PANJI memainkan jurus jurus dari rangkaian jurus naga sakti atau naga langit secara perlahan agar dapat di liat jelas oleh ki jaludra, anggini dan mayang. Setiap dia memainkan jurus jurus itu tidak lupa dia memberi tahu apa nama jurus jurus tersebut, hingga selese memainkan jurus terakhir dia berdiri meliat ke arah tiga orang tersebut.
"Apa kalian sudah meliat dengan jelas semua jurus tadi?" tanya panji.
"Ya. Sangat jelas!" sahut ki jaludra mengangguk.
"Tadi adalah 18 jurus utama dari rangkaian jurus naga sakti. Nah, sekarang tolong perhatikan baik baik karna saya memainkan kembali jurus tadi secara cepat beserta perubahan perubahannya." kata panji.
Panji kembali memainkan rangkaian jurus naga sakti beserta perubahan perubahan jurus dengan kecepatan yang lebih tinggi. Kali ini baru terliat betapa indah dan hidup jurus jurus naga sakti tersebut.
"Nah, apa kalian sudah dapat meliat dengan jelas jurus jurus tadi?" tanya panji setelah menyelesekan jurus terakhir.
"hmm. Walau belum hafal semua jurus tadi tetapi sedikit banyak kami dapat meliatnya dengan jelas." kata ki jaludra.
"Baik. Sekarang tolong kalian perhatikan baik baik karna saya akan memainkan jurus jurus tadi dengan tenaga dalam." kata panji.
Panji kembali memainkan rangkaian jurus naga sakti dengan mengerahkan tenaga dalam dimana itu adalah rangkaian jurus naga sakti sempurna dan kali ini di jurus naga sakti paling sempurna baru terliat dengan sangat jelas gimana kedahsyatan jurus naga sakti tersebut. Permainan jurus dan pengaturan tenaga dalam yang tepat telah memperliatkan gimana jurus naga sakti begitu luar biasa hebat, tempat itu sampe bergetar setiap panji melepaskan pukulan dan tendangan yang mengandung tenaga dalam tinggi, beberapa tana dan batu di buat hancur berantakan oleh terjangan jurus naga sakti tersebut. Angin juga ikut bergejolak mengikuti irama gerakan jurus naga sakti yang panji mainkan sehingga area tempat itu mirip terjadi bencana alam yang cukup hebat.
"Nah, ini adalah jurus naga sakti sempurna. Saya harap kalian meliatnya dengan jelas dan seberapa banyak kalian dapat menangkap intisari jurus naga sakti sempurna tadi itu tergantung bakat kalian." kata panji setelah menyelesekan jurus terakhir.
Ki jaludra, anggini dan mayang tidak bisa berkata apa apa karna masih terpana oleh permainan jurus naga sakti yang panji mainkan tadi, mereka tidak menduga jika jurus naga sakti itu sedemikian luar biasa sekali. Seumur umur mereka baru meliat ada jurus yang sedemikian luar biasa hebat, benar benar bikin shock jiwa dan raga.
Panji berjalan ke tempat dimana dia duduk tadi yaitu di bawah pohon. Panji jadi heran meliat ki jaludra, anggini dan mayang malah bengong seperti orang kehilangan sukma.
"Ei. Kau kenapa? Kok malah bengong?" seru panji seraya menepuk pundak anggini.
"Ekh. Tadi itu beneran jurus naga sakti?" tanya anggini cepat.
"Bukan. itu jurus belut nungging." sahut panji asal ngomong.
"Belut nungging? Belut mana bisa nungging?" kata anggini mengerutkan kening.
"Bisa. Coba saja kau nungging, pasti sama." kata panji asal asalan.
"hah?! Berarti aku belutnya dong?" kata anggini menatap panji.
"Tau. iya kali." sahut panji.
"Sialan kau. Aku tanya serius malah kau jawab becanda." omel anggini mencak mencak karna di samakan panji sama belut.
"Aku hanya bisa memberi petunjuk seperti itu, selanjutnya terserah kalian mendalaminya jurus itu sepert apa, itu tergantung niat dan bakat kalian sendiri." kata panji.
"Cuma segitu saja? Kok pelit amat memberi petunjuknya." kata anggini.
"Ya kalo aku memberi tahu semuanya itu sama saja aku menggurui kalian, kaliankan bukan murid ku." kata panji.
"Ya, tapi?" kata anggini masih belum puas.
"Ei. Jadi orang jangan suka terima enak saja, kau harus berusaha sendiri. Usahalah sekuat tenaga dan semampu mu sampe kau berhasil, nanti kau bisa berdiri dengan kepala tegak karna berhasil dengan usaha sendiri." kata panji menasehati.
"Anggini. Benar apa yang tuan panji bilang, tuan panji sudah memberikan sedikit petunjuk kepada kita dan sekarang giliran kita mengembangkan petunjuk tuan panji dengan usaha kita sendiri." kata ki jaludra.
"Tapi?" kata anggini masih merasa belum puas.
"Maksut tuan panji itu baik. Dia menjaga kehormatan perguruan kita, dengan meminta petunjuk dari tuan panji saja itu sama saja kita sudah merendahkan perguruan kita. Nah, kau jangan semakin membuat perguruan kita lebih rendah lagi. Apa kau mengerti?" kata ki jaludra.
"Mengerti, guru." kata anggini menunduk.
"Kau mau tanya apa. hm? Kenapa musti di tahan. Silakan tanya saja." kata panji menatap mayang karna mayang dari tadi menatap dirinya terus.
"hehe. Tidak." kata mayang tertawa malu.
Panji tersenyum meliat mayang yang malah tertawa malu, dia mengibaskan tangannya ke atas dan beberapa daun jatuh ke bawah yang langsung di tangkap panji. "letakkan daun ini di atas telapak tangan mu seperti ini, alirkan tenaga dalam mu ke telapak tanganmu. kita liat apa yang terjadi pada daun itu." ucapnya lalu memberikan sebuah daun pada mayang.
Mayang menerima daun itu dari panji tanpa tahu apa maksutnya panji menyuruhnya memegang daun itu. "ini untuk apa?" tanyanya.
"lakukan saja." kata panji.
Mayang melakukan juga apa yang panji suruh, dia meletakkan daun di atas telapak tangannya dan menyatukan kedua telapak tangannya, dengan penuh konsentrasi dia mengalirkan tenaga dalamnya ke telapak tangannya. Dia membuka telapak tangannya dan mendapati daun di telapak tangannya berlubang seperti habis tertembus api.
"hmm. Tenaga dalam gadis itu bertipe api, dia cocok sekali mempelajari ilmu naga langit." batin panji dalam hati.
"Emang apa fungsinya saya melakukan ini?" tanya mayang ingin tahu.
"ki jaludra. Bagaimana pendapatmu?" tanya panji pada ki jaludra.
"Pendapat apa? Aku tidak mengerti apa maksutmu." tanya ki jaludra tidak mengerti.
"Apa?" panji mengerutkan kening meliat ki jaludra tidak mengerti apa maksut dari daun di telapak tangan mayang. "hadeh. Orang tua ini becanda atau memang pura pura tidak mengerti atau juga dia memang tidak mengerti apa maksut tanda daun di tangan mayang? Aneh banget, orang tua ini berani mengambil murid tapi tidak tahu tentang dasar dari tenaga dalam. Hm, payah. Bisa berhari hari atau bertahun tahun aku menjelaskan semuanya. Akh, kacau kalo aku terus terusan bersama mereka." batinnya dalam hati.
"Kenapa kau meliatku seperti itu nakmas? Apa ada yang aneh pada diriku?" tanya ki jaludra heran.
"Kalo hanya membuat daun itu berlubang seperti kak mayang akupun juga bisa." seru anggini cepat.
Anggini memungut sehelai daun yang jatuh di tangah, dia melakukan hal yang sama seperti mayang tapi daun itu tidak berlubang seperti milik mayang namun daun itu tidak rusak sedikitpun dan malah terliat bergelombang seperti daun yang habis di tekuk tiga kali.
"Loh, kok tidak berlubang? Padahal aku melakukannya sama seperti kak mayang. Aneh?" seru anggini keheranan.
"hmm. Tenaga dalam anggini bertipe air, tidak cocok mempelajari ilmu naga langit. sekalipun dia memaksakan belajar ilmu naga langit hasilnya juga tidak akan maksimal. Sifat air bertentangan dengan api, jadi dia lebih cocok mempelajari ilmu samudera biru yang bersifat unsur air. hm." batin panji dalam hati.
"Ekh, Guru bisa tidak membuat lubang di daun seperti kak mayang?" tanya anggini pada ki jaludra.
"Tentu saja. Akukan guru kalian. Coba mana daunnya." kata ki jaludra.
"ini guru." kata anggini menyerahkan sehelai daun pada ki jaludra.
Ki jaludra melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan mayang dan hasilnya tidak jauh seperti milik anggini yaitu daun di tangannya bergelombang yang menandakan tenaga dalam ki jaludra bertipe air.
"hahahaha. Daun di tangan guru sama seperti milikku. Huuu, katanya bisa. Guru bohong." seru anggini tertawa.
"he-em. Kok nggak bisa ya? Aneh sekali. Kau dan guru sama tapi kenapa mayang bisa lain? Heran." kata ki jaludra bingung.
"Ei. Panji, kau sendiri bisa tidak membuat daun itu berlubang seperti kak mayang?" seru anggini bertanya.
"hmm. Sepertinya hari sudah siang, liatlah matahari sudah berada tepat di atas kepala. Aku harus melanjutkan perjalanan ku, main mainnya di lanjut lain waktu saja." kata panji beranjak berdiri.
"Benar. Kami juga harus segera sampe ke lembah ayoman, kalo begitu kita berpisah disini, sampe bertemu lagi di pertemuan para pendekar besok." kata ki jaludra juga segera beranjak berdiri. "Anggini, mayang. Ayo kita lanjutkan lagi perjalanan kita." serunya pada anggini dan mayang.
"Baik, guru!!" sahut anggini dan mayang segera berdiri.
"Tuan panji, permisi." kata ki jaludra seraya menyoja sebagai tanda salam perpisahan.
"Sebentar,ki." kata panji menahan ki jaludra. "Boleh tidak kalo saya meminta ijin pada ki jaludra untuk mengajak salah satu murid ki jaludra untuk membantu saya?" tanyanya.
"Mengajak salah satu murid ku? Siapa?" tanya ki jaludra.
"Siapapun juga boleh, terserah ki jaludra." kata panji.
"hmm." ki jaludra terdiam menatap mayang dan anggini bergantian. "Di antara mayang dan anggini yang memiliki ilmu silat paling baik adalah anggini karna anggini yang menguasai hampir semua ilmu yang aku miliki. Biarlah anggini saja yang membantu tuan panji." ucapnya dalam hati.
"Jangan aku guru, aku tidak mau. Biar kak mayang saja yang ikut panji." kata anggini mendahului bicara karna dia tahu pasti gurunya akan memilih dirinya.
"Di antara kau dan mayang, ilmu silat mu yang lebih tinggi jadi kau yang pantas membantu tuan panji. Kenapa kau tidak mau?" kata ki jaludra.
"Aku tidak mau, yang ada kalo aku ikut dia kami malah terus bertengkar, lagian aku masih kesal sama dia karna kejadian tadi. Pokoknya aku tidak mau." seru anggini cepat.
"hmm. Ya sudah kalo begitu. Mayang kau ikutlah tuan panji, bantulah tuan panji sekuat tenaga mu." kata ki jaludra akhirnya terpaksa memilih mayang karna anggini bersikeras tidak mau ikut panji.
"Baik, guru." sahut mayang mengangguk.
"Kau bantu tuan panji dan ikutilah apa perintah tuan panji, ingat, jangan membuat malu nama guru. Mengerti?" kata ki jaludra memberi nasehat.
"Baik, guru." sahut mayang mengangguk cepat.
"Ya sudah, kalo begitu guru pergi dulu. Ayo anggini." kata ki jaludra mengajak anggini pergi.
"Hati hati guru!" seru mayang.
"Dadaaagh, kak mayang!" seru anggini bergegas mengikuti gurunya.
Mayang memperhatikan gurunya dan anggini yang berjala n sampe tidak terliat lagi.
"hehehehe." panji tertawa meliat mayang yang terus meliat ke arah dimana gurunya dan anggini pergi, padahal sosok mereka sudah sangat jauh dan tidak terliat lagi. "kalo kau merasa berat dan berpisah jauh dari gurumu, kau boleh kok menyusul gurumu. Silakan saja!" ucapnya.
"ini pertama kalinya aku berpisah jauh dari guruku. Sejak kecil aku sudah bersama guru, jadi wajar saja jika masih ada rasa berat berpisah dari guruku. Aku sudah lama yang merawat guru, aku yang menyiapkan segala sesuatunya untuk guru, aku kuatir guru tidak ada yang menjaga." kata mayang menatap panji.
"Kan ada adikmu anggini." kata panji.
"Anggini anaknya sangat liar, dia tidak ingin di kekang, dia ingin hidup bebas tanpa ada yang melarang dia, mana bisa dia menjaga dan merawat guru. Aku kuatir guru akan kerepotan menghadapi anggini." kata mayang.
"kalo kau merasa kuatir, ya silakan saja kau susul gurumu. katakan saja pada gurumu kalo aku tidak jadi meminta mu untuk membantu aku. Silakan!" kata panji kalem.
"Tidak mungkin aku melakukan itu, guru sudah mempercayakan aku untuk membantu mu jadi aku tidak mungkin mengecewakan kepercayaan guruku." kata mayang tegas.
"hmm. itu baru namanya murid berbakti. Sekilas saja aku sudah dapat meliat kalo kau ini gadis istimewa, kau memiliki bakat alam yang terpendam yang sama sekali belum kau asah. Apakah gurumu tahu kalo kau menyimpan suatu kekuatan yang terpendam di dalam dirimu?" kata panji bertanya.
"kekuatan terpendam apa maksut mu?" tanya mayang tidak mengerti.
"Kalo aku bertanya apakah kau mau berkata dengan jujur?" tanya panji.
"Soal apa?" tanya mayang.
"katakan saja dengan jujur, apa kau merasa tenaga dalam yang di ajarkan gurumu dalam mempelajari jurus naga sakti itu tidak cocok dengan jurus naga sakti?" tanya panji.
"Emp. itu..itu.." mayang terliat ragu ragu untuk menjawab.
"kenapa? Apa aku salah?" tanya panji tertawa kecil.
"hmm. Ya jujur aku memang merasa tenaga dalam yang guru ajarkan padaku itu bertentangan dengan jurus naga sakti yang guru ajarkan padaku. Aku merasa kalo tenaga dalam yang guru ajarkan itu bukan pasangan dari jurus naga sakti. Kenapa kau bisa tahu apa yang aku rasakan? Padahal kita tidak pernah bertemu sebelumnya, bagaimana kau bisa tahu?" kata mayang jujur, dia juga merasa heran kenapa panji bisa tahu apa yang dia rasakan.
"Lalu apa menurutmu tenaga dalam yang cocok dengan jurus naga sakti itu?" tanya panji.
"Entahlah. Aku tidak tahu, tapi kalo boleh aku menebak yaitu tenaga dalam yang berintikan tentang api." kata mayang.
"Tepat sekali. Tidak salah aku menilai mu." kata panji mengacungkan jempol. "Setelah meliat daun di tangan mu tadi, aku sudah tahu jika tenaga dalam mu bertipe api. Awalnya kau mengeluarkan tenaga dalam yang di ajarkan oleh gurumu tetapi tenaga dalam murni yang di bawa oleh seseorang sejak lahir tidak bisa mengelabui naluri mu dan itu tergambar jelas pada daun di tangan mu tadi." ucapnya.
"Tenaga dalam murni bawaan sejak lahir? Apa maksut mu? Aku tidak mengerti." tanya mayang bingung.
Panji tersenyum menatap mayang, dia lalu duduk di tanah dan mengambil ranting kecil. "Duduklah. Akan aku jelaskan padamu dasar dasar tentang tenaga dalam." ucapnya.
Mayang segera duduk di depan panji, dia memperhatikan suatu gambar yang panji gambar di tanah menggunakan ranting pohon.
"Perhatikan baik baik gambar yang aku buat ini. Tenaga dalam murni manusia terbagi menjadi enam inti yaitu Api, Air, Petir, Tanah, Angin dan Kayu. semuanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing masing. Contohnya api, keunggulan api adalah dapat membakar kayu dan kekurangan api adalah tidak dapat membakar air, itu makanya api mengalahkan kayu tapi tidak dapat mengalahkan air. Pertanyaannya adalah apakah api selamanya tidak dapat mengalahkan air? Jawabannya adalah tidak. Api dapat mengalahkan air jika api lebih besar dari pada air. Semua itu tergantung seberapa besar inti tenaga dalam yang kita kuasai, bila mana semua inti tenaga dalam sudah mencapai taraf paling sempurna maka semua akan kembali kepada hukum alam seperti apa yang tergambar di tanah ini. Api mengalahkan kayu, kayu mengalahkan angin, angin mengalahkan tanah, tanah mengalahkan petir, petir mengalahkan air dan air mengalahkan api. Nah, sampe disini apa kau sudah mengerti?" kata panji bertanya.
"Sangat mengerti." jawab mayang mengangguk.
Panji tersenyum senang ternyata mayang memiliki kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari yang dia perkirakan.
"Nah, kalo sudah mengerti maka akan aku lanjutkan penjelasan dasar inti tenaga dalam murni itu." kata panji.
"Sebentar. Bolehkah aku bertanya kenapa kau menjelaskan tentang inti tenaga dalam murni padaku? Apa alasannya?" tanya mayang ingin tahu.
"Kau tidak perlu tahu apa alasannya, yang penting kau dengarkan saja apa yang aku jelaskan padamu." kata panji tidak mau memberi tahu apa alasan dia mengajarkan dasar dasar inti tenaga dalam murni pada mayang. "Setelah kau mengerti keunggulan dan kekurangan enam inti tenaga dalam tersebut, sekarang yang perlu kau tahu adalah faktor faktor yang bisa mendukung enam unsur tersebut menjadi jauh lebih kuat berlipat ganda, yaitu dengan cara apa? Yaitu dengan cara merubah unsur satu ke unsur yang lain atau bisa juga di sebut memanipulasi unsur. Contohnya begini.. Misal tenaga dalam mu adalah unsur api, lalu kau rubah menjadi unsur petir, apakah itu bisa di lakukan? Jawabannya bisa yaitu dengan cara menggabungkan unsur api dengan unsur angin maka akan menjadi unsur petir karna api dan angin saling mendukung. Namun yang perlu kau ingat adalah merubah dasar unsur tenaga dalam murni kita tidak semudah yang kita bayangkan, semua tergantung kegigihan dalam usaha kita mengembangkan dasar unsur tenaga dalam murni kita dan sampe mana batas bakat yang kita miliki. Apa kau mengerti sampe disini?" ucapnya.
"Sebagian besar mengerti tapi masih bingung juga. Bisakah kau beri contoh secara langsung?" kata mayang.
"Baik. Perhatikan baik baik telapak tangan ku ini, unsur tenaga dalam ku adalah angin dan aku keluarkan di telapak tangan ku..." Panji menunjukkan ilmu yang dia miliki hasil perubahan unsur angin menjadi unsur tanah yang padat.
Terliat di atas telapak tangan panji keluar aura biru yang lama kelamaan berubah menjadi bentuk seperti paku. "Aku merubah unsur angin ku menjadi unsur tanah yaitu benda padat seperti paku, di dalam masa perubahan unsur itu kau harus bisa membayangkan objek apa yang ingin kau bentuk. Nah, apa kau sudah paham?" ucapnya.
Mayang tidak bisa berkata apa apa karna dia terpana meliat sesuatu yang belum pernah liat sebelumnya, apa yang di lakukan panji tadi seperti permainan sihir saja.
"hei, kau jangan seperti orang kesambet begitu. Nanti kesambet beneran aku yang susah." kata panji menyadarkan mayang dari keterpanaannya.
"Tuan panji, bagaimana caranya kau bisa melakukan itu? Kau bisa mengeluarkan cahaya dari telapak tangan mu. Bagaimana caranya? Apakah aku bisa melakukan itu?" tanya mayang seperti orang terburu buru.
"Kau ini kenapa? Kok seperti orang terburu buru gitu? Ya tentu saja, semua orang yang memiliki tenaga dalam pasti bisa melakukan itu. Memangnya kau tidak di ajarkan sama gurumu?" kata panji bertanya.
"Tidak. Aku tidak pernah melihat guru melakukan apa yang kau lakukan tadi. Ekh, tapi benarkah aku bisa melakukan itu?" tanya mayang.
"Bisa. Coba saja kau alirkan tenaga dalam mu ke telapak tangan mu." kata panji.
Mayang segera mengalirkan tenaga dalamnya ke telapak tangannya namun tidak terliat apa apa di telapak tangannya. "Mana? Tidak bisa gitu?" tanyanya.
"Yang kau alirkan cuma tenaganya saja gitu ya mana bisa, alirkan tenaga dalam mu lalu kau keluarkan hawa tenaga dalam itu. Coba sekali lagi." kata panji mengajari.
Mayang melakukan apa yang panji katakan tadi, kali ini di telapak tangannya muncul aura warna merah tapi masih samar.
"Terus, tambah tenaga dalam mu dan tingkatkan hawanya sampe maksimal." kata panji.
Mayang meningkatkan tenaga dalamnya sampe batas yang dia miliki dan aura merah di telapak tangannya menjadi lebih terliat jelas.
"hahahaha. Benar, aku bisa." seru mayang kegirangan.
Panji tertawa kecil meliat mayang yang kegirangan seperti anak kecil mendapat mainan baru.
"huaah. Hah. Hah. Hah." mayang terliat seperti orang habis mengangkat beban berat dan kelelahan.
"Kenapa? Kau merasa lelah?" tanya panji tertawa kecil.
"he-em. Kenapa aku menjadi kelelahan ya setelah melakukan hal tadi?" tanya mayang tidak mengerti.
"itu karna kau belum bisa mengontrol tenaga dalam mu, terlalu banyak tenaga yang kau buang sia sia, harusnya kau pusatkan pada satu titik di telapak tangan mu agar hawa yang keluar tidak menyebar. kau masih butuh banyak berlatih dalam mengontrol tenaga dalam, selama kau kau ikut aku nanti akan ku ajari kau cara mengontrol tenaga dalam." kata panji.
"Terima kasih." kata mayang tersenyum girang.
"Bersemedilah. Pulihkan tenaga mu lalu kita pergi dari sini." kata panji.
"Baik." sahut mayang segera duduk bersila melakukan semedi guna memulihkan tenaga dalamnya.
* * *
ALUN ALUN Desa lokasari dekat perbatasan antara kerajaan galuh dan kerajaan giliwarna senja masih terliat masih rame, berbeda pada desa pada umumnya yang apabila sudah senja pasti sudah sepi tapi desa lokasari malah masih sangat rame,. hal ini wajar saja karna sebagai desa yang menjadi jalur utama antara kerajaan galuh dan kerajaan giliwarna maka yang datang ke desa lokasari pasti orang orang yang dari pejabat kerajaan, saudagar sampe kaum persilatan juga hilir mudik melewati desa tersebut.
Di perbatasan desa lokasari tampak panji dan mayang berjalan perlahan melewati gapura yang menjadi pintu masuk ke dalam desa lokasari.
"Desa ini masih rame, padahal hari sudah senja. Ada apa ini? Apakah di desa ini ada acara sukuran desa atau ada salah satu penduduk desa yang sedang punya gawe?" tanya panji meliat liat di jalanan desa yang masih begitu banya orang orang yang hilir mudik.
Mayang tersenyum lebar meliat panji. "ini desa lokasari. desa lokasari memang tidak pernah sepi baik senja maupun sampe malam. beginilah keadaan desa lokasari setiap harinya." ucapnya.
"Owh,. begitu." gumam panji manggut manggut. "Aku liat banyak kaum persilatan yang datang ke tempat ini, memang ini tempat apa?" tanyanya.
"Desa ini terletak di perbatasan antara kerajaan galuh dan kerajaan giliwarna jadi wajar saja jika desa ini banyak di singgahi banya orang baik itu orang biasa, saudagar, perjabat kerajaan dan kaum persilatan karna desa ini memang jalur utama." kata mayang.
"Jadi desa ini adalah perbatasan dua kerajaan? Kenapa kita bisa sampe kesini?" kata panji bertanya tanya.
"Ya mana aku tahu, kan kamu yang punya urusan. Akukan cuma mengikuti kamu saja." kata mayang meliat panji dengan kening berkerut. "Memangnya tujuan kita sebenarnya mau kemana. Hm?" tanyanya.
"Bukit walet." jawab panji.
"Bukit walet itu terletak di selatan, harusnya tadi sewaktu di pertigaan jalan kita ambil arah ke kiri bukan ke kanan. kalo ke kanan ya sampe di desa ini." kata mayang.
"hah. Kenapa kau tidak memberi tahuku?" tanya panji.
"Ya mana aku tahu, kau saja tidak memberi tahu ku mau kemana." jawab mayang.
"haduh. kita salah jalan terlalu jauh, kalo mau balik juga tidak mungkin karna hari sudah mulai gelap. besok sajalah kita baliknya, terpaksa kita menginap di desa ini." kata panji.
"Ya sudah kalo begitu kita cari penginapan di desa ini. Ayo, aku tahu tempatnya." kata mayang.
"Sebentar!" cegah panji menahan mayang. "Kita kesana dulu. Ayo!" ajaknya.
Panji berjalan di ikuti mayang ke sebuah tempat dimana di situ terliat beberapa pedagang menggelar dagangan berupa persenjataan dan juga barang barang yang terbuat dari logam.
"Mau apa kita kesini? Kau mau membeli senjata?" tanya mayang penasaran karna panji mendatangi tempat penjualan senjata.
Panji tidak menjawab pertanyaan mayang, dia malah meliat liat beberapa pedang yang di jual di tempat itu.
"hmm. Semua pedang disini tidak ada yang bagus, semuanya terbuat dari bahan besi biasa yang mudah patah, bentuknyapun juga tidak ada yang menarik, biasa saja." gumam panji lirih.
"Ei. Kau mau membeli senjata?" tanya mayang.
"he-em." jawab panji mengangguk.
"Senjata apa? Pedang?" tanya mayang.
"Semua pedang yang di jual disini tidak ada yang bagus, semua terbuat dari besi biasa yang mudah patah. Aku kira tadi bisa menemukan pedang yang bagus, tapi ternyata tidak. Hmm." kata panji.
"Namanya juga senjata murahan mana ada yang bagus, kalopun ada pasti tidak akan di jual secara bebas begini. kalo mau pedang yang bagus musti pesan dulu pada pande besinya atau pada ahli pembuat pedang." kata mayang.
"Ya melia liat di tempat ini apa salahnya, siapa tahu saja kita beruntung mendapatkan pedang yang bagus." kata panji.
Tidak lama ada laki laki tua menghampiri panji dan mayang, laki laki tua itu adalah si penjual peralatan dari logam.
"Silakan den di liat liat dulu siapa tahu ada yang aden suka. Silakan!" kata si penjual ramah.
"Maaf, paman. Apa hanya pedang pedang ini yang paman jual disini?" tanya panji.
"Benar, den. Silakan dipilih, banyak para pendekar datang kemari membeli senjata. kualitas senjata disini di jamin bagus, ayo silalan pilih yang mana." kata si penjual senjata.
"hehehe." suara orang tertawa dari belakang panji. terliat seorang pemuda berbaju putih berjalan mendekati panji dan mayang berada. "Paman. Kau jangan berkata bohong pada tuan tuan ini berdua. Hm." ucap pemuda itu.
Pemuda berbaju putih itu memiliki perawakan yang gagah dan tampan, wajahnya terliat halus seperti seorang bangsawan, sorot matanya tajam penuh wibawa, sikapnyapun halus seperti orang terpelajar atau minimal anak saudagar kaya raya. Pemuda itu memegang kipas yang terbuat dari bahan yang tidak murah karna ini terliat dari kerangka kipas yang terbuat dari emas putih yang sangat langka.
"Ekh. Raden?!" seru paman penjual pedang kaget bukan main begitu meliat pemuda yang datang tersebut, buru buru paman itu berlutut ketakutan sambil memberi hormat. "Ampun raden. Maafkan hamba, hamba tidak bermaksut..."
"Sudahlah!" potong pemuda itu dengan nada halus namun mengandung suatu perintah yang kuat. "Pergilah!" ucapnya.
Paman penjual senjata buru buru memberi hormat lalu bergegas pergi.
Pemuda itu tersenyum meliat panji dan mayang. "Tuan. Nona. Maafkan sikap paman tadi yang telah berani berkata bohong kepada kalian. Dia adalah bawahan saya, atas nama paman tadi saya meminta maaf kepada kalian." ucapnya menyoja sedikit membungkuk.
Panji dan mayang balas membungkuk seraya tersenyum.
"Nama saya Artayasa. Bolehkah saya tahu nama tuan dan nona yang mulia?" tanya pemuda itu mengenalkan diri.
"Tuan artayasa!" sapa panji menyoja hormat. "Kami hanya orang kampung yang tidak memiliki nama mulia." ucapnya.
"hahaha. Tuan terlampau merendah, tidak apa apa jika kalian tidak mau memberi tahu nama kalian. Saya jadi teringat suatu ujar ujar yang sering di ucapkan orang orang jaman dulu yaitu Apalah arti sebuah nama." kata pemuda bernama artayasa itu tertawa ringan.
"Bukan begitu maksut saya, tuan artayasa salah mengartikan ucapan saya. Nama saya panji dan ini mayang adik saya." kata panji.
"Panji. Mayang. Hmm." gumam artayasa manggut manggut pelan. "Mayang artinya cantik jelita, cocok sekali dengan orangnya yang juga cantik jelita." ucapnya memuji mayang.
Mayang tersenyum malu dipuji artayasa. "terima kasih atas pujian tuan." ucapnya.
"Panji artinya lambang, lambang apakah itu?" tanya artayasa.
"Seperti apa yang tuan artayasa tadi katakan, apalah arti sebuah nama." kata panji tertawa kecil.
"hahahaha. Benar. Benar. Tuan panji benar sekali. Apalah arti sebuah nama. Hahaha." kata artayasa tertawa. "Saya senang sekali bisa mengenal kalian. Oh iya, untuk apa kalian mencari senjata? Apakah kalian seorang pendekar?" tanyanya.
"Bukan. Kami hanya orang biasa, kami belum pantas di katakan sebagai seorang pendekar." kata panji.
"Lagi lagi kalian merendah. Jangan begitu, kita ini kan sudah menjadi teman, jadi bersikaplah biasa saja jangan sungkan dan suka merendah. Tinggi rendah ilmu silat yang kita miliki tetap harus di sukuri karna itu adalah hasil jeri payah kita dalam berlatih ilmu silat, jadi kita tidak boleh merasa rendah hati." kata artayasa.
"Tuan artayasa benar. Terima kasih atas nasehat tuan." kata panji.
"Kalian dengarlah, apa tujuan kita belajar ilmu silat? Yaitu sebagai bekal kita dalam berupaya menegakkan nilai nilai moral dalam kehidupan kita. Menegakkan kebenaran dan keadilan, membasmi angkara murka di muka bumi dari orang orang sesat yang telah mengotori arti dari tujuan kita belajar ilmu silat. Jadi apa gunanya punya ilmu silat tinggi jika kita bersikap sombong, angkuh dan berlaku tidak adil pada orang lain. Jauh lebih mulia memiliki ilmu silat rendah tetapi bersikap ksatria dalam menegakkan nilai nilai kemanusian yang adil dan beradab. Benar tidak?" kata artayasa penuh wibawa.
"Benar." kata panji manggut manggut.
"Ya sudah, jika kalian butuh senjata, mari ikut saya. Saya akan tunjukkan tempat orang yang membuat senjata dengan sangat bagus. Mari!" kata artayasa mengajak pergi.
"Akh. Tidak usah tuan. Kami tidak enak merepotkan tuan." kata panji.
"Tidak repot. Silakan!" kata artayasa kalem.
Artayasa mengajak panji dan mayang berjalan ke sebuah tempat yang terletak di timur desa lokasari, di tempat yang agak jauh dari keramaian desa terliat sebuah rumah kecil yang ternyata adalah tempat seorang pria tua membuat peralatan dari bahan logam.
"ini tempatnya. Pemilik tempat ini adalah seorang pande besi yang sangat ahli dalam membuat senjata. Mari masuk!" kata artayasa lalu mengajak masuk ke dalam.
"Siapa yang datang?" seru suara dari dalam rumah.
Suara itu terdengar pelan namun sangat jelas di dengar dan suara itu bukan suara biasa karna suara itu membuat orang yang mendengar langsung merasa sakit telinganya, itu pertanda si pemilik suara memiliki tenaga dalam yang tidak bisa di katakan rendah. Hanya orang orang berilmu tinggi yang bisa mengirimkan suara seperti itu.
Meliat artayasa dan mayang menutup telinga dengan mimik muka seperti menahan sakit membuat panji jadi heran karna dia tidak merasakan sakit atau apa di telinganya tapi dia tahu kalo suara dari dalam rumah memang di sertai tenaga dalam yang tinggi. Panji pura pura ikut ikutan menutup telinga agar di kira tidak memiliki tenaga dalam tinggi. ini bertujuan agar tidak timbul masalah yang tidak dia inginkan akibat jika dia bersikap tidak terpengaruh oleh suara tadi.
"ini saya paman!" teriak artayasa setelah berhasil menguasai rasa sakitnya akibat suara tadi.
"Masuklah!" seru suara dari dalam rumah.
Artayasa segera masuk ke dalam rumah di ikuti panji dan mayang. Di dalam rumah tampak seorang pria paruh baya bertubuh kurus bertelanjang dada dan hanya bercelana dekil sedang menempa sebuah logam. Tubuh orang tua itu walaupun kurus namun terliat otot ototnya begitu kencang dan keras tapi tidak mengesankan jikalo orang itu adalah seorang pande besi, karna umumnya seorang pande besi memiliki tubuh yang kekar dengan otot otot besar untuk menunjang pekerjaannya yang sangat berat yaitu menempa bahan dari logam.
"hmm. Untuk apa raden datang kemari? Apa raden ingin pesan di buatkan senjata lagi?" tanya orang tua itu tanpa mengalihkan pandangannya dari besi yang sedang dia tempa.
"Maaf paman. Saya kesini hanya sekedar mengantarkan kedua teman saya ini untuk membeli senjata, mereka tengah mencari senjata untuk dipake sebagai senjata mereka sendiri." kata artayasa menjelaskan tujuannya pada orang tua itu.
"hmmm. Begitu." gumam orang tua itu pelan tetap tidak menoleh sedikitpun.
"Benar paman. Seperti yang sudah saya ketahui, paman adalah ahli dalam membuat senjata, apakah ada senjata yang bagus untuk mereka?" kata artayasa.
Orang tua itu meletakkan palu di tangannya di atas meja, dia mengambil penyanggah dari besi di dekatnya. Penyanggah itu dia gunakan untuk menopang tubuhnya dan sebagai alat bantu untuk berjalan. Ternyata orang tua itu pincang kakinya makanya dia memakai penopang untuk membantunya berjalan.
"Kalian ingin senjata apa? Pedang, keris, golok, pisau, trisula atau apa?" tanya orang tua itu menatap panji tajam sekali.
Terliat mata orang tua itu seperti mengeluarkan aura putih berkeredepan yang menandakan orang tua itu bukan orang biasa, bisa di bilang orang tua itu memiliki tenaga dalam yang sudah mencapai taraf sempurna.
"hm. Orang tua itu bukan orang sembarangan, tenaga dalam yang dia milikinya sudah mencapai tingkat tertinggi, ini terliat dari pancaran aura berkeredepan di matanya. Siapa sebenarnya orang tua itu? Tidak mungkin dia hanya seorang pande besi biasa,aku yakin dia adalah seorang pendekar hebat dulunya." batin panji dalam hati.
"Tuan panji. Senjata apa yang hendak kau pilih?" tanya artayasa.
"Pedang." jawab panji. "Saya ingin membeli pedang, apakah ada pedang yang bagus?" tanyanya.
Orang tua pande besi itu berjalan ke arah sebuah kotak besar tempat dia menyimpan senjata buatannya. Dia membuka kotak besar itu dan di dalamnya terdapat beberapa pedang yang tertata rapi.
"ini adalah beberapa pedang terbaik yang pernah aku buat, pedang pedang ini terbuat dari bahan pilihan yang tidak mudah patah. Pilihlah pedang mana yang kau sukai." kata orang tua pande besi itu.
Panji dan artayasa mengambil salah satu pedang dalam kotak besar tersebut dan memeriksa kualitas pedang itu.
"hm. Pedang yang bagus, sangat ringan dan mulus, mata pedangnyapun juga sangat tajam. Paman membuatnya pasti dengan sangat teliti. Boleh saya mengambil pedang ini?" kata artayasa seraya menimang nimang pedang di tangannya.
"Silakan saja raden." kata orang tua pande besi itu.
"Adikku nimas purmita pasti sangat gembira bila aku beri hadiah pedang sebagus ini." kata artayasa.
"Anak muda. Bagaimana dengan mu? Apa kau juga akan mengambil pedang itu?" tanya orang tua pande besi.
Panji meletakkan pedang yang dia ambil tadi ke tempatnya semula. "Apakah ada pedang yang lain, paman?" tanyanya.
"Pedang seperti apa yang inginkan?" tanya orang tua pande besi.
"Pedang yang terbuat dari campuran baja murni dan besi berani." jawab panji.
"Baja murni sekarang ini sukar di dapat, apa lagi besi berani juga sangat langka. Pedang yang kau inginkan dari bahan itu aku tidak punya." kata orang tua pande besi.
"Tuan panji. Pedang dari bahan baja murni dan besi berani sudah jarang ada di jaman ini, bilapun ada pasti menjadi pedang pusaka yang hanya di miliki orang orang tertentu saja. Ambil saja pedang itu, kualitas pedang itu juga tidak kalah kuat dengan pedang pusaka." kata artayasa.
Panji manggut manggut saja, dia meliat ke seluruh tempat itu yang di penuhi barang barang yang berserakan dari berbagai macam senjata sampe besi besi tua yang bertumpuk tak beraturan. Panji tidak sengaja meliat sebilah pedang bergagang kepala naga yang tergeletak bercampur dengan besi besi tua, dia merasa tertarik dengan pedang itu dan mendekati pedang tersebut. Dia mengambil pedang itu dan mengamatinya dengan serius, pedang bergagang kepala naga itu terliat kotor sekali dengan debu tebal menutupi badan pedang yang juga sudah berkarat sehingga pedang itu terliat sangat buruk.
Panji merasakan ada suatu kekuatan yang menarik tenaga dalamnya terserap masuk ke dalam pedang itu meski tenaga serapan kekuatan itu terbilang sangat lemah. "Pedang ini bukan pedang biasa, aku merasakan pedang ini memiliki kekuatan inti api karna pedang ini telah menyerap kekuatan inti kayu yang ku miliki. Hmm, pedang ini cocok untuk jurus naga sakti dan apa lagi gagang pedang ini berbentuk kepala naga. Pas sekali." batinnya dalam hati.
Panji juga mengambil sebilah pedang bergagang kepala tengkorak yang juga berada di dalam puing puing besi kotor. pedang itu jauh lebih bagus di banding keadaan pedang bergagang kepala naga tadi, pedang itu tidak terliat berkarat namun hanya kotor tertutup debu tebal saja. Panji membersihkan pedang bergagang kepala tengkorak itu dengan jubahnya, setelah bersih maka baru terliat bentuk asli pedang tersebut. Pedang itu bermata dua berwarna hitam pekat dan mengkilat serta sangat ringan sekali. Ketika di sentil di badan pedangnya terdengar bunyi menguing cukup keras menandaka badan pedang memiliki rongga di dalamnya, jadi pedang itu tidak padat seluruhnya.
"Apakah saya boleh mengambil dua pedang ini?" tanya panji meliat orang tua pande besi.
"Aku tidak menjual dua pedang itu. Dua pedang itu aku temukan di hutan tengkorak sekitar tigapuluh tahun yang lalu, entah milik siapa dua pedang itu aku tidak tahu." kata orang tua pande besi.
"Oh. Jadi dua pedang ini bukan paman yang membuatnya?" tanya panji.
"Bukan. Maka itu aku tidak menjualnya karna aku tidak mau menjual benda yang bukan aku buat sendiri." kata orang tua pande besi.
"Akh. Sayang sekali padahal saya sangat tertarik dengan kedua pedang ini." kata panji.
"Pedang itu hanya pedang rongsokan, tidak lalu bila di jual tapi kalo kau suka kedua pedang itu, silakan kau ambil saja. Aku berikan padamu secara cuma cuma." kata orang tua pande besi itu.
"Benarkah?" tanya panji tidak percaya.
"Ya. Ambil saja buatmu." kata orang tua pande besi.
"Terima kasih, paman. Paman baik sekali tapi saya tidak bisa menerima kedua pedang secara cuma cuma, biarlah saya membelinya saja." kata panji.
"Tidak usah. Hanya pedang tua rongsokan, kau ambil saja dari pada memenuhi tempat ku ini saja." kata orang tua pande besi itu.
"Saya jadi tidak enak hati, kalo begitu terima kasih banyak paman." kata panji menjura memberi hormat sebagai tanda terima kasih.
"Sama sama." sahut orang tua pande besi itu. "Kau bisa membeli sarung pedang untuk kedua pedang itu di pasar, kebetulan aku tidak punya sarung pedang untuk kedua pedang itu." imbuhnya.
"Baik." sahut panji mengangguk cepat.
"Raden! Ada tamu yang ingin bertemu, raden di minta untuk kembali sekarang!" seru suara dari luar rumah.
Artayasa terdiam sejenak, dia mengambil uang dari kantong kecil di balik bajunya yang lalu di berikan pada orang tua pande besi. "Tuan panji. Nona mayang. Saya permisi dulu, sampe ketemu lagi." ucapnya menyoja ke panji dan mayang.
"Terima kasih telah mengantar kami kemari." kata panji balas menyoja.
"Sama sama. Permisi." kata artayasa segera melangkah pergi dari tempat itu.
"hmm. Dimana kalian kenal pemuda tadi? Apa kalian sahabat pemuda tadi atau kalian bekerja untuknya?" tanya orang tua pande besi itu setelah artayasa sudah pergi.
"Kami kenal dia baru saja, saat tadi sedang meliat liat senjata di pasar. Apa paman tahu siapa pemuda tadi?" kata panji balas bertanya.
"Kalo kalian baru kenal pemuda tadi aku beri saran kalian berhati hatilah, dia bukan dari kalangan biasa." kata orang tua pande besi itu.
"Memang ada apa paman?" tanya panji ingin tahu.
"hm. Tidak ada apa apa." kata orang tua pande besi itu seperti menutupi sesuatu.
Panji terdiam meliat orang tua yang menjadi pande besi tersebut, dia tidak mau mendesak orang tua itu untuk mengatakan apa maksutnya harus berhati hati kepada artayasa.
"ki wesi ireng. Apa kau ada di rumah? ini aku ki jantrik!" seru suara dari luar rumah.
Orang tua pande besi terkejut sekali mendengar suara dari luar rumah yang mengatas namakan diri bernama ki jantrik. "Masuklah!" teriaknya.
Tidak lama dari luar rumah masuk seorang pria paruh baya berbaju coklat berjenggot dan berkumis tebal.
"Lama tidak berjumpa kau masih terliat gagah ki jantrik. Ada apa kau kemari? Apa kau juga hendak memesan senjata pada ku?" kata orang tua pande besi yang ternyata bernama ki wesi ireng.
"haha. Tidak. Tidak. Aku kemari karna ada undangan yang ingin ku sampekan padamu." kata orang tua yang baru datang bernama ki jantrik.
"Undangan? Undangan apa?" tanya ki wesi ireng.
"Begini, hari dua belas bulan sepuluh besok akan ada pertemuan para pendekar di tempat si jari sakti ki lodaya. Aku juga mendapat undangan itu dari para sahabat kita, gimana? Apa kau akan hadir?" kata ki jantrik.
Panji dan mayang mendengar itu saling pandang karna tidak menduga jika perihal pertemuan para pendekar sudah tersebar begitu luas sampe di desa lokasari.
"hm. Untuk apa si tua bangka jari sakti mengadakan pertemuan para pendekar? Apa dia mau pamer ilmu silatnya?" kata ki wesi ireng.
"Akhir akhir ini banyak para pendekar persilatan yang di tangkap oleh anak buah si pendeta sesat kalawija, jika tidak di hentikan maka dunia persilatan bisa kacau. Kau kan jauh lebih tahu di banding aku gimana dunia persilatan akhir akhir ini, apa kau akan diam saja meliat sahabat sahabat kita satu per satu jadi korban pendeta sesat itu." kata ki jantrik.
"huhuhuhu. Ki jantrik, kau sudah tahu kalo aku sudah lama tidak berurusan dengan yang namanya dunia persilatan jadi apa yang terjadi dengan dunia persilatan aku tidak mau tahu. Kau ajak saja teman teman kita yang lain, aku tidak mau datang ke pertemuan itu." kata ki wesi ireng dingin dingin saja.
"ki wesi ireng. Aku tahu kau masih mendendam pada ki jaludra akibat kejadian dulu, tapi semua sudah lama berlalu. kenapa kau masih saja tidak bisa melupajan kejadian itu?" kata ki jantrik cepat.
"Jangan kau sebut nama bedebah itu lagi, jantrik. Aku tidak mau mendengar nama bedebah itu lagi." bentak ki wesi ireng terliat gusar.
Mayang begitu terkejut sekali mendengar nama gurunya di sebut sebut, dia lebih terkejut lagi mendengar ki wesi ireng menyebut gurunya bedebah. Hal ini langsung membuat mayang naik pitam karna gusar. Dia hendak bergerak menyerang ki wesi ireng yang telah menghina gurunya dengan sebutan bedebah namun panji sudah keburu mencegahnya dengan cara menekan titik jalan darah di bahunya, jelas mayang jadi tidak bisa bergerak dan bersuara karna telah di totok panji.
Mayang menatap panji dengan sorot mata yang tajam seolah hendak bertanya kenapa menotok dirinya. Panji memberi isyarat dengan gelengan kepala pelan agar mayang bersabar dan gegabah dalam bertindak. Mau tidak mau mayang hanya diam saja karna dia memang tidak bisa bergerak akibat di totok panji.
"haih. Kau ini seperti anak kecil saja ki wesi ireng, hanya gara gara seorang wanita kalian bisa bermusuhan. Padahal kalian adalah bersaudara, untuk apa kau memelihara dendam pada adikmu sendiri, toh kalian juga sama sama gagal mendapatkan wanita itu jadi untuk apa masalah sepele itu terus kau ributkan." kata ki jantrik.
"huhuh. Buatmu masalah sepele tapi bagiku itu adalah masalah besar." dengus ki wesi ireng.
"Sudahlah, aku tidak mau berdebat dengan mu. Aku tegaskan sekali lagi, kau mau datang atau tidak dalam pertemuan para pendekar itu? Aku beri tahu juga, pertemuan para pendekar itu atas perintah si dewa tengah, kau pasti tahu dan mendengar siapa si dewa tengah itukan? Jadi kau mau datang atau tidak itu tergantung niat mu, ingat ini adalah perintah si dewa tengah." kata ki jantrik.
Ki wesi ireng terliat terdiam begitu mendengar nama dewa tengah, dia memang sering mendengar nama dewa tengah dari orang orang yang datang ke tempatnya atau datang ke desa lokasari. Secara pribadi dia sangat penasaran dengan orang yang bergelar dewa tengah, ora ng yang kabarnya telah menaklukkan empat pendekar besar dunia persilatan dan menjadi ketua dunia persilatan jaman ini.
"Dewa tengah. Hmm, ya aku memang sering mendengar perihal tentang dewa tengah. Orang orang persilatan yang hilir mudik di desa ini slalu membicarakan tentang dewa tengah. Ki jantrik, apa kau pernah bertemu dengan dewa tengah?" kata ki wesi ireng bertanya.
"Belum. Apa kau juga pernah bertemu dia?" tanya ki jantrik.
"Aku juga belum pernah bertemu dia." jawab ki wesi ireng.
"Maka itu kau hadirlah di pertemuan para pendekar besok, dewa tengah pasti hadir disana. Kita bisa meliat gimana sosok dewa tengah sebenarnya." kata ki jantrik.
"hmm. Jika benar begitu, baik aku akan datang dalam pertemuan pendekar itu." sahut ki wesi ireng.
"Bagus. Kalo begitu aku pergi dulu. Kita bertemu lagi di pertemuan para pendekar besok." kata ki jantrik.
"Kenapa buru buru, hari sudah malam. Singgalah dulu di rumah ku untuk istirahat." kata ki wesi ireng.
"Terima kasih ki tapi aku harus buru buru karna aku sudah ada janji dengan seseorang. Permisi!" kata ki jantrik langsung berlari keluar meninggalkan tempat ki wesi ireng.
Ki wesi ireng meliat keluar untuk beberapa lama baru menghela nafas panjang. "hmmm. Pertemuan pendekar. Sudah bertahun tahun aku tidak melibatkan diri dalam dunia persilatan, tidak aku sangka sebentar lagi aku akan terjun kembali di rimba persilatan." gumamnya lirih.
Panji mendekati ki wesi ireng yang berdiri terdiam. "Paman. Kami juga mohon diri, terima kasih atas dua pedang ini. Maaf telah merepotkan paman." ucapnya sopan.
"Tunggu sebentar anak muda." cegah ki wesi ireng. "Maaf kalo aku salah terka, apa kalian baru saja turun gunung? Lebih baik kalian kembali saja ke tempat asal kalian, aku beri tahu kalian. Dunia persilatan saat ini sedang tidak bersahabat, berbahaya buat kalian yang baru saja menginjakkan kaki di dunia persilatan. Jika kalian tidak mau celaka, turutilah nasehatku." ucapnya memberi nasehat.
"Terima kasih atas nasehat dari paman, kami pasti akan mengindahkan nasehat paman." kata panji buru buru menjura hormat. "kami mohon diri. Permisi!" ucapnya segera mengajak mayang pergi.
* * *
DI dalam kamar penginapan panji duduk di kursi seraya membersihkan pedang yang dia dapat dari pande besi bernama ki wesi ireng. Setelah di lap dan bersihkan menggunakan minyak khusus yang dia beli di tukang penjual senjata, kini pedang bergagang kepala tengkorak keliatan jauh lebih bersih. Badan pedang juga hitam mengkilap seperti pedang baru.
"hemhemhem. Persis seperti apa yang aku duga, bahan pedang ini terbuat dari besi berani istimewa yaitu sejenis batu meteor dari langit. Pedang ini jika aku perkirakan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, pedang ini tidak akan lumer oleh api biasa, butuh kesabaran ekstra untuk membuat pedang ini. ini sama persis saat aku membuat pedang delapan unsur dulu. Siapakah kira kira pemilik pedang istimewa ini? Pasti pemilik ini dulu adalah orang sakti tapi ada keanehan yang tersimpan dalam pedang ini. Aku merasakan ada suatu kekuatan gelap yang menaungi pedang ini, bila tidak segera aku netralkan kekuatan gelap itu maka akan membahayakan orang lain." gumam panji meliat pedang bergagang kepala tengkorak di tangannya.
Panji memperhatikan dengan teliti setiap detail bagian tersebut siapa tahu ada sesuatu yang luput dari perhatiannya. Di badan pedang terdapat tulisan yang terukir sangat samar sekali, jika tidak memiliki mata yang sangat tajam maka tidak akan tahu jika ada tulisan yang terukir di badan pedang.
"Pedang dewa hitam? Hm. Jadi nama pedang ini adalah pedang dewa hitam." gumam panji setelah membaca tulisan di badan pedang. "Pasti pedang ini pedang sesat, bahaya jika pedang jatuh ke tangan orang sesat, bisa timbul malapetaka besar." ucapnya.
Tok. Tok. Tok. Suara pintu di ketuk dari luar.
"Panji. Apa kau sudah tidur?" terdengar suara mayang dari balik pintu.
"Masuk!" sahut panji.
Kreek. Suara pintu di buka dari luar, tampak mayang muncul dari balik pintu yang langsung menghampiri panji.
"Kau sedang apa?" tanya mayang setelah duduk di kursi dekat panji.
"hm." gumam panji. "Seperti yang kau liat aku sedang apa." ucapnya.
"Pintar juga kamu merawat pedang, pedang yang tadi terliat buruk seperti besi rongsokan sekarang jadi pedang bagus mengkilap seperti baru. Ekh, tapi pedang pedang itu buat siapa? Apa buat adik mu juga seperti artayasa yang membeli pedang untuk hadiah adiknya atau kau mau memberikan pedang itu buat kekasih mu?" tanya mayang langsung tertawa kecil.
Panji hanya tersenyum saja meliat mayang sejenak lalu meliat lagi pedang di tangannya. Dia lalu meletakkan pedang kepala tengkorak di atas meja dan mengambil pedang berkepala naga, dia menimang nimang pedang itu sebentar.
"Ekh. Buat siapa? Kok malah tersenyum saja?" tanya mayang cepat.
"Buat kamu." jawab panji singkat.
"Buat aku? Yang bener? Yang mana?" seru mayang terkejut.
"Kau mau yang mana?" tanya panji menatap mayang.
"Emp. Yang mana ya? Yang kepala tengkorak terliat bagus tapi aku tidak suka, serem. Kalo yang kepala naga, huffh. Aku sebenarnya suka karna pedang itu sepertinya cocok dengan jurus naga saktiku tapi pedang itu sangat jelek, pedangnya berkarat. Terima kasih deh kalo begitu." kata mayang terliat langsung lesu.
"hehe. Dasar gadis bodoh." ucap panji tertawa kecil sambil geleng geleng kepala. "Kau masih sangat awam tentang pedang, coba kau perhatikan baik baik dengan teliti pedang ini, ini bukan karat tapi pedang ini memang di buat seperti itu." ucapnya.
"Ya tapi tetap saja pedang itu seperti pedang karatan. Aku tidak mau!" kata mayang cepat.
"Hmm. Aku maklum karna guru mu tidak pernah mengajari mu jurus pedang makanya kau tidak tahu keistimewaan sebilah pedang. Perhatikan baik baik pedang ini, kau pasti akan terkejut sekali." kata panji.
Panji segera mengerahkan tenaga dalam murni unsur api yaitu ilmu naga sakti, seketika pedang itu langsung mengeluarkan pancara aura terang warna merah menyala seperti api.
"Waww?!" seru mayang terkejut sekali meliat pedang yang tadi terliat seperti berkarat mengeluarka cahaya terang berwarna merah seperti api.
"Pedang ini terbuat dari bahan khusus yang bereaksi pada kekuatan tenaga dalam unsur api, Cocok di gunakan oleh ilmu naga sakti. Bagaimana? Apa kau masih tidak tertarik dengan pedang ini?" kata panji yang segera menarik kembali tenaga dalam unsur apinya dan pedang itu kembali seperti semula.
"Bagaimana bisa pedang itu memancarkan aura terang seperti itu? Gimana caranya kau melakukan itu?" tanya mayang menatap panji dengan penuh kebingungan.
"Jangan tanya soal gimana pedang ini bisa seperti tadi tapi kau mau tidak menerima pedang ini. Hm?" kata panji.
"Karna sudah tahu kalo pedang itu bisa seperti itu, ya tentu saja aku mau. Tapi..." kata mayang menggantung ucapannya.
"Tapi apa?" tanya panji.
"Ya itu, aku tidak tahu gimana caranya membuat pedang itu mengeluarkan aura seperti yang kau lakukan tadi dan lagi pula aku juga tidak bisa jurus pedang, guruku tidak pernah mengajari ku jurus pedang, jadi buat apa pedang itu di tangan ku." kata mayang.
"hehehe. Dasar gadis bodoh. Selama kau bersamaku tentu saja aku akan mengajari kamu gimana caranya mengeluarkan kekuatan pedang ini dan juga mengajari kamu jurus pedang naga sakti, agar ilmu naga sakti mu lebih sempurna. Kau tenang saja!" kata panji tertawa kecil.
"Benarkah?" tanya mayang tidak percaya. "Tapi kau kan bukan guru ku?" tanyanya.
"Tidak usah banyak tanya, kau bilang saja mau atau tidak. Kalo tidak mau juga tidak apa apa, aku tidak akan memaksa." kata panji ringan.
"Tentu saja aku mau, tapi aku kan jadi tidak enak sama kamu." kata mayang.
Panji hanya tersenyum simpul saja menatap mayang, dia beranjak berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah pintu.
"Kau mau kemana?" tanya mayang.
"Ayo kita jalan jalan, kita nikmati suasana malam di desa ini." kata panji lalu melangkah keluar kamar.
Mau tidak mau mayang segera menyusul panji.
Suasana malam di alun alun desa lokasari terliat masih rame, hilir mudik orang orang yang datang dan pergi terus terliat, para pedagangpun juga masih sibuk menjajakan dagangannya.
"hm. Tidak heran jika desa ini seperti desa yang tidak pernah tidur. Tiap hari orang orang hilir mudik di desa ini. Bisa di bilang desa ini seperti mini kotaraja. Hm." gumam panji.
"Panji. Kau mau beli apa di alun alun desa ini?" tanya mayang.
"Mau beli pakaian, pakaian yang pake ini sudah kotor dan bau. Risih rasanya!" kata panji.
"Owh pantas dari tadi aku mencium bau tidak sedap, ternyata itu dari kamu. ikh!" kata mayang menutup hidung.
"Kau sendiri juga sama, bau!" balas panji juga menutup hidungnya.
"ikh. Enak saja kau bilang aku bau, tiap hari aku slalu mandi dan memake minyak wangi tau, jadi tidak mungkin aku bau!" seru mayang mencibir panji.
"hemmh." gumam panji hanya tersenyum saja.
"Ekh. Liat! itukan artayasa? Dia sama siapa itu?" seru mayang menunjuk ke arah kumpulan beberapa orang.
Panji meliat ke arah yang di tunjuk mayang, tampak di depan halaman sebuah rumah besar terliat artayasa sedang berbicara dengan seseorang berjubah hitam dan artayasa terliat begitu sangat segan dan menghormati orang berjubah hitam tersebut. Tidak lama ada dua orang datang ke tempat itu yaitu seorang orang tua berjubah hijau tua dan seorang pemuda juga berjubah hijau tua. Di belakang dua orang berjubah hijau ada lima orang yang mengiringi dan salah satunya panji kenali.
"itukan si setan hitam kepala botak? Orang yang telah menjebak ku dan datuk barat hingga tantri dan mei ling menjadi hilang. Hmm, ada hubungan apa artayasa sama si setan hitam? Sepertinya ada sesuatu yang mencurigakan sama mereka. Akan aku selidiki orang orang itu." batin panji dalam hati.
"Panji. Kalo aku tidak salah menduga, pemuda yang berjubah hijau itu adalah alayuda murid arga kalayan yaitu si iblis hijau. Orang itu sangat licik dan beracun." bisik mayang.
"Kau kenal orang orang itu?" tanya panji.
"Ya. Orang tua berjubah hijau itu adalah si iblis hijau, pemuda berjubah hijau itu adalah muridnya yaitu alayuda, orang yang kulitnya hitam seperti arang itu adalah ki langes dan yang lain aku tidak tahu. Mereka bergabung dengan pemberontak raden baruna." kata mayang.
"hmm." gumam panji manggut manggut. "Sudahlah. Ayo jalan lagi." ucapnya mengajak pergi.
"Tapi?" ka ta mayang.
Mayang mau tidak mau mengikuti panji juga yang telah jalan duluan.
Panji membeli beberapa pakaian yang unik untuk dirinya dan mayang, pakaian itu bergaris hitam putih seperti tulang kerangka manusia, tidak lupa panji juga membeli topeng tengkorak untuk mereka berdua. Mereka memake pakaian dan topeng tengkorak tersebut begitu sampe di penginapan.
"Panji. Mau apa kita berpakaian dan memake topeng tengkorak seperti ini? Apa yang kau rencanakan?" tanya mayang masih bingung dan tidak mengerti.
"Kita akan selidiki siapa itu artayasa dan kita buat kekacauan disana." kata panji.
"Apa? Gila! Kita buat kekacauan di tempat artayasa? Kau ini sudah gila atau apa. Disana berkumpul orang orang sakti dunia persilatan, jika kita buat onar disana itu sama saja kita mengantarkan nyawa." seru mayang kaget sekali.
"Kau takut?" tanya panji meliat mayang.
"Tidak. Siapa yang takut, tapi.." kata mayang lemah.
"Kalo kau takut biar aku saja yang kesana!" kata panji.
"Aku tidak takut! Baik. Ayo kita buat kegaduhan disana!" sahut mayang merasa panas karna dikatakan penakut oleh panji.
"Nah, itu baru namanya gadis pemberani." kata panji tertawa ringan. "Sekarang balikkan tubuhmu membelakangi aku." suruhnya.
"Kau mau apa menyuruhku balik badan?" tanya mayang heran.
"Tidak usah banyak tanya, balik badan saja. Cepat!" kata panji cepat.
Mayang mau tidak mau menuruti juga apa yang panji suruh untuk berbalik badan.
"Berdiri yang tenang dan lemaskan seluruh otot otot di tubuh mu, apapun yang terjadi jangan sekali kali melawan." kata panji.
"Kau tidak akan berbuat yang macam macamkan padaku?" tanya mayang cepat.
"Kau ini bawel juga ya, sama seperti adik mu anggini. Sudah, lakukan saja apa yang aku katakan tadi." kata panji.
"Ya. Baiklah!" sahut mayang segera berdiri tenang dan melemaskan seluruh tubuhnya.
Panji segera melakukan gerakan yang sangat cepat sekali menotok titik jalan darah di beberapa titik penting di tubuh mayang. Dia lalu mengalirkan hawa tenaga dalam ke tubuh mayang, dia membuka dan menutup titik jalan darah mayang lalu mengalirkan tenaga dalam lagi. Dia melakukan itu berulang ulang di semua bagaian tubuh mayang, apa yang di lakukan panji adalah membuka seluruh titik jalan mayang tanpa membuat mayang merasa kesakitan dan dia juga memberikan tenaga dalamnya yang berunsur api kepada mayang. inilah kehebatan panji, dia mampu membuka seluruh titik jalan darah orang lain tanpa membuat orang itu merasakan kesakitan. Biasanya untuk membuka seluruh jalan darah di butuhkan waktu yang tidak sebentar, bisa berbulan bulan atau bahkan bertahun tahun dan itupun tidak mudah karna bisa membuat orang itu kesakitan karna tidak kuat, tetapi panji beda karna dia mampu melakukan hal itu dengan sempurna.
"Selese!" seru panji setelah selese membuka seluruh titik jalan darah mayang. "Gimana? Apa yang kau rasakan sekarang?" tanyanya.
Mayang merasakan tubuhnya terasa sangat ringan sekali seolah seperti di atas awan, dia juga merasaka mata dan pendengaran juga jadi sangat tajam.
"Tubuhku? Tubuhku ringan sekali. Kenapa tubuhku jadi seringan ini? Apa yang terjadi pada tubuhku? Mata dan telingaku juga jadi terasa sangat tajam. Ada suatu tenaga sangat besar bergolak di dalam tubuhku dan mengalir hangat di seluruh jalan darahku." kata mayang seraya meliat tangan, kaki dan tubuhnya. "Panji. Tadi kau melakukan apa padaku?" tanyanya.
"Aku melakukan apa yang kau kuatirkan tadi." jawab panji sekenanya.
"Apa maksutmu?" tanya mayang tidak mengerti.
"Aku berbuat macam macam pada tubuh mu. Hehe." kata panji tertawa.
"Apa?!" seru mayang kaget. "Jadi tadi kau..." serunya tidak meneruskan ucapannya menatap panji dengan mata terbelalak.
"Ya begitulah." kata panji asal asalan.
"Kurang ajar! Jadi kau tadi kau telah berbuat yang tidak tidak padaku. Hah?" bentak mayang jadi marah.
"Ei. Aku tadi telah membantu mu kenapa kau marah?" tanya panji heran.
"Membantu apa? Jelas jelas tadi kau bilang telah berbuat yang macam macam padaku." bentak mayang gusar.
"Hei." hardik panji seraya menyentil kening mayang. "Aku cuma bergurau bicara begitu. Tadi aku telah membuka seluruh titik jalan darah di tubuhmu, aku juga memberikan tenaga dalam unsur api padamu. Bukannya terima kasih malah memarahiku." ucapnya memarahi mayang.
"Owh, begitu. Ya maaf, habisnya tadi kau bilang seperti itu ya jelaslah aku marah. Siapa juga yang tidak marah kalo di buat macam macam." kata mayang seperti orang menggerutu.
"Ya sudahlah. Ayo kita pergi." kata panji mengajak pergi.
"Tunggu!" cegah mayang. "terima kasih ya telah membukakan seluruh titik jalan di tubuhku dan memberiku tenaga dalam unsur api padaku. Sekarang tubuhku jadi ringan dan aku merasakan seperti memiliki kekuatan yang luar biasa di dalam tubuh ku. Terima kasih!" ucapnya.
Panji hanya tersenyum saja lalu melangkah pergi, mayang buru buru menyusul panji.
PANJI dan mayang yang telah merubah tampilan mereka menjadi orang yang sangat berbeda yaitu seperti sepasang manusia tengkorak, mereka berlari cepat menembus kegelapan malam ke arah selatan dimana tempat yang mereka tuju adalah kediaman artayasa. Mereka berhenti di bawah pohon yang tidak terjauh dari sebuah rumah besar yang di depannya di jaga oleh beberapa orang berseragam coklat.
Panji mengamati rumah besar itu guna mencari celah agar bisa masuk ke area rumah itu. Dia menoleh ke arah mayang dan jadi heran meliat mayang yang terus terus meliat tangan, kaki dan tubuhnya sendiri.
"Kau ini kenapa? Dari tadi seperti orang linglung begitu?" tanya panji heran.
"hehehe. Aku masih tidak percaya kalo tubuhku seringan ini, rasanya seperti mimpi." kata mayang tertawa nyengir.
"Kagumnya di tunda dulu, kita sekarang berada di tempat berbahaya, kita tidak boleh lengah sedikitpun. Ayo fokus!" hardik panji.
"hehehe. Maaf." kata mayang tertawa cengengesan. "Ekh. Kita berpakaian dan bertopeng tengkorak seperti ini, kita seperti sepasang pendekar tengkorak. Benar tidak?" ucapnya.
"kita ini sekarang berperan menjadi sepasang pendekar tengkorak, kau jadi dewi tengkorak dan aku panji tengkorak. Cocok tidak?" kata panji tersenyum.
"hik.hik.hik. Ya, cocok sekali." sahut mayang tertawa cekikikan karna geli.
"Ssstt. Jangan keras keras tertawanya, nanti bisa di dengar orang." hardik panji memberi isyarat untuk tidak berisik pada mayang.
"Maaf." kata mayang.
Panji terus mengamati rumah besar itu, tidak lama dari dalam rumah keluar dua orang berjubah hijau di ikuti lima orang di belakangnya.
"itu si iblis hijau dan para kambratnya." bisik mayang.
Panji mengangguk pelan saja seraya terus mengamati orang orang yang baru saja keluar dari dalam rumah. Orang orang itu berhenti tidak begitu jauh dari pohon dimana tempat panji dan mayang bersembunyi.
"huh. Dasar raden bodoh!" dengus orang tua berjubah hijau seperti orang kesal. "Kenapa bisa punya rencana sedemikian tolol, itu sama saja ingin membangkitkan kemarahan orang orang persilatan. Sekarang orang orang persilatan sudah mulai bergerak dan akan mengadakan pertemuan para pendekar, kalo tujuannya bukan membahas masalah penangkapan para pendekar persilatan oleh pendeta tolol itu lalu apa coba. Hah? Benar benar tolol." ucapnya geram.
"Guru. Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya pemuda berjubah hijau.
"Alayuda. Kalo kau terus mengikuti rencana raden tolol itu maka guru tidak akan mau tahu jika kau celaka nantinya, guru nasehati kau tinggalkan raden tolol itu." kata orang tua jubah hijau itu.
"Tapi..." kata pemuda jubah hijau tampak ragu ragu.
"ingat alayuda. Guru tidak akan mau tahu jika kau celaka di tangan para pendekar persilatan hanya gara gara mengikuti rencana bodoh raden tolol itu. Guru pergi dulu!" kata orang tua berjubah hijau langsung melesat pergi.
"Guru, tunggu!" seru pemuda jubah hijau mencegah gurunya tapi gurunya sudah melesat pergi dan menghilang di kegelapan malam.
Tidak lama ada dua orang yang keluar dari dalam rumah besar yaitu seorang pemuda berbaju putih memegang kipas dan seorang pria gundul berjubah warna hitam.
"Alayuda!" panggil pemuda baju putih menghampiri alayuda.
"Raden." sapa alayuda membungkuk hormat.
"Bagaimana? Apa gurumu mau bergabung dengan kita?" tanya pemuda itu.
"Maaf, raden. Saya tidak berhasil membujuk guru tapi saya akan tetap berusaha untuk membujuk guru saya. Raden tidak usah mengkuatirkan guru saya." kata alayuda.
"huh." dengus pemuda itu terliat tidak senang.
"Alayuda. Huhuhuhu. Katanya kau punya otak yang cerdas, membujuk gurumu saja tidak bisa mau berlagak sok pintar. Huhuhuhu." kata pria gundul jubah hitam mengejek alayuda.
Alayuda hanya diam saja di ejek pria gundul jubah hitam itu karna jabatan pria gundul itu jauh lebih tinggi di atasnya.
"Alayuda. Aku tidak mau tahu bagaimanapun caranya kau harus bisa membujuk gurumu agar mau bergabung dengan kita, berikan apa saja yang dia mau, harta, wanita atau jabatan tinggi, aku pasti akan memberikan semua itu." kata pemuda baju putih tegas.
"Baik, raden." kata alayuda membungkuk.
Pemuda baju putih itu berjalan kembali masuk ke dalam rumah di ikuti pria gundul berjubah hitam.
Alayuda meliat pemuda baju putih dengan pandangan terliat tidak senang, dia mengepalkan tangannya dengan erat sampe bergetar menandakan dia menahan gusar.
"Alayuda!" panggil orang berkulit hitam. "Sabarlah. Aku tahu kau pasti gusar oleh ucapan pendeta kalawija. Demi rencana kita, sebaiknya kita bersabar saja dulu, nanti setelah semua persiapan sudah beres baru kita bertindak." ucapnya.
"Aku mengerti. Aku hanya gusar saja dengan perkataan raden baruna tadi yang memandang rendah guruku. Meskipun guruku dari golongan hitam tetapi guruku memiliki harga diri yang tinggi dan sikap ksatria sejati, jangankan harta, di beri emas dan istana sekalipun guruku tidak akan sudi menerimanya jika harus menjatuhkan harga dirinya. Suatu saat penghinaan ini pasti akan aku balas, liat saja nanti. Huh." kata alayuda menahan gusar.
"Ya sudah, ayo pergi." ajak orang berkulit hitam.
"Ayo!" kata alayuda mengangguk cepat.
Mereka segera berjalan meninggalkan tempat itu.
Panji dan mayang yang mendengar percakapan itu jadi saling pandang heran, mereka merasa ada suatu keanehan pada kelompok alayuda tadi.
"Sepertinya aku merasakan orang yang bernama alayuda itu menyimpan suatu rencana licik terhadap kelompok orang orang yang ada di dalam rumah." kata panji.
"Ya. Aku juga merasakan hal sama." kata mayang.
"hm. Sepertinya ada rencana di balik rencana." gumam panji pelan. "Mayang, kau ikuti orang orang tadi dan cari tahu apa rencana mereka." ucapnya.
"Aku mengerti." sahut mayang mengerti.
"Kau harus hati hati, aku merasakan pemuda berjubah hijau tadi bukan orang sembarangan dan sebisa mungkin kau jangan sampe terlibat dalam pertarungan sama mereka. Mengerti?" kata panji.
"Aku mengerti." sahut mayang mengangguk.
"Pergilah. Kita ketemu lagi di penginapan."
"Baik!" sahut mayang segera melesat cepat ke arah alayuda dan yang lain pergi.
Panji kembali berkosentrasi ke rumah besar di depannya, setelah mengamati dengan seksama akhirnya dia mendapat celah untuk bisa mendekati rumah tersebut. Panji bergerak dengan ilmu ringan tubuh paling tinggi memasuki halaman rumah dan langsung merapat ke dinding rumah, setelah merasa aman dia mengendap endap mendekati jendela rumah dan mengintip ke dalam rumah.
Tampak di dalam rumah ada beberapa orang yang duduk menghadap ke arah seorang pemuda jubah putih yang duduk di kursi dekat dinding rumah.
"Paman. Sesuai dengan rencana kita yang telah kita susun, kita berhasil membuat para pendekar persilatan terkecoh oleh rencana kita. Hari dua belas bulan sepuluh besok para pendekar persilatan akan berkumpul dalam pertemuan para pendekar, ini kesempatan bagus buat kita untuk mengadu domba para pendekar itu sehingga mereka akan saling bertarung dan di saat mereka lemah maka kita bisa meringkus mereka sekaligus. Bagaimana?" kata pemuda jubah putih yang wajahnya terliat biasa saja tidak menunjukkan wajah yang memilik aura kelicikan, pemuda itu adalah artayasa.
"Maaf raden. Bukannya saya tidak setuju dengan rencana raden tapi apakah tidak sebaiknya kita gunakan cara lain saja yang tidak terlalu beresiko? Karna menurut saya, rencana itu terlalu beresiko tinggi dan salah salah kita sendiri yang celaka." kata seorang pria berbaju merah.
"hahahaha. Kau tenang saja, yang melakukan semua rencana kita bukanlah kita tapi aku sudah membayar beberapa orang pendekar kelas satu yang akan mengacaukan pertemuan pendekar tersebut." kata artayasa.
"Pendekar? Siapa?" tanya pria baju merah.
"Kau tidak perlu tahu siapa mereka yang pasti rencanak kita aku yakin akan berhasil." kata artayasa tersenyum simpul.
"Saya mengerti raden." kata pria baju merah mengangguk.
"Artayasa. Lalu bagaimana kabar orang orang mu dalam mencari barang barang yang telah hilang itu, apa sudah ketemu?" tanya seorang pemuda dewasa berbaju warna coklat muda, orang ini memiliki perawakan tinggi gagah dengan raut wajah yang cukup keras berwibawa.
"Belum kakang. Mereka sama sekali tidak dapat melacak siapa yang telah mengambil ketiga benda pusaka itu, terakhir mereka hanya mendapat petunjuk jika yang mengambil ketiga benda pusaka itu adalah seorang laki laki tua bersama gadis kecil berumur 13 tahun. Siapa mereka tidak di ketahui orangnya." kata artayasa.
"hmm. Begitu. Kau tambah saja orang orang mu dalam mencari ketiga benda pusaka itu, kalo perlu kau sewa seorang ahli yang dapat melacak siapa pencuri ketiga pusaka tersebut." kata pemuda baju coklat muda.
"Maaf raden. Mengenai siapa yang telah mengambil ketiga benda pusaka itu saya tahu siapa orangnya." kata seorang wanita dewasa berbaju kuning.
"Apa? Kau tahu siapa orangnya ningsih? Kenapa kau memberi tahu lebih awal?" seru pria baju coklat muda tegas.
"Maafkan saya raden, saya mendapatkan kabar itu baru tadi siang raden, jadi saya baru bisa memberi tahu raden sekarang." kata wanita dewasa itu.
"Katakan siapa orang itu!" seru pria baju coklat muda cepat.
"Ampun raden. Orang itu adalah darma wangsa alias datuk pulau ular atau datuk barat." kata wanita dewasa itu.
"Datuk barat?!" seru semua terkejut sekali.
"Ningsih. Dari mana kau tahu jika pencuri ketiga benda pusaka itu adalah datuk barat? Apa kau punya buktinya?" tanya artayasa menatap tajam wanita dewasa bernama ningsih.
Wanita dewasa bernama ningsih membungkuk sebenatar lalu bercerita. "Maaf raden. Beberapa hari yang lalu guru saya yaitu nyai klenting tidak sengaja menolong dua orang gadis kecil yang akan di bunuh oleh tiga walet hitam."
"Tiga walet hitam?" potong pria baju coklat karna terkejut. "bukankah mereka anak buah alayuda?" tanyanya.
"Benar raden." jawab ningsih mengangguk.
"Kenapa tiga walet hitam mau membunuh dua gadis kecil? Apa mereka tidak malu membunuh gadis kecil yang lemah dan jelas jelas tidak mampu melawan mereka? Memalukan sekali." kata pria baju coklat muda terliat tidak senang.
"kakang baruna. Tidak usah marah marah dulu, kita dengarkan dulu cerita dari ningsih." kata artayasa.
"hm. Teruskan!" kata pria baju coklat muda yang ternyata adalah raden baruna, pemimpin para pemberontak kerjaan galuh.
"Baik,raden." sahut ningsih mengangguk. "Dua gadis kecil itu dibawa lari oleh guruku tapi di tengah jalan guruku di serang oleh musuh bebuyutannya yaitu nyai sika mawarni alias dewi cakar berbisa, nyai sika mawarni berhasil merebut salah satu gadis kecil tersebut yang lalu di bawa kabur. Dengan hati geram akhirnya guruku pulang ke bukit tandur bersama seorang gadis kecil yang dia tolong, gadis kecil itu bernama tantri dan dia adalah murid darma wangsa alias datuk pulau ular atau datuk barat." ucapnya.
"Sebentar. Mendengar ceritamu aku jadi merasa penasaran dengan tiga walet hitam, untuk apa tiga walet hitam mau membunuh dua gadis kecil yang salah satunya ternyata murid si datuk barat. Ada apa ini? Apakah tiga walet hitam memiliki dendam pribadi pada datuk barat, sampe sampe muridnyapun hendak di bunuhnya?" kata raden baruna bertanya tanya.
"kakang. Aku rasa tebakan mu kali ini salah, aku justru tidak menebak begitu." kata artayasa.
"Salah? Lalu apa apa tebakan mu, artayasa?" tanya raden baruna ingin tahu.
"hmm. Aku rasa ini berkaitan dengan ketiga benda pusaka yang kita cari itu. Tiga walet hitam sejak awal sudah tahu siapa yang telah mengambil ketiga benda pusaka itu, mereka bertindak tanpa sepengetahuan kita karnaa ingin berbuat jasa kepada kita dengan cara mengambil ketiga benda pusaka itu dari datuk barat,mereka mungkin tidak bermaksut hendak membunuh murid datuk barat tetapi hendak menjadikan murid datuk barat sebagai jaminan agar datuk barat mau menukarkan ketiga benda pusaka itu dengan muridnya itu." kata artayasa.
"hahahaha. Kau memang pintar artayasa, tidak percuma aku memiliki adik sepintar dirimu. Hahahaha." seru raden baruna tertawa terbahak bahak. "Ningsih, apa benar begitu?" tanyanya pada ningsih.
"Maaf raden. Saya tidak begitu tahu tapi menurut cerita tantri murid si datuk barat ketika guru dan kakaknya mengejar seseorang, tiba tiba ada tiga orang yang datang dan langsung mengacak acak kamarnya seperti mencari sesuatu. Kedua gadis kecil itu berhasil melarikan diri dari tiga walet hitam yang langsung di kejar tiga walet hitam sampe ke hutan, di hutan itulah tiga walet hitam hendak menghabisi dua gadis kecil itu tapi keburu di tolong guru saya. Begitulah raden." kata ningsih.
"hm. Jika begitu ceritanya aku menduga tiga walet hitam tidak bekerja sendirian tetapi ada orang lain yang membantu mereka, satu orang memancing datuk barat keluar agar menjauh dari kamar dan tiga walet hitam bertugas mengambil ketiga benda pusaka itu. Hmm, cerdik juga mereka. Untuk mendapatkan anak harimau harus memancing keluar induknya." kata artayasa.
"Benar." sahut raden baruna mengangguk.
"Raden. Jika benar ketiga benda pusaka itu berada di tangan datuk barat, paman jadi punya ide." kata pria gundul berjubah hitam ikut bicara, orang itu adalah pendeta kalawija.
"ide apa, paman?" tanya raden baruna.
"Kita beri tahu orang orang istana galuh kalo si pencuri ketiga benda pusaka adalah datuk barat, dengan begitu akan terjadi perselisihan di antara orang istana dan datuk barat. Nah, kita tinggal memetik hasilnya saja. Bagaimana?" kata pendeta kalawija.
"hm. Usul yang bagus paman, dengan begitu kekuatan istana galuh akan jadi terpecah dan kita dengan sangat mudah menghancurkan istana galuh. hahahaha, aku suka ide paman." seru raden baruna tertawa.
"Maaf, paman. Mungkin saya tidak sepenuhnya sependapat dengan ide paman. Jika datuk barat menjadi buronan istana, yang saya takutkan adalah datuk barat akan kabur dari wilayah kerajaan galuh dan bersembunyi di pulau ular, itu sama saja kita kehilangan ketiga benda pusaka tersebut, saya tidak mau hal itu terjadi." kata artayasa
"hm. Kau benar juga artayasa, lalu apa rencana mu untuk mendapatkan ketiga benda pusaka itu dari tangan datuk barat?" tanya raden baruna.
Artayasa terdiam untuk beberapa memikirkan cara mendapatkan ketiga benda pusaka dari datuk barat.
"Heh. Siapa itu!?" teriak suara dari luar rumah tiba tiba. "Penyusup. Ada penyusup!" teriak teriak orang dari luar rumah.
Semua orang yang ada di dalam terkejut mendengar ada kegaduhan di luar rumah, buru buru mereka keluar rumah untuk meliat apa yang terjadi.
Di luar rumah yaitu di depan halaman tampak seseorang sedang bertarung melawan beberapa orang berseragam coklat. Orang itu memake baju tengkorak dan bertopeng tengkorak, siapa lagi kalo bukan panji.
"Berhenti!" teriak raden baruna lantang dan tegas yang langsung membuat pertarungan jadi terhenti.
Tampak orang orang berbaju coklat langsung mundur namun masih mengurung panji.
"Heh. Siapa kau? Berani sekali kau membuat onar di tempat ku. Cepat katakan siapa kau dan suruhan siapa kau ini?" seru raden baruna tegas dan lantang.
Panji hanya melirik ke arah orang orang yang berada di depan rumah berdiri secara sejajar.
"Heh. Kau, manusia tengkorak. Cepat bilang siapa kau!" bentak pendeta kalawija keras.
Panji tetap diam saja tidak bersuara sedikitpun, hanya ulasan senyum simpul yang terhias di bibirnya.
"hmm. Sepertinya orang itu mata mata istana. Biar aku tangkap dia!" kata artayasa seraya maju satu langkah.
"Artayasa, jangan! Biar para penjaga saja yang meringkus orang itu. Kau tidak perlu membuang buang tenagamu." cegah raden baruna cepat.
"Benar raden. Biar kami saja yang meringkus pengacau itu." kata pria berjubah merah.
"hmm. Baiklah." kata artayasa mengangguk.
"Jemani,ningsih. Ringkus orang itu, cepat!" teriak raden baruna memberi perintah.
"Baik, raden!!" sahut pria jubah merah dan ningsih serentak.
Jemani dan ningsih langsung berdiri mengurung panji dengan sikap akan menangkap panji.
"Kisanak. menyerahlah secara baik baik dari pada kami harus turun tangan menghajar berandalan kecil seperti mu." bentak jemani menatap tajam panji.
Panji hanya tersenyum sinis seraya berdiri tenang seperti memandang remeh orang orang di depannya.
"bangsat! Minta di hajar kau rupanya. Hyeaat!" teriak jemani naik darah karna di pandang remeh oleh panji.
"hyeaat!" teriak ningsih juga ikut menyerang panji.
Panji bergerak tenang sekali memainkan jurus jurus tangan dewa meladeni serangan dua orang lawannya, setiap serangan dua lawannya tidak berguna sama sekali di hadapan panji dan hanya dalam lima jurus saja dua orang lawan panji terkapar di tanah muntah darah terkena pukulan panji.
"huhuhuh." tawa panji dingin sekali. "Apa masih ada anak buah kalian yang jauh lebih hebat dari dua cecunguk itu?" ucapnya mengejek.
"Kurang ajar!" teriak raden baruna gusar meliat dua anak buahnya terkapar. "Prajurit! Bunuh bangsat itu!" teriaknya lantang sekali.
"Hyeaat! Hyeaat! Hyeaat!" puluhan prajurit berseragam coklat serentak menyerang panji dari segala arah.
"Hupz!" panji menotol tanah melenting tinggi di udara menghindar dari serengan serentak para prajurit dan secepat kilat dia menghunus pedang tengkorak di punggungnya, dengan sekali tebasan saja dari atas udara maka aura warna hitam pekat melesat menghempaskan puluhan prajurit itu hingga terkapar pingsan.
"hahahaha! ini peringatan buat kalian yang telah berani menantang dunia persilatan. Jika kalian masih berani menantang dunia persilatan maka satu per satu orang orang kalian akan aku musnahkan. ingat itu! Hahahaha!" suara panji terdengar menggema di tempat itu tanpa terliat lagi keberadaan panji karna panji sudah melesat pergi jauh meninggalkan tempat itu.
"Kurang ajar! Jangan lari kau pengecut! Akan ku bunuh kau jika berani muncul di hadapan kami lagi. Kau yang ingat itu!" teriak raden baruna keras karna gusar sekali.
Tsuiinggg! Suara benda melesat dengan kecepatan yang luar biasa tinggi menghantam telak dada raden baruna tanpa bisa di tahan oleh semua orang.
"Hugk!" keluh raden baruna seperti orang terkena hantaman benda keras di dadanya.
Raden baruna sampe terpental dua meter akibat terkena benda yang melesat luar biasa cepat tadi, sampe sampe tidak ada yang tahu benda apa itu tadi yang melesat cepat menghantam dada raden baruna.
"Raden?!!!" teriak semua orang kaget sekali meliat raden baruna yang terpental dan roboh di tanah. Buru buru mereka menolong raden baruna.
"Hoegkh!" raden baruna memuntahkan darah segar tanda kalo dia telah terluka dalam.
"Raden? Kau terluka dalam." seru pendeta kalawija terkejut.
"Paman. Sebaiknya kita bawa masuk kakang baruna ke dalam rumah, kita harus segera mengobati dia. Ayo paman!" kata artayasa cepat.
"Baik raden!" sahut pendeta kalawija segera memapah raden baruna masuk ke dalam rumah.
Artayasa memungut sesuatu di tanah yang tadi dia liat mengenai dada raden baruna, dia terkejut karna benda itu adalah hanya sebuah bunga kecil saja. "hmm. Bunga kecil? Hebat sekali tenaga dalam orang tadi, mampu membuat kakang baruna sampe terpental dan terluka dalam tanpa sempat bisa kami menahannya. Siapa orang bertopeng tengkorak tadi? Aku harus mencari tahu siapa orang itu." gumamnya.
Artayasa segera masuk ke dalam rumah untuk meliat keadaan raden baruna.
* * *
MAYANG mengikuti alayuda dan yang lain hingga sampe di sebuah rumah yang tidak terlalu besar yang terletak cukup jauh dari desa lokasari. Dia dalam mengikuti alayuda dan yang lain tidak berani terlalu dekat karna bisa saja orang orang itu mengetahui kalo di ikuti, namun karna masih belum berpengalaman dalam mengikuti orang maka dia malah masuk dalam jebakan lawan. Ketika dia merasa aman dan hendak mendekati rumah itu tiba tiba sudah ada beberapa orang yang muncul dan langsung mengurungnya.
"hahahaha. Rupanya ada tikus yang kesasar ke tempat ini." seru orang berkulit hitam yaitu ki langes. "Heh. Tikus kecil. Siapa kau? Mau apa kau mengikuti kami?" tanyanya.
Mayang berdiri menatap orang orang yang mengurunnya dengan sikap memasang kuda kuda bersiaga. Dia tidak menyangka kalo dia sudah di ketahui sedang membuntuti dan dia malah terjebak dalam perangkap musuh.
"Sepertinya aku sudah di kepung dan tidak mungkin bisa meloloskan diri lagi, terpaksa aku harus bertarung mati matian melawan mereka." gumam mayang lirih.
"Heh. Kenapa kau diam? Cepat katakan siapa kau? Mau apa kau mengikuti kami?" teriak ki langes lantang.
"ki langes. Aku rasa dia pasti orangnya raden baruna yang di tugaskan untuk memata matai kita, sebaiknya kita ringkus saja dia hidup hidup dan mengorek keterangan dari dia." kata setan kepala gundul.
"hm. Kau benar. Cepat ringkus dia hidup hidup!" kata ki langes.
"Baik, ki." sahut setan kepala gundul. "tiga walet hitam, ayo kita serang tikus kecil itu!" serunya.
"Ya. Hyeaat!!!" sahut tiga walet hitam segera menerjang gadis bertopeng tengkorak.
"hyeat!" teriak mayang langsung memainkan jurus jurus naga saktinya.
Terjadilah pertarungan tidak seimbang antara mayang yang seorang diri di keroyok oleh empat orang yaitu tiga walet hitam dan setan gundul. Setelah mendapat petunjuk dan tenaga dalam dari panji, gerakan jurus mayang jadi jauh lebih hebat. Awalnya dia sedikit keteteran namun setelah bertarung lebih dari sepuluh jurus dia mulai merasakan dapat menyelami inti jurus naga sakti sesuai petunjuk panji. Gerakan jurus dan pengaturan tenaga mayang sudah mulai membaik dan lebih hidup hingga membuat dia kini berada di atas angin dalam menghadapi empat orang lawannya namun lagi lagi pengalaman yang lebih banyak berbicara dalam pertarungan itu. Pengalaman empat orang lawannya dalam bertarung jauh lebih tinggi di banding mayang, meski sudah mendapat suntikan tenaga dalam dari panji tapi pengalaman mayang dalam bertarung masih dangkal dan ini di manfaatkan betul betul oleh empat orang lawannya untuk mendesak mayang.
"Gawat. Tenagaku sudah mulai habis, aku harus bisa mencari celah kabur dari tempat ini." batin mayang.
Mayang mempergencar serangannya agar lawannya kalang kabut menahan serangannya.
"hahahaha. Tikus kecil,kau tidak mungkin bisa kabur dari kami, percuma saja kau mau coba kabur dari kami." seru ki langes tertawa terbahak bahak mengetahui jalan pikiran gadis bertopeng tengkorak. "setan gundul. Tiga walet hitam. Terus serang tikus kecil itu secara bergelombang, dia sudah hampis kehabisan tenaga, jangan sampe dia kabur!" teriaknya.
Tiga walet hitam dan setan gundul mulai meyerang dengan setrategi yaitu menyerang dengan cara bergelombang yang saling susul menyusul bertujuan membuat mayang kehabisan tenaganya.
Terliat mayang sudah mulai melamban gerakannya dan beberapa kali terkena pukulan dan tendangan lawan lawannya. Keadaan mayang mulai mengkuatirkan dan mungkin dalam beberapa jurus ke depan dia pasti akan roboh di hajar lawannya.
"Aku tidak mau mati di tempat ini dengan sia sia. Panji, maafkan aku yang tidak bisa menjalankan perintahmu dengan baik. Guru, anggini. Maafkan aku, aku menyayangi kalian." keluh mayang merasa sudah tidak sanggup lagi bertahan dan sudah siap jika harus mati di tangan lawan lawannya.
Entah kekuatan dari mana tiba tiba mayang melompat tinggi secara reflek lalu mencabut pedang kepala naga di punggungnya. Seketika cahaya kemerahan seperti nyala api keluar dari badan pedang menerangi tempat itu, mayang mengibaskan pedangnya beberapa kali ke arah lawan lawannya. Terliat kilatan aura merah api melesat menghantam tanah yang langsung meledak dahsyat mengguncang tempat itu, empat orang lawannya sampe terpental jatuh ke tanah. Mayang tidak menyia nyiakan kesempatan kecil itu dan langsung melesat kabur meninggalkan tempat itu. Dasar pengalaman mayang memang masih dangkal, dia tidak sadar jika dia tadi menyerang sekali lagi maka empat orang lawannya yang sudah tidak berdaya dapat dia hancurkan tapi mau gimana lagi karna pengalamannya masih sangat hijau maka dia malah memilih kabur dari tempat itu.
* * *
BRAAKKK..!! suara pintu di buka secara buru buru dari luar, tampak mayang terengah engah berjalan masuk ke dalam kamar panji, dia langsung duduk di kursi dengan nafas yang terengah engah seperti habis lari di kejar setan.
"Kau ini kenapa? Seperti habis di kejar setan gitu." tanya panji heran meliat mayang yang terengah engah.
"Tadi.. Tadi.. Tadi aku.." kata mayang tidak bisa bicara lancar karna nafasnya terengah engah.
"Sudah.. Sudah.. Kau atur nafas dulu. Tarik nafas dalam dalam dan hembuskan." kata panji menyuruh mayang untuk mengatur nafas agar lebih tenang.
Mayang segera mengatur nafasnya agar lebih tenang, setelah tenang dan nafasnya tidak terengah engah lagi baru dia bisa merasa lega.
"Sudah? Nih, kau minum dulu biar haus mu hilang." kata panji memberikan air minum.
Mayang segera menghabiskan air dalam gelas yang di berikan panji sampe tidak tersisa. "akh. Lega rasanya. Fiuhz!" ucapnya.
"Nah, sekarang ceritalah. Setan apa yang mengejarmu sampe sampe kau terengah engah seperti itu. Hm?" tanya panji.
"Fuhz. Aku bukan di kejar setan tapi aku habis bertempur melawan anak buah alayuda. Hampir saja aku mati di tangan mereka, untung aku bisa kabur kalo tidak, aku pasti pulang tinggal nama saja." kata mayang memberi tahu.
"Owh." ucap panji biasa saja.
"Loh. Kok cuma owh?!" tanya mayang menatap panji heran.
"Ya owh. Memang kenapa?" tanya panji.
"Aku hampir mati di hajar anak buah alayuda kau malah cuma bilang owh, datar banget reaksi mu. kau tidak kuatir apa kalo aku beneram mati. Hah?" seru mayang jadi marah marah karna jengkel oleh reaksi panji yang biasa saja.
"Ya terus aku harus bagaimana reaksinya?" tanya panji.
"Ya minimal kau kuatir atau apa kek bukan cuma bilang owh saja. Dasar tidak punya perasaan sama sekali." omel mayang terliat cemberut.
"Ya sudah aku minta maaf. Jangan cemberut begitu, kalo kau cemberut begitu masih pake topeng tengkorak malah jadi tambah serem. Hiii." kata panji menggoda mayang.
Mayang memegang wajahnya dan baru sadar kalo masih memake topeng tengkorak, buru buru dia melepas topeng tengkoraknya itu. "kalo tidak pake topeng tengkorak ini aku cantik tidak?" tanyanya tertawa nyengir.
"Ceritakan padaku, kenapa kau bisa bertarung melawan anak buah alayuda? Bukankah aku menyuruhmu untuk mengikuti mereka dan mencari tahu apa rencana mereka. Hm? Kenapa?" tanya p anji tidak menghiraukan pertanyaan mayang.
"Jawab dulu pertanyaan ku. Cantik tidak?" sahut mayang memaksa panji.
"Ya." jawab panji singkat.
"Ya apa?" tanya mayang.
"iya kau cantik. Puas?" sahut panji mengalah.
"hehehe. Makasih." kata mayang tertawa senang di bilang cantik oleh panji.
"Nah, sekarang kau bisa cerita kan? Ayo cepat." kata panji.
"hmm. Begini... Aku memang mengikuti mereka sampe ke sebuah rumah yang terletak di luar desa lokasari ini, awalnya aku mengira pembuntutanku tidak di ketahui tapi ternyata mereka mengetahuinya dan mereka malah balik menjebakku. Aku terkurung tidak bisa kemana mana lagi, terpaksa aku bertarung mati matian melawan mereka dan berusaha kabur tapi mereka sangat kuat sekali, aku berkali kali di hajar mereka sampe babak belur." cerita mayang.
"Owh ya? Mana buktinya kalo kau di hajar sampe babak belur. Hm?" tanya panji.
"ini buk..ti..nya.. Loh? Kok tidak ada? Punggung, perut dan dada ku tidak merasakan sakit. Aneh sekali? Padahal tadi aku terkena pukulan dan tendangan mereka. Kenapa kok aku merasakan sakit apa apa?" kata mayang jadi keheranan sendiri seraya menepuk nepuk badannya yang tadi terkena pukulan dan tendangan lawannya.
"Kau mau bohong ya? Melebih lebihkan cerita agar terdengar dramatis. Ya kan?" kata panji tertawa kecil.
"Ekh. Tidak! Aku tidak bohong dan melebih lebihkan cerita." seru mayang cepat.
"Ya lalu mana buktinya?" tanya panji cepat.
"Beneran. Tadi aku memang bertarung melawan mereka, tapi kok aneh ya? Kenapa tidak bekasnya? Aku kok jadi bingung." seru mayang kebingungan.
"Halah. Bilang saja kau bohong. Tidak usah malu." kata panji.
"Aku tidak bohong!" seru mayang tegas.
"Mana buktinya?" tanya panji tersenyum menatap mayang.
"Aaaakh. Tau akh. Bingung aku jadinya." seru mayang jadi kesal sendiri.
"humppfpff." panji jadi menahan tertawa meliat mayang yang kesal sendiri. "Kau ini baru pertama kali ya bertarung melawan musuh?" tanyanya.
Mayang menatap panji sambil tertawa cengengesan karna memang ini pertama kalinya dia bertarung.
Panji menghela nafas panjang meliat mayang. "hmm. Pantas." ucapnya.
"Maaf. Aku memang baru pertama kali ini bertarung dan pertama kalinya juga pergi sendirian dari perguruan. Selama ini aku slalu bersama guru di perguruan untuk merawat guru, jadi aku sama sekali tidak punya pengalaman dalam pertarungan." ucap mayang menunduk.
"hmm. Aku kira kau sudah punya pengalaman bertarung seperti adikmu anggini, ternyata tidak. Pantas saja kau terengah engah dan kebingungan. Padahal aku sudah memberikan tenaga dalam tingkat tinggi kepada mu, setidaknya ketika kau melawan musuh yang berilmu tinggi kau mampu bertahan dan sukur sukur mengalahkannya. ini baru menghadapi anak buah alayuda saja sudah kerepotan, gimana kalo menghadapi alayuda, bisa binasa beneran kamu." kata panji geleng geleng kepala.
"Ya maaf." ucap mayang menunduk.
"Kau tahu tidak, ilmu silat mu itu adalah ilmu silat kelas satu, tidak mudah orang untuk mengalahkan mu, bahkan ilmu silat yang kau miliki sekarang tidak akan bisa di kalahkan oleh guru mu sendiri." kata panji.
"Apa?!" seru mayang terkejut mendengar itu. Dia menatap panji tidak percaya.
"Ya. Tenaga dalam yang aku berikan padamu itu bisa di bilang tiga kali lipat dari yang gurumu miliki, aku juga sudah memberi mu petunjuk jurus naga sakti sempurna. Bisa di bilang kau ini sudah menjadi pendekar wanita pilih tanding, sekalipun kau tidak punya pengalaman bertarung tapi kau masih bisa membuat lawan mu keteteran bahkan tidak berdaya." kata panji serius.
"Ya tapi..." kata mayang terliat masih sangsi dengan apa yang panji katakan.
"Aku mau tanya sama kamu. Gimana caranya kau bisa lolos dari mereka?" tanya panji.
"Emp. Aku tidak tahu secara pasti tapi ketika aku seperti sudah putus asa tiba tiba secara tidak sadar tubuhku seperti bergerak sendiri yaitu melesat tinggi ke atas lalu mencabut pedang dan mengibaskan pedang ke bawah beberapa kali. Dari pedang itu seperti keluara aura merah yang melesat menghantam tanah dan meledak keras lalu aku melesat pergi dan tidak tahu apa yang terjadi disana selanjutnya. Begitu." kata mayang menceritakan apa yang dia ingat saat melawan empat orang lawannya.
"Sudah aku duga." kata panji manggut manggut.
"Sudah kau duga? Duga apaan? Aku tidak mengerti." tanya mayang bingung.
"Ya itu. Sudah aku duga kau pasti bakal mengeluarkan jurus pamungkas itu, tapi tidak aku sangka kalo kau bisa mengeluarkan jurus pamungkas dari jurus rangkaian naga sakti." kata panji.
"Jurus pamungkas? Jurus pamungkas apa? Kok aku makin tambah bingung." tanya mayang semakin tidak mengerti.
"Sudahlah. Besok saja aku beri tahu dan sekalian akan aku latih kau bertarung dalam memainkan rangkaian jurus naga sakti. Hari sudah larut malam, kau pasti lelah dan capek. Tidurlah!" kata panji.
"Tapi?" sahut mayang masih ingin panji memberi tahunya.
"Sudah, sana tidur!" kata panji cepat.
Mayang masih ingin ngobrol dengan panji tapi dia mengalah juga, dia beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar setelah mengucapkan selamat malam pada panji lalu istirahat di dalam kamarnya.
Panji masih duduk merenung di kursinya karna memikirkan cerita mayang barusan. "hmm. Jurus yang mayang lakukan sama persis seperti apa yang aku lakukan tadi. Aku sendiri tidak tahu jurus apa yang aku keluarkan tadi sewaktu mengeluarkan pedang tengkorak tapi jurus yang mayang lakukan aku tahu itu jurus apa, itu adalah jurus pedang naga geni membakar bumi. ini terliat dari kilatan aura merah seperti api yang melesat keluar dari pedang di tangan mayang, mungkinkah pedang kepala naga di tangan mayang adalah pedang naga geni? Tapi setahu ku pedang naga geni sudah aku simpan di dalam goa lima warna 200 tahun yang lalu. Tidak, tidak mungkin. Pedang itu pasti bukan pedang naga geni, itu pasti pedang lain yang kebetulan karakternya mirip dengan pedang naga geni. Jika benar begitu berarti pedang itu berjodoh dengan mayang karna terbukti kekuatan pedang itu keluar di saat mayang dalam bahaya. Hmm, aku jadi penasaran dengan kekuatan yang terkandung di dalam pedang kepala naga itu. Besok akan aku cari tahu kekuatan apa saja yang di miliki pedang kepala naga itu." gumamnya.
* * *
PANJI dan mayang pagi pagi sekali sudah pergi dari tempat mereka menginap, mereka berjalan perlahan menyusuri jalanan desa lokasari menuju ke arah timur yaitu dimana ke arah mayang semalam mengikuti kelompok alayuda. Setelah beberapa lama mereka berjalan akhirnya mereka sampe di sebuah rumah tidak terlalu besar dimana di depan gerbang pagar di jaga oleh dua orang penjaga.
"Panji. Serius kau mau ketemu tiga walet hitam disini? Tapi tempat ini di jaga oleh puluhan orang dan ada beberapa pendekar sakti di tempat ini." kata mayang terliat kuatir.
"Kau tenang saja. Aku hanya ingin menemui tiga walet hitam saja. Biarpun teman teman mereka mau mengeroyok ku juga percuma, akan ku hajar mereka jika berani macam macam." kata panji tersenyum simpul.
"Tapi?" kata mayang sangsi.
"Sudah kau diam saja, apa kau lupa aku ini siapa." kata panji cepat.
"Akh, iya. Maaf." kata mayang.
Panji berjalan mendekati gerbang pagar yang langsung di hadang oleh dua penjaga.
"Heh. Kalian siapa? Mau apa kalian kemari?" bentak salah satu penjaga dengan nada tegas.
"Aku ingin bertemu dengan tiga walet hitam, katakan pada mereka ada yang ingin bertemu dengan mereka." kata panji tenang sekali.
"Mau apa kalian mau menemui tiga walet hitam? Apa kalian utusan raden baruna?" tanya penjaga itu.
"Kau tidak usah banyak tanya, cepat suruh tiga walet hitam keluar menemui ku." kata panji.
"Eh. Enak sekali kau menyuruh nyuruh kami. Kalian pasti pengacau yang hendak membuat keonaran di tempat ini. Cepat kalian pergi. Kalo tidak, jangan salahkan kami kasar pada kalian!" bentak penjaga itu.
"huhuhu. Berani sekali kalian mengancam ku. Apa kemampuan kalian berani mengancam ku?" dengus panji.
"kurang ajar. Minta mampus rupanya kau! Hyeaat!" teriak penjaga itu langsung menyerang panji namun belum sempat dia bergerak, dia sudah tidak bisa apa apa lagi karna sudah terkena sentilan jari dewa langit panji.
"Apa kau juga ingin ku buat patung seperti teman mu itu? Cepat masuk dan bilang pada tiga walet hitam untuk keluar menemui aku. Cepat!" bentak panji menatap tajam penjaga yang lain.
"Ba..ba..baik!" sahut penjaga itu ketakutan dan langsung lari masuk ke dalam.
"Panji. Kau apakan penjaga itu? Kenapa dia diam saja seperti patung?" tanya mayang heran meliat penjaga tadi berdiri kaku seperti patung.
"Dia sudah ku totok, makanya dia seperti itu." jawab panji.
"Owh." kata mayang manggut manggut. "Aneh. Padahal aku tidak meliat dia kau totok tapi kenapa dia bisa tertotok. Aku jadi bingung." ucapnya.
Panji tersenyum tipis mendengar itu. "Coba kau liat jari ku dan liat apa yang terjadi pada penjaga itu." ucapnya.
Mayang meliat jari tangan panji yang bergerak seperti orang menyentil, secara sekilas dia meliat ada aura warna jingga berbentuk bola kecil sekali yang mungkin sekecil batu kerikil melesat cepat sekali menghantam dada penjaga yang berdiri kaku.
Penjaga itu terpental jatuh yang sekaligus terbebas dari totokan panji.
"Ekh. itu?!" seru mayang terkejut sekali.
"itu tadi yang namanya sentilan jari dewa langit. Dengan jurus ini aku bisa menotok orang dari jarak jauh. Hmmm." ucap panji tersenyum.
"Owh. Tadi itu yang namanya sentilan jari dewa langit, hebat sekali jurus itu. Boleh tidak kau ajari aku jurus itu?" kata mayang tertawa kecil.
"Sempurnakan dulu jurus naga sakti mu itu baru belajar jurus yang lain." kata panji.
"hehe. Ya iya. Aku cuma becanda kok." kata mayang tertawa. "ekh. itu mereka sudah keluar." ucapnya meliat ke arah rumah.
Tampak dari dalam rumah keluar tiga orang berbaju hitam dengan gambar walet di dada kanan mereka, mereka adalah tiga walet hitam. Di belakang tiga walet hitam ada dua orang lagi yaitu si setan gundul dan penjaga tadi.
"KAU?!" seru setan gundul dan tiga walet hitam terkejut begitu tahu siapa yang mencari mereka. "Bukankah kau yang di penginapan di desa sawangan itu?" seru si setan gundul.
"Ya ini aku. Kenapa? Apa kalian terkejut?" tanya panji tersenyum menatap orang orang di hadapannya.
"Kurang ajar. Kau yang telah membuat teman ku kehilangan ilmu silatnya, kebetulan sekali kau datang kesini maka aku tidak susah susah mencari kau. Akan aku balas kau sampe mampus. Hyeaat!" teriak setan gundul menyerang panji.
"huh. Manusia tidak berguna seperti mu sebaiknya mati saja. Hupz. Hyeaa!" dengus panji.
Panji menggerakkan telapak tangannya dan langsung menghantamkan tangannya tepat di dada si setan gundul yang menyerangnya. Tanpa ada suara jeritan atau apa tahu tahu setan gundul sudah roboh dengan mulut, mata, hidung dan telinga mengeluarkan darah. Si setan hitam tewas seketika dengan organ dalam tubuh hancur, mengenaskan sekali nasib si setan gundul yang tewas dengan organ dalam tubuh hancur terkena pukulan panji.
Meliat si setan gundul di binasakan begitu mudah membuat tiga walet hitam langsung terkejut yang teramat sangat dan gemetaran ketakutan.
"Apa kalian yang di juluki tiga walet hitam?" tanya panji menatap tajam tiga walet hitam.
Tiga walet hitam langsung berlutut ketakutan. "Ampun tuan. Ampuni kami tuan. Kami tahu apa kesalahan kami. Ampun. Ampun tuan." ucap mereka ketakutan dengan tubuh gemetaran sampe menyembah nyembah minta ampun pada panji.
"Katakan padaku, apa kalian yang telah mencelakai adikku tantri dan mei ling?" tanya panji dingin.
"Ampuni kami tuan. Kami.. Kami tidak tahu kalo mereka adalah adik tuan. Kalo kami tahu tentu kami tidak akan berani macam macam sama mereka. Kami benar benar menyesal telah membuat adik adik tuan celaka. Ampuni kami tuan." ratap tiga walet hitam gemetaran.
"Aku bertanya pada kalian, bukan mau membunuh kalian. Sekarang katakan padaku, dimana kalian sembunyikan adik adik ku. Hm?" tanya panji dingin.
"Ampun tuan. Kami tidak tahu tuan. Kami tidak menyembunyikan adik adik tuan." kata walet codet gemetaran.
"Jangan berbohong!" bentak panji tegas.
"Kami tidak bohong tuan. Benar kami tidak tahu. Kami tidak menyembunyikan mereka. Benar tuan." ratap si walet codet.
"Benar,tuan. Saat kami hendak menangkap mereka tiba tiba kami di serang oleh seseorang dan adik adik tuan tiba tiba sudah hilang dari hadapan kami, Kami tidak tahu siapa orang menyerang kami dan membawa kabur adik adik tuan." kata si walet belang.
"Benar begitu?" tanya panji dingin.
"Benar tuan. Kami tidak bohong, kami berani sumpah." kata tiga walet hitam serentak.
"hmm." gumam panji. "jadi informasi yang ku dapat semalam benar, tantri di tolong nyai klenting guru wanita bernama ningsih dan mei ling di bawa nyai sika mawarni alias setan cakar berbisa. Keselamatan mei ling bisa aku pastikan tidak akan ada apa apa tapi keselamatan tantri masih belum bisa aku pastikan karna aku tidak tahu apa nyai klenting bersekutu dengan para pemberontak atau tidak, jika dia bersekutu dengan pemberontak maka keselematan tantri dalam bahaya. Aku harus menolong tantri dulu baru mei ling." batinnya dalam hati.
"Panji." tegur mayang karna panji melamun.
Panji melirik mayang sejenak lalu menatap si tiga walet hitam. "kejahatan mereka sudah banyak, jika aku biarkan mereka begitu saja maka akan makin banyak orang yang terluka." batinnya dalam hati.
Panji tiba tiba mengibaskan tangannya cepat sekali ke arah tiga walet hitam yang langsung membuat tiga walet hitam terpental jauh dan terkapar pingsan tidak sadarkan diri.
"Panji?" seru mayang terkejut meliat panji membuat tiga walet hitam terkapar. "Kau kejam sekali. Mereka kan sudah minta ampun kenapa kau membunuh mereka?" tanyanya tidak suka.
"Aku hanya membuat mereka pingsan saja. Aku jamin besok besok mereka pasti sudah tidak akan bisa berbuat jahat lagi." kata panji.
"Apa maksut mu?" tanya mayang tidak mengerti.
Tiba tiba dari dalam rumah bermunculan belasan orang berbaju coklat yang langsung mengurung panji dan mayang, di susul kemudian oleh dua orang yaitu alayuda dan ki langes.
Alayuda dan ki langes terkejut meliat tiga walet hitam terkapar di tanah dan si setan hitam tewas dengan seluruh lubang kepalanya mengeluarkan darah.
"Setelah semalam ada pengacau, hari ini juga datang pengacau lagi. Sebenarnya mau apa para pengacau itu datang kemari?" gumam alayuda.
"Prajurit! Tangkap pengacau pengacau itu!" teriak ki langes memberi perintah.
Serentak belasan prajurit alayuda menghunus senjata mereka bersiap menyerang panji dan mayang.
"Mayang. jangan ragu ragu. Habisi mereka semua!" kata panji pada mayang.
"Baik!" sahut mayang mengangguk cepat.
"Seraaang!" teriak ki langes lantang memberi perintah.
Serentak para prajurit alayuda menerjang panji dan mayang dengan gencar.
"hahahaha. Dewa tengik! Kau bermain main kenapa tidak mengajak ajak aku?" seru suara tiba tiba yang di susul dua kelebatan orang ke arah pertempuran.
Dua orang yang baru datang itu adalah darma wangsa alias datuk barat bersama seorang wanita paruh baya berjubah ungu, mereka langsung bergabung dengan panji dan mayang menghabisi para prajurit alayuda, dalam sekejap para prajurit itu sudah terkapar di tanah tidak berdaya.
"Datuk gila. Hahahaha. Kebetulan sekali kau muncul di tempat ini, jadi aku tidak perlu mencari mu di desa cermai." kata panji tertawa senang meliat darma wangsa.
"hahahaha. Ya, kebetulan kita bertemu disini. Aku sebenarnya dalam perjalanan menuju desa cermai, karna kita ketemu disini jadi aku tidak perlu kesana." kata darma wangsa juga tertawa lebar. "Owh ya. Ada kabar yang akan aku sampekan padamu..."
"Nanti saja bicaranya, sekarang kita selesekan dulu masalah di tempat ini." potong panji.
"Akh. Kau benar." sahut darma wangsa. "Heh. Kalian berdua! Anak kodok dan muka pantat kuali. Kenapa kalian meyerang teman ku? Apa kalian sudah bosan hidup. Hah?" teriaknya menatap alayuda dan ki langes.
"Kurang ajar! Jaga mulut mu orang tua busuk! Berani sekali kau menghina kami, hah? Harusnya kami yang bertanya kenapa kalian mengacau di tempat ini? Siapa kalian?" bentak ki langes gusar di katai muka pantat kuali oleh darma wangsa.
"hehehehe. Bisa marah juga kau rupanya muka pantat kuali." kata darma wangsa tertawa terkekeh. "kalian tidak tahu siapa kami? Wow, pantas kalian berani menyerang kami. Aku beri tahu kalian, kami adalah..."
"Datuk gila, tidak usah banyak bicara. Mereka berdua adalah atasan tiga walet hitam, merekalah yang telah menyuruh tiga walet hitam mencelakai tantri dan mei ling." kata panji memotong ucapan darma wangsa.
"Apa?!" seru darma wangsa terkejut. "kurang ajar. Ternyata kalian biang keladi penyebab murid ku celaka. Akan aku hajar kalian berdua! Hyeaat!" teriaknya gusar dan langsung menyerang alayuda dan ki langes.
Alayuda dan ki langes langsung menahan serangan darma wangsa dengan jurus jurus andalan mereka.
"Panji. Ayo kita bantu paman itu!" seru mayang cepat.
"Tidak usah. Dia sendirian juga mampu mengalahkan dua orang itu. Kita menonton saja dari sini." kata panji.
"Tapi?" sahut mayang masih sangsi.
"Diam dan perhatikan!" hardik panji cepat.
Mayang terpaksa diam dan meliat pertarungan darma wangsa melawan alayuda dan ki langes, terliat darma wangsa malah tidak serius melawan dua lawannya, dia sesekali tertawa dan bertingkah konyol dalam mempermainkan alayuda dan ki langes.
"Datuk gila! Cepat selesekan pertarungan mu. Aku sudah bosan menunggu, jangan main main. Ayo cepat!" seru panji agar darma wangsa segera menyelesekan pertarungan.
"Sialan kau dewa tengik. Orang lagi asik bermain malah kau suruh cepat." sahut darma wangsa ngomel ngomel.
"Sudaah ayo cepat selesekan dari pada aku tinggal kau!" seru panji.
"iya iya." sahut darma wangsa jengkel.
Darma wangsa seketika mengubah gaya bertarungnya, dia jadi serius dan mempercepat serangannya dan hasilnya ki langes yang jadi korban keganasan jurus ular darma wangsa.
"Awas pantat kuali datang!" teriak darma wangsa melempar tubuh ki langes ke arah panji.
Panji hanya memiringkan tubuhnya menghindari tubuh ki langes yang di lempar darma wangsa sehingga ki langes terjatuh di tanah dalam keadaan sudah tidak bergerak lagi.
Kini hanya tersisa alayuda saja, pertarungan alayuda melawan darma wangsa jauh lebih seru dan sengit, tidak terduga ternyata alayuda memiliki ilmu silat yang tidak bisa dipandang remeh, terbukti darma wangsa cukup kesulitan mendesak darma wangsa.
"Lumayan juga ilmu silat orang itu, di liat dari gerakan jurus jurusnya sepertinya itu jurus katak milik junta kalayan si iblis beracun, mungkinkah dia murid si iblis beracun?" ucap panji meliat jurus jurus alayuda.
"Dia murid tunggal arga kalayan alias si iblis hijau. arga kalayan adalah adik junta kalayan. Tidak heran jika ilmu silat anak muda itu cukup tinggi." kata wanita paruh baya berbaju ungu yang tadi datang bersama darma wangsa.
Panji menoleh ke arah wanita paruh baya itu lalu membungkuk memberi salam hormat. "Salam hormat dari saya kepada nyai." ucapnya.
"hmm." gumam wanita itu mengangguk pelan.
"hehehehe." terdengar tawa darma wangsa setelah berhasil memukul dada alayuda hingga terluka dalam. "Aku akui ilmu silat mu boleh juga bocah. Tidak sia sia si kodok buduk memiliki murid seperti mu, memandang muka gurumu yang jelek itu aku tidak akan membunuh mu. Pergilah!" ucapnya menatap alayuda tajam.
Alayuda berdiri sempoyongan memegangi dadanya yang merasa sesak karna terkena pukulan darma wangsa. Dia segera berjalan pergi meninggalkan tempat itu.
"hehehehe." darma wangsa tertawa terkekeh berjalan ke arah panji.
"Kenapa kau tertawa?" tanya panji meliat darma wangsa.
"tidak apa apa,aku hanya ingin tertawa saja. Tidak boleh?" sahut darma wangsa dengan sikap konyol.
"huh. Terserah kau mau tertawa atau tidak. Masa bodo!" kata panji lalu berjalan menuju ke dalam rumah.
"Ekh. Dewa tengik, mau kemana kau?" seru darma wangsa meliat panji mau masuk ke dalam rumah.
"Mau be-ol. Kenapa? Kau mau ikut?" sahut panji asal.
"Eh ladalah. Busyet dah, be-ol ngajak ngajak. Memangnya aku mau kau suruh menonton terong mentah mu itu apa? Dasar bocah tengik!" seru darma wangsa mencak mencak sendiri.
"Punya ku bagus masih mentah, dari pada punya mu, sudah busuk di makan ulat. Hahaha!" sahut panji langsung masuk ke dalam rumah.
"Enak saja kau, bilang punya ku sudah busuk di makan ulat. Punya ku masih kokoh dan kuat tau! Hahahaha!" seru darma wangsa tertawa terbahak bahak. "Woy, dewa tengik. Tunggu! Aku ikut!" serunya segera menyusul panji masuk ke dalam rumah.
"Mereka ngomong apaan sih, kok aku nggak mengerti." kata mayang garuk garuk kepala karna tidak mengerti apa yang panji dan darma wangsa tadi bicarakan.
"Tidak usah dipikirkan omongan mereka. Ayo kita masuk!" kata wanita baju ungu ikut menyusul darma wangsa.