juga yang mencuri curi pandang, jangan merasa ge-er kamu." serunya berkelit menutupi jengahnya.
"hemhh." panji kembali menghela nafas panjang.
"kenapa kau menghela nafas? Apa ada yang sedang kau pikirkan?" tanya kemuning wulan heran meliat panji menghela nafas panjang.
"Ya." jawab panji singkat.
"Apa yang kau pikirkan? Boleh aku tahu?" tanya kemuning wulan.
Panji menatap kemuning wulan sebentar lalu memandang ke arah luar lagi. "Aku sedang memikirkan seseorang." ucapnya.
"Owh." ucap kemuning wulan datar. "Apa seorang gadis?" tanyanya ingin tahu.
"Tidak. Dua gadis." jawab panji.
"Dua?!" seru kemuning wulan terkejut. "Dua gadis? Dia memikirkan dua orang gadis? Jangan jangan dia ini laki laki hidung belang, tapi masa iya sih dia laki laki hidung belang? Kok aku merasa dia bukan laki laki tipe hidung belang, karna setahuku biasanya laki laki hidung belang itu hanya berpura pura baik dan suka merayu wanita dengan gombalan gombalannya. Panji sama sekali jauh dari sifat itu,dia tidak berpura pura baik dan dia juga tidak suka merayu, dia malah cenderung cuek dan acuh tak acuh. Aku yakin dia pasti pemuda baik baik." batinnya dalam hati.
"Aku tidak tahu gimana keadaan mereka sekarang, apakah mereka baik baik saja atau tidak. Hmmhh." kata panji.
"Memangnya mereka kenapa? Apa mereka dalam bahaya?" tanya kemuning wulan.
"Entahlah." kata panji mengangkat bahu. "Mudah mudahan saja mereka baik baik saja." ucapnya.
"Perasaan seorang gadis biasanya sangat halus, meski di luar terliat tegar tapi di dalam sebenarnya dia sangat lemah. Sedikit saja kau melukainya maka bekasnya tidak akan hilang seumur hidup, itulah perasaan hati seorang gadis." kata kemuning wulan.
Panji mengerutkan kening menatap kemuning wulan karna heran kemuning wulan bicara seperti itu seolah panji seperti telah menyakiti hati seorang gadis.
"Aku tidak bermaksut menasehati atau menyalahkan mu tapi aku hanya ingin memberitahu begitulah perasaan seorang gadis, mudah sekali terluka, makanya kau harus berhati hati." kata kemuning wulan dengan nada suara yang sedikit agak ketus.
Panji makin mengerutkan kening menatap kemuning wulan karna tidak mengerti apa maksut gadis cantik itu bicara seperti itu dan anehnya nada suara si gadis seperti ketus serta perkataannya seolah mengisyaratkan kalo gadis itu tersinggung atau lebih tepatnya cemburu.
"kenapa kau menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh?" tanya kemuning wulan heran.
"Heran." jawab panji singkat.
"Heran? Heran kenapa?" tanya kemuning wulan bingung.
"Akh, tidak. Sudahlah, lupakan saja." kata panji tidak mau memperpanjang ucapannya.
"Loh? Kau ini aneh sekali, gak jelas begitu." kata kemuning wulan keheranan.
Panji hanya tersenyum saja lalu kembali meliat ke luar dimana hari sudah mulai gelap tetapi hujan deras belum juga menunjukkan akan berhenti.
"kenapa diam? Jangan cerita tanggung begitu, bikin orang gregetan saja." seru kemuning wulan sedikit mulai kesal.
"Cerita apa?" tanya panji.
"kok cerita apa? Ya itu tadi tentang dua gadis kekasih mu itu, masa lupa." seru kemuning wulan tidak sabaran.
"Dua gadis kekasihku?" kata panji mengerutkan kening. "hahahaha." tawanya geli setelah tahu kalo kemuning wulan ternyata salah paham.
"kok ketawa? Kenapa? Apa ada yang lucu?" tanya kemuning wulan bingung.
"Sudahlah, tidak usah di bahas lagi soal itu. Aku tidak mau kau akan semakin salah paham dan menganggap aku yang tidak tidak. Hari sudah mulai gelap, masuklah. Tidak baik seorang gadis terhormat seperti mu berada di luar, apa lagi hujan makin deras dan angin juga semakin tambah kencang, jangan sampe kau jatuh sakit nanti." kata panji tidak mau membahas soal ucapannya tadi, dia menyuruh kemuning wulan untuk masuk ke dalam gubuk.
"Tapi..." kemuning wulan hendak membantah tapi sorot mata panji yang tajam seperti mengatakan untuk masuk. "Emp. Kau sendiri tidak masuk?" tanyanya.
Panji tidak menjawab dan hanya tersenyum simpul saja lalu kembali memandang ke luar.
"Hm. Kalo begitu aku masuk dulu. Permisi." kata kemuning wulan beranjak masuk ke dalam gubuk, di pintu gubuk dia berhenti sejenak untuk memandang panji baru masuk ke dalam gubuk milik eyang gurunya yaitu resi atmajaya.

MATAHARI pagi bersinar terik menyambut pagi yang cerah setelah semalaman hujan deras mengguyur bumi, bekas bekas hujan yang tersisa masih terliat di permukaan tanah yaitu genangan genangan air di beberapa tempat serta dedaunan yang masih basah air hujan semalam.
"Dasar keras kepala!" seru suara agak keras dari dalam gubuk resi atmajaya.
Di depan serambi gubuk milik resi atmajaya terliat panji sedang meliat ke arah timur dimana sang raja siang telah menunjukkan dari balik pegunungan, di sampingnya berdiri gadis cantik jelita yaitu kenuning wulan. Mereka sama sama menengok ke arah gubuk karna mendengar teriakkan nyai rakanini yang memarahi cempaka.
"huhuh. Si gadis kepala batu kambuh lagi keras kepalanya. Heran, baru kali ini aku bertemu gadis sengeyel itu. Hmm." ucap panji geleng geleng kepala.
"Wajar saja dia bersikap seperti itu. Musibah yang membuat wajahnya jadi rusak seperti itu tentu akan sangat memukul hatinya, kalian kaum pria mana pernah tahu gimana perasaan wanita bila sesuatu yang di anggap paling berharga bagi kaum wanita sampe rusak, itu sama saja bagai kehilangan setengah nyawanya." kata kemuning wulan.
"Owh ya?" kata panji.
"Ya. Hal yang paling di jaga oleh kaum wanita ada dua yaitu kesucian dan kecantikan, jika kehilangan salah satunya maka sama saja kehilangan setengah nyawanya." kata kemuning wulan.
"Tapi bukan berarti kehidupan berakhir begitu sajakan? Apa lagi sampe menganggap semua telah berakhir lalu memutuskan bunuh diri, itu tindakan yang sangat bodoh, masih ada hal yang jauh lebih berguna jika bisa bangkit dari keterpurukan." kata panji.
"Bicara memang mudah tapi bila kau mengalaminya sendiri maka aku yakin kau pasti akan menyesal bicara seperti itu." kata kemuning wulan dingin.
"Jika kau berada di posisi cempaka apa yang akan kau lakukan? Bunuh dirikah atau mencari jalan keluar terbaik?" tanya panji ingin tahu pendapat kemuning wulan.
"Entahlah, aku tidak tahu. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama seperti cempaka. Hidup dengan menyandang cacat di wajah pasti akan berat sekali, sem
ua orang pasti akan menatap jijik dan iba, tidak mungkin akan ada seorang laki laki mendekati seorang gadis buruk rupa. Tidak terbayang rasanya jika aku di posisi cempaka." kata kemuning wulan.
"kecantikan bukan sesuatu yang akan tetap abadi, pada saatnya kelak akan memudar seiring waktu, manusia jadi tua dengan kulit mengeriput, apakah saat itu manusia akan mempermasalahkan kecantikan wajah dan kulit? Tidak, tapi kecantikan dalam hatilah yang tidak akan pernah lekang di makan waktu. Cantik wajah tapi buruk hati toh apalah faedahnya, buruk wajah tapi cantik hatinya itu jauh lebih mulia." kata panji.
"Tidak semua wanita seperti itu, banyak kok yang berwajah cantik tapi hatinya juga cantik, begitu pula berwajah buruk tapi hatinya juga buruk." bantah kemuning wulan.
"Contohnya?" tanya panji.
"Contohnya nenek lampir, sudah buruk rupa tapi hatinya juga sangat buruk. Hiiii." kata kemuning wulan bergidik sendiri.
Panji tertawa lebar mendengar ucapan kemuning wulan. "Ya. Bolehlah kalo kau mencontohkan nenek lampir walau sangat memaksa. Nah, kalo cantik rupa hatinya juga cantik siapa contohnya?" ucapnya.
"Kalo cantik rupa dan cantik hatinya ya siapa ya.. Hmm.. Siapa ya.. Ya kau pasti taulah." kata kemuning wulan merasa jengah hendak menyebut diri sendiri, pipinya terliat bersemu merah karna jengah.
"Siapa?" tanya panji pura pura bodoh. Dia tahu kalo kemuning wulan hendak menyebut diri sendiri tapi merasa jengah.
"Tau ah!" seru kemuning wulan memalingkan muka dengan wajah cemberut.
"Kok tau ah? Owh, kau mau bilang contohnya kamu. Begitu?" kata panji.
"Bodo!" seru kemuning wulan pura pura kesal.
"Memangnya kau merasa cantik?" tanya panji menggoda kemuning wulan.
"ikh. Dasar!" dengus kemuning wulan gregetan. "Sudahlah, aku mau masuk." ucapnya langsung pergi.
"heheh. Dasar gadis aneh." gumam panji lirih.
Panji juga berjalan menuju ke dalam gubuk karna hari ini dia harus melanjutkan mencari tantri dan mei ling.
"Saya tidak mau eyang, saya malu jika kembali ke istana. Semua orang memandangku jijik dan kasihan, saya tidak mau." kata cempaka agak parau karna menangis.
"Cempaka. Kau jangan keras kepala, tidak ada orang yang memandangmu seperti itu, itu hanya perasaanmu saja." kata nyai rakanini terus membujuk cempaka.
"Benar, nimas. Janganlah kau terlalu mengikuti perasaan mu, semua orang di istana galuh mengkuatirkan mu, jika kamu tidak pulang ke istana maka ayahandamu dan ibundamu pasti sangat berduka, apa kamu tega membiarkan orang orang yang menyayangi mu berduka?" kata resi atmajaya turut membujuk.
"Tidak, resi. Tapi aku benar benar tidak mau kembali ke istana, aku tidak kuat dipandang hina oleh semua orang." kata cempaka tetap pada pendiriannya.
"Cempaka! Kau jangan keras kepala. Jangan sampe eyang benar benar murka padamu! Kau mau pulang apa tidak?" bentak eyang rakanini sudah tidak tahan oleh sifat keras kepala cempaka yang benar kelewatan.
"Maaf, eyang." kata cempaka menundukkan kepala menangis tersedu sedu.
"KAU!?" eyang rakanini naik darahnya, amarahnya sudah benar benar tinggi.
"Sabarlah rakanini. Kau jangan terpancing amarahmu. Kemarahan tidak akan pernah menghasilkan jalan yang terbaik, tenanglah." hardik resi atmajaya menasehati nyai rakanini untuk tetap sabar.
"Huh. Terserahlah!" dengus rakanini langsung menjauhi cempaka, dia duduk di lantai untuk menenangkan pikirannya yang benar benar sudah sangat kesal akan sifat keras kepala cempaka yang kelewat batas.
"hmmhh." resi atmajaya hanya bisa menghela nafas panjang meliat rakanini. Dia memahami betul apa yang saat ini rakanini rasakan, memang sulit menghadapi gadis manja dan keras kepala yang kelewat batas.
Panji yang mendengar pertengkeran itu hanya tersenyum tipis saja, memang susah kalo menghadapi orang yang keras kepalanya kelewatan. batinnya.
"Resi, maaf." kata panji pada resi atmajaya. "Mumpung hari masih pagi sekalian saja saya pamit, karna ada urusan mendesak yang harus saya selesekan." ucapnya minta pamit.
"kenapa buru buru, nakmas? Apakah tidak bisa menunggu agak siangan sebentar?" tanya resi atmajaya heran karna panji sudah buru buru mau pergi.
"Maaf, resi. Urusan ini tidak bisa di tunda tunda lagi karna ini menyangkut keselamatan adik saya." kata panji.
"keselamatan adikmu? Memang ada apa dengan adikmu nakmas?" tanya resi atmajaya ingin tahu.
"Panjang ceritanya resi, saya tidak bisa menceritakannya sekarang, saya harus buru buru." kata panji.
"Owh, begitu. Silakan kalo begitu, maaf kalo kami tidak bisa membantu mu." kata resi atmajaya mengerti.
"Terima kasih." kata panji.
"Panji, aku ikut!" seru cempaka tiba tiba.
"ikut kemana?" tanya panji menatap cempaka.
"Ya ikut kemana saja, yang penting aku ikut." sahut cempaka.
"Eitz. Jangan dong, masa kemana saja mau ikut. Lah, kalo misal aku mau mandi atau mau buang air besar, masa kau mau ikut juga." kata panji berlagak kaya orang bodoh.
"Cih. Sinting! Siapa juga yang mau ikut kamu mandi atau buang air besar, dasar aneh!" seru cempaka ngomel ngomel.
Resi atmajaya dan kemuning wulan sampe menahan tawa mendengar ucapan panji yang asal asalan bicara.
"Lah, tadi katanya kemana saja mau ikut?" tanya panji berlagak bodoh.
"Maksut aku ikut kamu pergi bukan ikut kamu mandi atau buang air besar segala, dasar." seru cempaka dengan nada kesal.
"owh, bilang dong. Kirain mau ikut itu juga." kata panji tertawa nyengir.
"Akukan sudah bilang, kamu saja yang berpikir aneh aneh. Dasar orang aneh." omel cempaka.
"hehe. Tidak boleh! Kau sebaiknya pulang saja ke istana, kalo kau ikut ntar malah aku yang repot." kata panji cepat.
"kenapa? Aku janji tidak akan membuat mu repot." kata cempaka cepat.
"Ei. Anak kecil. Di luar sangat berbahaya buat anak kecil seperti mu, kau itu sebaiknya diam di rumah, cuci tangan cuci kaki terus tidur, biar kau cepat sehat." kata panji berlagak seperti orang tua.
"Apa katamu? Anak kecil? Aku bukan anak kecil, aku sudah besar tahu." semprot cempaka marah marah di katain anak kecil.
"Secara fisik kau memang sudah besar tapi secara pikiran kau itu seperti anak kecil. Keras kepala, suka membantah orang tua,mudah ngambek, gampang putus asa, kalo tidak di turutin langsung marah marah. Nah,kalo bukan anak kecil lalu apa coba?" kata panji.
Cempaka tidak bisa membalas perkataan panji, dia terdiam dengan muka di tekuk karna merasa memang apa yang di katakan panji ada benarnya juga. Dia sadar telah berkelakuan sama seperti apa yang panji katakan tadi, padahal dulu dia gadis periang yang tidak pernah membantah ucapan orang tua, pokoknya dia yang dulu sangat bertolak belakang dengan sekarang.
"kenapa kau diam? Tidak bisa jawab? Baru sadar kalo ini memang seperti anak kecil? Huhuh. Kau ini memang pantas di kasihani, ck ck ck." kata panji serius.
"Aku tidak butuh belas kasihan dari mu." dengus cempaka menatap panji dingin.
"kalo kau tidak butuh belas kasihan lalu kenapa kau bersikap yang mengundang orang untuk membuatmu di kasihani. Apa ini sikap tidak butuh belas kasihan orang lain? Huh. Aku sendiri juga tidak mau memberi mu belas kasihan, justru aku kasihan pada orang orang yang setulus hati menyayangi mu, mengkuatirkan keadaanmu dan tidak henti hentinya memberi mu dorongan semangat, tapi apa balasan mu? Kau mengecewakan mereka, kau tidak menghiraukan gimana perasaan mereka, Yang kau pikirkan hanya dirimu sendiri, ego mu sendiri dan nasibmu sendiri. Sekarang coba jawab satu saja pertanyaanku ini, Apa kau tidak menyayangi orang orang di dekat mu? Ayahmu, ibumu, saudaramu dan juga teman temanmu serta eyang gurumu. Hm?" kata panji terliat serius sekali dengan nada suara begitu angker, seolah mampu menggetarkan hati.
Resi atmajaya dan nyai rakanini yang semula mendengar ucapan panji hanya asal asalan seperti orang bergurau jadi terpana takjub, ucapan panji dengan nada suara tidak keras tapi juga tidak lemah seolah mampu membius orang yang mendengarnya. Kemuning wulanpun juga sampe terpana dan tergetar hatinya mendengar ucapan panji.
"Tentu saja aku sangat menyayangi mereka, sangat sangat menyayangi mereka." kata cempaka.
"Nah, jika kau memang benar benar sayang sama mereka lalu kenapa pergi dari istana? Apa itu yang kau bilang sayang. Hm?" tanya panji.
"Aku.. Aku.. Aku.." cempaka tidak bisa memjawab pertanyaan panji yang mengenai hatinya dengan sangat tepat sekali.
"kenapa,hm?" tanya panji.
Cempaka menunduk terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan panji.
"Apa gara gara luka di wajah mu,hm? Apa kau malu memiliki wajah yang sudah tidak cantik seperti dulu lagi? Dengan berpikir pergi jauh dari istana maka kau bisa membuat ayahandamu, ibundamu, kakakmu tidak akan merasa malu lagi di hadapan semua orang, begitu? Kau berpikir istana tidak akan jadi bahan gunjingan dan tertawaan semua orang karna putri istana yang membuat malu sudah tidak ada lagi di istana, begitukah? Jawab, jangan diam saja!" kata panji angker sekali.
Cempaka semakin menunduk tidak bisa menjawab, dia sebenarnya ingin membantah semua pertanyaan panji tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu dan kaku. Kata kata panji dan nada suara panji yang begitu angker seolah membuat hatinya jadi ciut tidak berani membantah.
Resi atmajaya, nyai rakanini dan kemuning wulanpun merasakan perasaan yang sama seperti cempaka, mereka begitu tergetar mendengar nada suara panji yang sangat angker sekali, seolah nada suara itu keluar dari mulut seorang maharaja yang agung dengan perbawa yang begitu luar biasa besar. Benar benar tidak bisa dipercaya jika seorang pemuda biasa yang terliat seperti orang lemah bisa berkata dengan nada suara yang begitu angker menggetarkan sukma. Pikir mereka.
"Akan aku ceritakan sebuah cerita nyata yang di alami seorang gadis kecil bernama kinanti, mudah mudahan saja apa yang di alami gadis itu bisa membuka pikiran dan matahati mu." kata panji kali ini berkata dengan nada suara lebih kalem. "Dengarlah baik baik apa yang akan aku ceritakan padamu. Beberapa bulan yang lalu di desa babakan yang terletak di dekat hutan tengkorak telah di serang oleh kawanan perampok hutan tengkorak, seluruh penduduk desa di bantai habis tanpa ampun, harta benda semua di ambil, para gadis desa di culik dan seluruh rumah di bumi hanguskan. Saat itu aku tidak sengaja melewati desa babakan yang sudah porak poranda, rumah hancur terbakar, mayat mayat bergelimpangan disana sini dan sebagian besar menjadi makanan kawa
nan anjing anjing liar, betapa menyeramkan suasana saat itu, benar benar mengerikan. Di atas semak semak tinggi dekat sebuah rumah yang terbakar aku menemukan seorang gadis kecil dalam keadaan sekarat, tulang tulangnya patah di beberapa tempat termasuk tulang rusuknya, bisa di katakan dia sudah tidak harapan untuk bertahan hidup lagi. Beruntung aku menemukan gadis itu dan dengan segenap tenaga yang ku miliki dia bisa aku tolong, aku lalu membawa gadis itu ke arah selatan meski aku tidak tahu ke arah daerah mana aku membawanya, semalaman aku berjalan hingga di pagi hari tidak sengaja aku sampe di sebuah lembah, lembah itu bernama lembah tengkorak dan di sana kami bertemu seseorang penghuni lembah tengkorak tersebut."
"Ki jalasena!" kata resi atmajaya memotong cerita panji.
"hm? Resi kenal dengan pemilik lembah tengkorak itu?" tanya panji terkejut.
"Tabib sakti delapan penjuru angin, siapa yang tidak kenal orang tua itu, seluruh persilatan pasti mengenal dia." kata nyai rakanini ikut bicara.
"Owh." gumam panji pelan manggut manggut.
"Teruskan ceritamu, nanti baru kita bahas soal itu." kata resi atmajaya tidak mau melewatkan kesempatan dimana cempaka seperti tengah mendengarkan dengan sungguh sungguh cerita panji.
Nyai rakanini paham maksut resi atmajaya, diapun mengamini apa yang resi atmajaya katakan pada panji.
"Lalu apa yang terjadi sama gadis itu?" tanya cempaka menatap panji serius sekali.
"hmm. Berkat pertolongan penghuni lembah tengkorak yaitu ki jalasena, gadis itu bisa tertolong dan selamat serta sehat seperti sedia kala." kata panji.
"Fiuh. Sukurlah kalo gadis itu bisa tertolong dan kembali sehat seperti semula." kata cempaka bernafas lega.
"Bukan selamat atau tidaknya gadis itu inti cerita yang aku ceritakan padamu." kata panji tersenyum.
"Apa itu?" tanya cempaka ingin tahu.
"Yaitu inti cerita yang bisa membuat matahatimu terbuka." kata panji kalem. "Begini. Aku ingin kau membayangkan jika kau yang menjadi gadis itu. Nah, coba kau rasakan, kau resapi dan kau hayati jika menjadi gadis tersebut. Apa kau tahu gimana perasaan gadis itu ketika dia dengan mata kepala sendiri meliat ayah dan ibunya tewas di bantai oleh para perampok hutan tengkorak, ayah ibunya di siksa dengan sangat kejam sebelum tewas. kakak laki lakinya di hajar habisan, di seret dengan kuda sampe tewas dan kakak perempuannya di perkosa lalu di bunuh dengan keji. Nah, kau bisa bayangkan gimana terpukul dan terguncangnya hati gadis itu menyaksikan kekejaman di depan matanya. Gimana? Apa kau bisa turut merasakan gimana berdukanya gadis tersebut. Hm?" ucapnya.
Cempaka dan kemuning wulan yang belum mengenal gimana keras dan kejamnya rimba hijau langsung bergidik merinding ngeri membayangkan gimana nasib gadis yang di ceritakan oleh panji. Resi atmajaya dan nyai rakanini lebih bisa bersikap tenang karna mereka sudah kenyang asam garam kehidupan di dunia persilatan.
"Aku tidak bisa membayangkan gimana berdukanya perasaan gadis itu, dia pasti akan mengalami trauma yang hebat seumur hidupnya. benar benar kejadian yang sangat mengerikan yang di alami gadis tersebut." kata cempaka ikut merasakan kedukaan yang dalam terhadap gadis yang di ceritakan panji.
"Ya. Aku sependapat. Gadis itu pasti mengalami trauma hebat dalam hatinya, entah bagaimana dia akan bisa terus hidup dengan trauma yang sedemikian luar biasa. benar benar kasihan gadis itu." kata kemuning wulan ikut mengutarakan pendapatnya yang turut merasakan kedukaan gadis yang panji ceritakan.
"Benar. Gadis itu pasti tidak akan sanggup menjalani kehidupan dengan trauma itu. Hmm." kata cempaka sependapat dengan kemuning wulan.
"Kalian salah!" kata panji tersenyum simpul. "Gadis itu hidup dengan tegar dan kuat, dia tidak terpengaruh dengan kejadian yang dia alami." ucapnya.
"Benarkah? Gimana bisa dia hidup tegar tanpa terpengaruh oleh kejadian mengerikan itu, kok bisa begitu?" tanya cempaka keheranan.
"Kalian mau tahu kenapa dia bisa seperti itu?" tanya panji.
"Ya. Kenapa bisa begitu?" tanya cempaka penasaran.
"Jujur aku katakan aku sangat salut dan begitu memuji mental dia yang luar biasa kuat. Kenapa? Karna dia bilang begini padaku... kakak, meski seluruh keluarga ku di bunuh dengan kejam oleh orang orang itu tapi aku tidak boleh terpuruk dalam kesedihan yang mendalam, aku tidak boleh menyerah dalam keterpurukan ini karna menyerah dan putus asa hanyalah milik orang orang yang berhati lemah. Dengan kejadian itu bukan berarti dunia akan berakhir begitu saja, langit tidak akan menjadi runtuh, ini bukan akhir dari segalanya di dalam hidupku. Aku harus bisa bangkit dan menjadi kuat agar kelak bisa membalaskan sakit hatinya keluargaku dan seluruh penduduk di desaku. Nah, bisa kau bayangkan sendiri, seorang gadis kecil bisa tabah dan kuat setelah mengalami peristiwa berdarah yang mengerikan itu. Kalo bukan gadis tangguh apa namanya coba, hm?" kata panji.
Cempaka manggut manggut memuji gimana tegarnya hati gadis yang panji ceritakan.
"Nah, sekarang coba bandingkan dengan dirimu. Hikmah apa yang bisa kau dapat dari ceritaku tadi?" kata panji bertanya.
Cempaka terdiam merenung memikirkan apa yang panji ceritakan, dia jadi tersadar kalo di banding gadis yang di ceritakan panji dengan dirinya maka dirinya masih beruntung karna banyak orang orang di sekelilingnya yang begitu menyanginya dan tidak lelah terus memberinya dorongan semangat tetapi dia malah tidak mau dengar dan mengecewakan orang orang yang menyayangi dirinya. Jika di pikir pikir dia merasa berdosa pada semua orang karna telah membuat mereka kecewa dan semakin berduka dengan kabur dari istana, sedangkan gadis yang di ceritakan panji bisa begitu tegar dan kuat tanpa dukungan semangat dari orang orang di sekitarnya masa cempaka tidak bisa seperti gadis itu.
Dia seketika menatap eyang rakanini dengan mata mengembang air mata merasa bersalah.
"Eyang!" ucap cempaka sengau menahan perasaannya yang merasa bersalah.
Nyai rakanini turut merasa bersalah karna terlalu keras pada cempaka, dia mendekati cempaka lalu memeluk erat murid yang dia sayangi itu.
"Eyang. Maafkan cempaka. Maafkan cempaka. Cempaka merasa berdosa telah membuat eyang dan yang lain sedih. Maafkan cempaka, eyang." ratap cempaka dalam pelukan nyai rakanini di sela tangisnya.
"Sudah. Sudah jangan di bahas lagi, yang penting kau sudah sadar. Eyang sangat menyayangi dirimu cucuku." kata nyai rakanini mengusap kepala cempaka penuh kasih sayang.
"Cempaka juga sayang sama eyang. Sayang sekali." kata cempaka memeluk erat nyai rakanini yaitu eyang gurunya.
Resi atmajaya menghela nafas lega meliat cempaka luluh juga hatinya, dia melirik panji karna tidak menduga pemuda itu mampu meluluhkan sifat keras hatinya cempaka. "hmm. Dia benar benar pemuda yang penuh kejutan." gumamnya.
Kemuning wulan tidak sadar jadi ikut ikutan meneteskan air mata haru meliat semua itu. Sedangkan panji hanya tersenyum sambil garuk garuk kepala tidak gatal.
"Panji!" seru cempaka menatap panji. "terima kasih. Terima kasih kau telah menyadarkanku, kalo tidak ada kamu mungkin aku tidak akan pernah sadar dari kesalahanku. Terima kasih." ucapnya tulus.
"Terima kasih? Terima kasih buat apa? Memang apa yang telah aku lakukan sampe kau sadar begitu?" tanya panji berlagak pilon.
"Sudaaah, kau jangan berlagak pilon begitu. Membuat aku kembali kesal dan marah marah lagi padamu. Dasar!" seru cempaka dengan muka di tekuk.
Kemuning wulan memukul lengan panji karna jengkel mendengar panji mulai lagi berlagak pilonnya.
"Aduh! Kenapa kau memukul aku?" tanya panji pura pura meringis kesakitan.
"Kau jangan kumat lagi sifat usilmu itu, suasana sudah baik dan gembira malah mau kau buat keruh lagi. Dasar!" omel kemuning wulan memarahi panji.
"iya iya maaf, begitu saja marah marah. Hehe." kata panji tertawa nyengir. "Lagian kau juga sih, jadi orang kok keras kepalanya nggak ketulungan. Gara gara kamu aku jadi pukul sama dia." gerutunya pura pura memarahi cempaka.
"Lah, kok gara gara aku? Orang dia yang memukul mu masa aku yang kau marahi. Lagian juga kau memang pantas di pukul, Eh wulan kau pulul terus saja dia biar tahu rasa. Huh, dasar orang aneh." kata cempaka ngomel ngomel.
"Kau tenang saja cempaka, kalo dia membuat mu kesal lagi biar aku pukul dia sampe kapok." sahut kemuning wulan.
"Sudaaah, jangan bertengkar lagi. Suasanakan sudah baik kenapa musti di rusak lagi dengan bertengkar. Jangan bertengkar lagi, ya?" kata nyai rakanini mengusap kepala cempaka.
"Dia yang mulai duluan." kata cempaka merajuk.
"iya iya eyang tahu. Sudah jangan marah marah lagi, biar nanti eyang marahi pemuda itu kalo dia membuatmu marah lagi." kata nyai rakanini.
Kemuning wulan kembali memukul lengan panji. "Tuh, dengerin tuh. Kalo kau membuat cempaka kesal lagi, eyang rakanini akan memarahi mu. Rasain!" ucapnya cepat.
Panji garuk garuk kepalanya yang tidak gatal. "Tadi dia yang di marahin, sekarang malah aku kena di marahin, ya sudahlah kalo begitu aku pergi saja dari sini, lagi pula sudah terlalu lama aku disini." ucapnya.
"hmm. kau jadi pergi juga nakmas?" tanya resi atmajaya.
"iya resi." jawab panji mengangguk.
"Ya sudah kalo begitu. Hati hati di jalan." kata resi atmajaya.
"Baik,resi." kata panji.
"Panji, kau beneran jadi mau pergi?" tanya cempaka tampak muram.
"Ya.Ada urusan mendesak yang harus aku selesekan." kata panji menatap cempaka.
"Emp. kira kira kapan kita akan ketemu lagi?" tanya cempaka.
"hmm. Entahlah, tapi aku harap sih aku tidak mau ketemu kamu lagi." kata panji becanda.
"kenapa? Apa kau tidak mau ketemu aku karna wajah ku yang buruk?" tanya cempaka terliat muram.
"Tidak juga. Aku tidak mau ketemu sama kamu lagi karna aku tidak mau membuat mu marah atau kesal, ntar aku bisa di pukul sama dia dan juga di marahi eyang gurumu. Bisa repot aku nanti. Hehehe." kata panji tertawa nyengir.
"Ei. Mereka tidak serius bicara begitu, mereka hanya becanda saja. Kau jangan terlampau di ambil hati ucapan mereka." kata cempaka.
"Aku tahu. Aku juga becanda kok. Hmm." kata panji tersenyum lebar. "oh ya. kau jangan merasa dunia tidak adik kepadamu dan berkecil hati karna luka di wajahmu, luka di wajahmu bukan luka yang tidak bisa di sembuhkan. kau termasuk beruntung karna cairan beracun itu tidak sampe merusak daging tapi hanya kulit wajahmu saja yang rusak dan itu bukan masalah yang serius. Ada sebu
ah obat yang dapat membuat wajahmu kembali cantik seperti sedia kala." ucapnya.
"Ekh, benarkah?" tanya cempaka tidak percaya.
"Tanya saja pada resi atmajaya kalo kau tidak percaya." kata panji.
"Memang benar apa yang nakmas panji katakan. Luka di wajah nimas cempaka memang bisa di sembuhkan seperti semula, tapi aku tidak tahu apa nama obat itu." kata resi atmajaya.
"Madu lebah es, itu nama obat yang bisa menyembuhkan luka di wajah cempaka." kata panji memberi tahu.
"Madu lebah es?!" seru semua orang terkejut.
"Ya. Madu lebah es." kata panji mengangguk.
"Madu lebah es. Benarkah dengan madu lebah es wajahku bisa sembuh seperti semula?" tanya cempaka sedikit merasa punya harapan.
"Ya tentu saja. Meski tidak bisa sempurna tetapi setidaknya wajahmu bisa sembuh atau minimal wajahmu bisa seperti nyai rakanini." kata panji bergurau.
"Apa? Wajahku bisa seperti eyang rakanini? Tidak aku tidak mau,masa wajahku seperti eyang rakanini." seru cempaka cepat menggelengkan kepala.
"Loh,kenapa?" tanya panji menahan tawa geli.
"Eyang rakaninikan sudah tua dan juga.. dan juga.. jelek." kata cempaka menunduk takut takut mengatakan itu.
"Apa kau bilang? Wajah eyang jelek? Dasar murid tidak sopan. Rasain jeweran eyang!" seru nyai rakanini menjewer kuping cempaka.
"Aduh duh duh. Ampun eyang. Bukan aku yang bilang tapi panji yang bilang." jerit cempaka kesakitan di jewer eyang rakanini.
"Loh,kok aku? Bukan aku yang bilang tapi kamu sendiri bilang begitu. hihihihi." seru panji tertawa geli.
"Kau memang tidak bilang begitu tapi kau bermaksut seperti itukan!" seru cempaka memarahi panji.
"Sudah jangan becanda terus, orang lagi serius malah becanda terus." kata resi atmajaya menasehati.
Kemuning wulan kembali memukul lengan panji, kali ini dia memukul lebih keras karna jengkel dengan candaan panji. "kau ini, becanda terus!" omelnya.
"Aduuuh. kau ini suka sekali memukul aku, orang becandapun nggak boleh." protes panji karna di pukul kemuning wulan.
"Rasain!" omel kemuning wulan dengan melototin panji.
"Anak muda. Apa benar madu lebah es bisa menyembuhkan luka di wajah cempaka?" tanya nyai rakanini memastikan kebenaran ucapan panji.
"Eyang. Jangan percaya apa yang di katakan orang aneh itu, dia hanya mau menghibur kita saja, sudah jelas jelas tadi dia cuma becanda saja." kata cempaka.
Nyai rakanini menatap cempaka sebentar lalu menatap panji tajam. "Benar begitu, anak muda? Kau tadi hanya becanda untuk menghibur kami saja?" tanyanya serius.
"Apa yang nakmas panji bilang memang benar nyai, dia tidak becanda. Aku memang pernah membaca tentang madu lebah es di buku pengobatan, madu lebah es adalah jenis lebah yang sangat langka di dunia ini, konon madu lebah es sanggup menyembuhkan luka bakar apapun entah itu karna kena api ataupun terkena cairan yang bersifat panas, misal air mendidih dan cairan beracun. Konon juga bila kulit seorang wanita sering di olesi madu lebah es maka kulitnya akan terliat mulus dan cantik, meminum madu lebah es dengan rutin akan meningkatkan ilmu tenaga dalam seseorang. khasiat madu lebah es sangat banyak sekali." kata resi atmajaya.
"Wah, kalo bisa mendapatkan madu lebah es kita bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan tenaga dalam ilmu silat kita ya eyang. kenapa kita tidak mencari madu lebah es itu eyang?" kata kemuning wulan.
"Madu lebah es susah di cari, jika di ibaratkan sama saja kita mencari mutiara, kita harus menyelam di air laut sangat dalam baru bisa mendapatkan mutiara tersebut. Madu lebah es jauh lebih susah ketimbang mencari mutiara di laut dalam, selain sangat langka tetapi juga kita harus menuruni jurang terjal yang sangat berbahaya, belum lagi kita harus menghadapi serangan dari lebah api yang sangat beracun. sekalipun kita bisa melewati semua rintangan yang ada belum tentu kita mendapatkan madu lebah es tersebut karna antara lebah es dan lebah api tidak bisa di bedakan sama sekali, salah salah kita malah mendapatkan madu lebah api bukan madu lebah es. itu dari cerita buku pengobatan yang aku baca." kata resi atmajaya.
"Sebegitu susahnya eyang untuk mendapat madu itu." kata kemuning wulan kurang percaya.
"kalau tidak susah bukan madu langka namanya, saking langka dan sulit sekali mendapatkannya, madu lebah es bisa di katakan jauh lebih berharga di banding intan dan permata. benar benar madu yang luar biasa berharga." kata resi atmajaya.
"Jika benar begitu sulit mendapatkannya, itu sama saja tidak harapan sembuh buat cempaka." kata kemuning wulan menghela nafas berat.
"Tidak apa apa, wulan. Aku sekarang sudah pasrah dengan luka di wajahku ini. benar apa kata panji, nasib ku jauh lebih beruntung di banding gadis yang panji ceritakan, aku masih memiliki orang orang yang sangat peduli dan menyayangi aku. Doakan saja semoga aku slalu tabah dan kuat menjalani kehidupan ku yang sekarang ini." kata cempaka terliat tegar dan lebih dewasa sekarang.
"Tentu. Aku akan slalu mendoakan mu." kata kemuning wulan tersenyum.
Resi atmajaya dan nyai rakanini tersenyum senang meliat cempaka yang sekarang jauh lebih bisa bersikap dewasa dari pada tadi yang keras kepala dan kekanak kanakan.
"Tumben kau bisa begitu bersikap dewasa. Heran sekali kau berubah begitu cepat. Ekh, kau tidak lagi ngigaukan? Jangan jangan kepala mu panas atau jangan jangan kau kemasukan jin baik, coba sini aku periksa." kata panji berlagak hendak memeriksa cempaka.
"Ei. Orang aneh! Aku tidak ngigau tahu. Kepala ku juga tidak panas. Enak saja ngatain aku kemasukan jin baik, kamu itu yang kesambet jin. Dasar orang aneh!" seru cempaka marah marah setelah memukul tangan panji yang hendak memegang keningnya.
"Yee. akukan cuma becanda, kali saja bener kau kemasukan jin baik bisa berkata seperti itu." kata panji mundur ke belakang.
"kau tuh yang kemasukan jin." teriak cempaka kesal.
kemuning wulan langsung mencubit perut panji dengan gregetan mendengar ucapan dan meliat tingkah panji yang konyol.
"Aduh duh duh. Sakit tau!" kata panji menahan sakit karna di cubit kemuning wulan.
"Sukurin. Orang cempaka berubah lebih baik kok malah di bilang kemasukan jin. Dasar orang aneh!" kata kemuning wulan dengan gregetan meliat panji.
Panji tertawa cengengesan saja di omeli cempaka dan kemuning wulan.
"cengengesan!" seru kemuning wulan melototin panji.
"Resi, dimana kira kira menurut buku pengobatan yang resi baca madu lebah es berada?" tanya panji pada resi atmajaya.
"Menurut buku pengobatan yang aku baca madu lebah es terletak di tebing jurang yang sangat dalam dimana hawa di tempat itu sangat dingin dan tidak tersentuh sinar matahari. Dimana tepatnya tidak di beri tahukan. Apa nakmas mau mencari madu lebah es itu?" kata resi atmajaya bertanya.
"Jika urusanku sudah selese akan saya usahakan mencari madu lebah es itu, yach meskipun sulit menemukannya tapi tetap akan saya usahakan." kata panji.
"Nakmas. Tempat yang akan kau datangi itu sangat berbahaya, selain tempatnya yang sangat sulit di lewati tetapi kau juga akan menghadapi puluhan atau bahkan ratusan lebah api sebelum sampe di tempat dimana lebah es bersarang. Aku saranin kau jangan kesana karna nyawa taruhannya." kata resi atmajaya menasehati.
"Panji. Aku berterima kasih kau berniat baik hendak menolong ku tapi aku tidak mau kau menempuh bahaya yang bisa mengancam jiwamu. Aku sudah pasrah dengan keadaanku sekarang ini, kau jangan membuang nyawa dengan sia sia hanya untuk menolong aku." kata cempaka.
"hmm. Benar kau tidak apa apa wajahmu seperti itu?" tanya panji menatap cempaka.
"Aku tidak apa apa." kata cempaka berusaha terliat tabah.
"Ya baiklah kalo begitu." kata panji mengangkat bahu. "kalo begitu aku mohon pamit, aku harus buru buru ke bukit walet karna temanku sudah duluan menuju kesana." ucapnya.
"bukit walet?" tanya nyai rakanini kaget. "tunggu anak muda. Kau mau ke bukit walet ada urusan apa? Ada hubungan apa kau sama tiga walet hitam?" tanyanya menyelidik.
"Aku mau menghajar tiga manusia busuk itu, dia telah menculik dua gadis kecil yaitu adik ku mei ling dan tantri murid datuk barat. Kebetulan aku sudah menyuruh datuk barat ke bukit walet duluan jadi aku juga harus ke sana." kata panji.
"tiga walet hitam menculik adik mu dan murid datuk barat? Untuk apa mereka menculik adik mu dan murid datuk barat?" tanya nyai rakanini heran.
"ceritanya panjang, lama kalo ceritakan. Oh ya, selain bukit walet dimana tiga walet hitam biasa bersarang?" tanya panji.
"Tiga walet hitam adalah anteknya raden baruna, mereka bergabung sama pemberontak untuk menggulingkan tahta raja galuh. Tiga walet hitam berada di bawah perintah alayuda yaitu murid si iblis hijau adik dari si iblis beracun. Mereka bersarang di hutan menjangan dekat perbatasan antara kerajaan galuh dan kerajaan karang setra." kata nyai rakanini.
"hmm. Kalo begitu jika mereka tidak ada di bukit walet, terpaksa aku akan ke bukit menjangan mencari mereka di sana." kata panji.
"Jangan!" cegah cempaka. "kau jangan ke bukit menjangan, disana sarang pemberontak dan disana banyak para pendekar golongan hitam yang di sewa oleh raden baruna. kau bisa celaka kalo kesana!" serunya.
"Benar anak muda. Jika benar adikmu di tangkap oleh tiga walet hitam lebih baik kau datang saja ke istana galuh, katakan saja aku yang menyuruh mu maka raja galuh pasti akan mengirimkan prajurit untuk membantu menolong adikmmu itu." kata nyai rakanini.
Panji tersenyum simpul. "banyak terima kasih atas maksut baik nyai, tapi maaf aku tidak bisa menerimanya. Aku sendiri saja sudah cukup untuk menolong adikku." ucapnya.
"Heh. Eyang rakanini tulus mau membantu mu tapi malah kau tolak, memangnya kau punya kemampuan apa sampe berani sesumbar begitu. Hah? Paling ilmu tidak seberapa pake sok sok'an begitu. Huh!" teriak cempaka cepat.
"hahahaha!" panji tertawa ringan namun anehnya mampu membuat gubuk dan isinya bergetar agak keras.
Resi atmajaya, nyai rakanini, cempaka dan kemuning wulan terkejut sekali karna tiba tiba gubuk dan isinya bergetar seperti terjadi lindu atau gempa kecil. Mereka langsung menatap panji tidak percaya karna getaran itu terjadi akibat tenaga dalam panji yang di keluarkan lewat suara tawa panji.
"hehehehe. Aku memang tidak punya ilmu silat tinggi tapi aku memiliki sikap ksatria sejati. Datuk di barat, sesat di timur, raja di selatan, pengemis di utara dan aku di tengah. Selamat tinggal. Hahahaha!" seru panji yang
sudah tidak terliat lagi di tempat itu, lesatannya bagai kilat yang dalam sekejap mata sudah tidak terliat lagi. Yang tertinggal hanya suara tawanya yang masih menggema di tempat itu.
"Sudah aku duga, pasti dia." gumam resi atmajaya meliat ke arah luar gubuk.
"cepat sekali melesatnya, dia manusia atau hantu sih? Menghilangnya cepat sekali." kata kemuning wulan terkejut sekali.
"benar. Tidak ku duga panji memiliki ilmu menghilang, suara tawanya masih ada tapi orangnya sudah tidak ada. Benar benar aneh sekali." kata cempaka juga kaget sekali.
"Datuk di barat, sesat di timur, raja di selatan, pengemis di utara dan dia di tengah." gumam nyai rakanini memikirkan ucapan panji tadi, tiba tiba dia langsung mendusin kaget. "Atmajaya, apa kau berpikir sama seperti apa yang aku pikirkan?" serunya cepat meliat resi atmajaya.
"Ya nyai, itu memang dia. Sejak awal aku sudah menduga itu adalah dia tapi aku belum berani memastika jika itu memang dia." kata resi atmajaya mengangguk.
"Jadi benar itu memang dia. Tidak ku sangka kalo dia adalah orang itu. Hm." kata nyai rakanini.
"Rakanini, sepertinya rencana kita ke bukit katak menemui si iblis hijau terpaksa kita batalkan. Aku menduga para pendekar persilatan pasti akan berkumpul di suatu tempat atas perintah anak muda itu, kita tidak boleh mengabaikan isyarat yang tadi anak muda itu berikan kepada kita. kita harus kesana!" kata resi atmajaya.
"Ya. Aku mengerti." kata nyai rakanini mengangguk. "hik.hik.hik. Sudah lama aku tidak meliat keramaian di dunia persilatan, aku tidak mau melewatkan begitu saja kesempatan langka ini. Hik.hik." ucapnya tertawa terkikik seperti orang girang.
"Eyang. kalian bicara apa sih? Kalian menyebut nyebut dia orangnya, emangnya dia itu siapa yang eyang bicarakan itu?" tanya cempaka heran dan bingung dengan pembicaraan eyang rakanini dan resi atmajaya.
"Rakanini. Sebaiknya kau antarkan nimas cempaka ke istana lebih dahulu, dua hari lagi kita bertemu di desa asinan, aku tunggu kau di sana." kata resi atmajaya.
"Baik. Aku akan secepatnya kesana." kata nyai rakanini mengangguk. "cempaka, ayo kita berangkat ke istana. Jangan sampe kita kemalaman tiba di kotaraja, ayo!" ucapnya pada cempaka.
"Sekarang? Kok buru buru begitu eyang? Memangnya ada apa kok terburu buru?" tanya cempaka heran.
"Nanti akan eyang ceritakan sambil jalan. Ayo!" kata nyai rakanini membantu cempaka beranjak dari duduknya.
Cempaka yang masih bingung dan penasaran mau tidak mau menuruti juga apa kata eyang gurunya yaitu eyang rakanini.
"Atmajaya. Kami berangkat dulu!" kata nyai rakanini.
"Ya. Hati hati di jalan." kata resi atmajaya mengangguk.
Nyai rakanini melesat cepat sambil memapah cempaka yang belum pulih benar kesehatannya, resi atmajaya dan kemuning wulan meliat kepergiana mereka sampe dua orang itu tidak terliat lagi.
"Nimas. Kita juga harus bersiap siap mumpung hari belum terlalu siang." kata resi atmajaya.
"Maaf eyang. Kita hendak pergi kemana?" tanya kemuning wulan merasa heran.
"ke desa asinan." jawab resi atmajaya.
"untuk apa?" tanya kemuning wulan.
"Nanti saja eyang ceritakan sambil jalan. kau persiapkanlah semua bekal lalu kita segera berangkat ke desa asinan." kata resi atmajaya cepat.
"baik." sahut kemuning wulan segera mempersiapkan bekal yang akan di bawa.

* * *


ON : 1 | Hari ini : 1 | Total : 810027 Hits